Wednesday, December 27, 2017

LGBT dalam Perspektif Hukum Islam dan Keindonesiaan


Islam adalah agama fitrah yaitu suci dengan makna selalu menekankan kesucian baik lahir maupun batin dan juga suci dimaknai sesuai dengan naluri kemanusiaan sehingga Islam adalah agama kemanusiaan yaitu memanusiakan manusia sesuai dengan posisinya yang terhormat karena kesempurnaan proses penciptaan (ahsani taqwim) dan terhormat karena diamanahi oleh Allah sebagai pemangku tugas kekhalifahan yaitu menjaga keseimbangan, memimpin, merawat dan melestarikan alam semesta.

Al-Qur'an secara jelas dan lantang penolakannya terhadap perilaku penyimpangan seksual seperti Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender yang disingkat LGBT. Ayat Al-Qur'an yang menolak aktivitas LGBT diantaranya surat asy-Syu'ara (26):165 -166, an-Naml (27):55, al-Ankabut (29):28-29, al-A'raf (7):80-81 dan Hud (11): 81-82. Dalam banyak Hadits diantara salah satu hadits yang menyatakan bahwa Allah melaknat suatu kaum yang menyerupai kaum Luth. Hadits ini dikeluarkan oleh Hakim, Tirmidzi, Baihaqi dan Ahmad.

Dalam agama-agama lain (non muslim), aktivitas LGBT juga dianggap sebagai aktivitas menyimpang dan melanggar prinsip-prinsip agama. Tidak ada satupun teks agama non muslim yang melegalkan praktik LGBT.

Perilaku menyimpang sebagaimana narasi Al-Qur'an tentang praktik menyimpang kaum Luth bukan hanya bertentangan dengan dalil-dalil agama namun juga bertentangan dengan fitrah kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Syariat Islam sebagai penyempurna syariat terdahulu mengulang-ulang narasi dan kisah kaum Luth berikut imbas siksanya membuktikan bahwa perhatian serius Al-Qur'an tentang dampak buruk LGBT tidak dapat diremehkan.

Prinsip Islam sebagai tujuan syariah (maqashid syariah) yang sangat dijunjung tinggi yakni menjaga jiwa (حفظ النفس), menjaga akal (حفظ العقل), menjaga agama (حفظ الدين), menjaga harta ( حفظ المال) dan menjaga keturunan (حفظ النسل). Perilaku LGBT sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip ini yaitu merusak keturunan dan tentunya akan merusak kehidupan masa depan manusia termasuk merusak hubungan sosial.

Secara fitrah atau naluri kemanusiaan, manusia akan tertarik kepada lawan jenisnya. Hal inipun juga berlaku bukan hanya untuk manusia. Makhluk selain manusia sebagaimana binatang juga tidak akan melakukan perilaku menyimpang ini sebab tidak sesuai sifat-sifat kesucian (fitrah) yang dibawa dan diwariskan saat penciptaan. Sungguh sangat ironi jika akal binatang yang seharusnya lebih rendah dari manusia namun akal binatang mampu menandingi manusia sehingga tidak berkeinginan melakukan perilaku menyimpang.

Meskipun kasus LGB (Lesbi, Gay/homoseks dan Biseksual) merupakan kasus klasik kecuali T (Transgender) yakni operasi ganti kelamin yang hukumnya sudah final didalam Al-Qur'an dan Hadits, hingga kini ada kelompok-kelompok yang mencoba untuk menafsirkan secara liberal (bebas) bahwa larangan LGBT sudah tidak relevan untuk hari ini karena komunitas manusia yang sudah melampaui ambang batas polulasi sehingga tidak mungkin populasi manusia akan musnah karena melakukan praktik LGBT.

Menyikapi hal ini, boleh-boleh saja kelompok liberal dan penggiat LGBT mengampanyekan pemahaman mereka sebagai kebebasan berekspresi namun kita sebagai umat beragama yang masih ingin mempertahankan hukum agama, nilai-nilai moral dan kemanusiaan, keharusan menolak LGBT sampai kapanpun. Menolak LGBT bukan hanya tugas umat Islam tapi seluruh umat beragama karena LGBT merupakan pelanggaran atas konsep semua agama. Dengan kekuatan bersama antar pemeluk agama maka kampanye LGBT dalam bentuk apapun akan mampu dibendung.

Berbeda konteks dengan negara Barat sebagai negara sekuler yang sangat menuhankan kebebasan berekspresi. Kebebasan apapun diperbolehkan dan jika ditentang maka akan berurusan dengan Hak Asasi Manusia. Kebebasan berkespresi model semacam ini sangat bertentangan dengan konstitusi kita yaitu demokrasi Pancasila dimana unsur dan pondasi penting didalamnya adalah nilai-nilai ketuhanan atau agama. Jadi tidak sama antara demokrasi Pancasila produk nusantara dengan demokrasi sekuler produk Barat. Demokrasi Barat bersifat bebas tanpa batas sedangkan Demokrasi Pancasila sifatnya bebas bertanggung jawab yaitu kebebasan yang dibatasi oleh prinsip-prinsip agama.

Baca juga: Becik Ketitik, Olo Ketoro

Jika LGBT merupakan kejahatan besar, lantas bagaimana menolaknya atau membendungnya? Tentu peran semua unsur, semua pihak, semua elemen dan seluruh rakyat Indonesia. Secara khusus, Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam moderat menolak praktik LGBT dengan berbagai upaya. Upaya ini bukan hanya sekedar mengecam dan lantang melaknat pelaku LGBT namun upaya nyata yaitu mengeluarkan keputusan resmi tentang penolakan LGBT dan tentunya pembinaan dan penyadaran masyarakat tentang kejahatan LGBT.

Nahdlatul Ulama merupakan ormas Islam yang berdakwah dan menyuarakan visi Islam secara damai. Dakwah yang damai dengan pendekatan persuasi, damai dan beradab. Menolak LGBT bagi NU bukan hanya sekedar menghujat, memusuhi, melaknat dan mencerca habis-habisan para gay dan kaum lesbian. Upaya penyadaran dan pembinaan (rehabilitasi) agar mereka yang melakukan perilaku menyimpang dapat tersadarkan dan kembali kepada jalan hidup agama.

Nampaknya kelompok-kelompok yang gagal paham dengan NU yang juga semangat menggebu-gebu dalam menolak LGBT, tidak memahami metode dakwah yang santun, damai, beradab dan berkemanusiaan akibatnya NU kerap menjadi pelampiasan kekesalan, bahan tuduhan dan kebencian dari mereka yang merasa paling Islami. Sikap garang, ekstrem dan caci maki dalam membela kebenaran bagi NU tidak akan menyelasaikan masalah bahkan akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Dakwah tidak harus memusuhi dan merusak karena melakukan kerusakan akan menurunkan misi Islam sebagai rahmat. Tegas adalah keniscayaan namun tidak perlu diwujudkan dengan sikap arogan.

Untuk itu, marilah kita bersama-sama menjaga nilai-nilai agama dengan tidak merusak nilai-nilai agama. Menyelamatkan keluarga kita dan generasi-generasi kita dari semua perilaku menyimpang dengan pemahaman keislaman yang memadai, pengawasan orang tua dan tentunya adalah lingkungan yang baik yang didalamnya ditanamkan nilai-nilai agama. Tanpa lingkungan sosial yang baik, anak-anak kita potensial untuk melakukan praktik menyimpang. Disamping itu, tentunya sangat perlu penguatan hukum dalam menolak LGBT dari pemerintah sehingga kelompok pengusung LGBT mampu dibendung dan tidak memiliki kekuatan untuk melegalkannya.

Say no to drugs, say no to free sex, say no to terrorism, say no to radicalism and say no to LGBT.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...