Monday, June 11, 2018

Makna tentang Tujuh Huruf (Sab'atu Ahruf)


Oleh Suryono Zakka

Walau disepakati dalam banyak hadits mengenai turunnya Al-Qur'an dengan tujuh huruf namun terjadi perbedaan dikalangan ulama mengenai makna tujuh huruf tersebut. Terjadi perbedaan pendapat mengenai makna tujuh huruf tersebut karena memang tiada keterangan yang memadai tentang tujuh huruf dalam hadits tersebut.

Berikut ini adalah beberapa pendapat dikalangan ulama mengenai makna dari tujuh huruf diturunkannya Al-Qur'an.

1. Tujuh huruf bermakna tujuh bahasa dalam Al-Qur'an yang bertebaran dalam setiap ayat Al-Qur'an sehingga setiap kata hanya memuat satu bahasa dari ketujuh bahasa yakni bahasa Quraisy, Huzail, Saqif, Kinanah, Hawazin, Tamim dan Yaman. Dengan demikian ada kecenderungan bahaya yang dominan yakni bahasa Quraisy didalam Al-Qur'an dan ada pula bahasa yang lain yang tidak dominan.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Abu Ubaid bahwa yang dimaksud tujuh huruf bukan setiap kata boleh dibaca dengan tujuh bahasa yang berbeda namun dalam setiap katanya hanya mengandung satu bahasa dari ketujuh bahasa yang dipakai Al-Qur'an.

2. Tujuh huruf bermakna bahwa dalam setiap kata Al-Qur'an dapat dibaca dengan tujug bahasa yang berbeda walau memiliki makna yang sama. Tujuh bahasa yang dimaksud adalah bahasa Quraisy, Huzail, Rabi'ah, Hawazin, Azad dan Sa'if bin Bakar.

Ayat Al-Qur'an dapat memuat tujuh bahasa karena untuk memudahkan dalam penyebutan jika dalam suku Arab terjadi perbedaan tentang kata tertentu namun jika setiap suku memiliki sebutan yang sama maka Al-Qur'an pun menggunakan penyebutan hanya satu istilah saja.

3. Pendapat berikutnya yang menyatakan bahwa tujuh hurugmf bermakna tujuh sifat atau tujuh hukum dalam tata bahasa Arab yakni amr (perintah), wa'd (janji), wa'id (ancaman), nahyu (larangan), qashas (cerita), jadal (perdebatan) dan matsal (perumpamaan). Dalam penjelasan yang lain yakni hukum amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabihat dan amtsal.

4. Tujuh huruf dalam pendapt yang lain yaitu tujuh macam tata bahasa Arab yang meliputi:

1). Perbedaan kata benda (ikhtilaful asma) baik berupa mufrad, mudzakkar, tatsniyah, jamak dan ta'nits.

Contohnya dalam surat Al-Mu'minun ayat 8:

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِاَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ  ۙ 

Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya,
[QS. Al-Mu'minun: Ayat 8]

Lafadz لامنتهم dapat dibaca dengan mufrad (tunggal) sehingga berbunyi لامانتهم yang bermakna salah satu jenis yang menunjukkan makna banyak dan dapat pula dibaca dengan jamak yang bermakna istigraq (keseluruhan) dari setiap jenis-jenis amanah sehingga dari kedua model bacaan memiliki makna yang sama yaitu amanah.

2). Perbedaan dari segi harakat akhir kata (i'rab)

Contohnya dalam hal ini adalah sebagaimana firman Allah:

فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ اَرْسَلَتْ اِلَيْهِنَّ وَاَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَـاً وَّاٰتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِّنْهُنَّ سِكِّيْنًا وَّقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ   ۚ  فَلَمَّا رَاَيْنَهٗۤ اَكْبَرْنَهٗ وَقَطَّعْنَ اَيْدِيَهُنَّ  ۖ   وَقُلْنَ حَاشَ لِلّٰهِ مَا هٰذَا بَشَرًا    ؕ  اِنْ هٰذَاۤ اِلَّا مَلَكٌ كَرِيْمٌ

Maka ketika perempuan itu mendengar cercaan mereka, diundangnyalah perempuan-perempuan itu dan disediakannya tempat duduk bagi mereka, dan kepada masing-masing mereka diberikan sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), "Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka." Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya, mereka terpesona kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri. Seraya berkata, "Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia." [QS. Yusuf: Ayat 31]

Lafadz ما هذا بشرا mayoritas ulama qira'at (jumhur) membacanya dengan nashab (accusative) atau fathatain (بشرا) karena huruf ما fungsinya seperti ليس (laisa) sebagaimana bahasa penduduk Hijaz sedangkan Ibnu Mas'ud membacanya dengan rafa' (nominative) atau dhamah sehingga berbunyi ما هذا بشر sebagaimana bahasa Tamim karena tidak memberikan fungsi ما seperti ليس.

3). Perbedaan karena tasrif (sharaf) yakni perubahan pada tengah kata seperti firman Allah:

فَقَالُوْا رَبَّنَا بٰعِدْ بَيْنَ اَسْفَارِنَا وَظَلَمُوْۤا اَنْفُسَهُمْ فَجَعَلْنٰهُمْ اَحَادِيْثَ وَمَزَّقْنٰهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ    ؕ  اِنَّ فِيْ ذٰ لِكَ لَاٰيٰتٍ لّـِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُوْرٍ

Maka mereka berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami," dan (berarti mereka) menzalimi diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur. [QS. Saba': Ayat 19]

Pada ayat diatas, dapat dibaca dengan tiga versi pada kata ربنا باعد (rabbanaa baa'id). Pertama, dibaca ربنا باعد (rabbanaa baa'id) dengan fathah kata rabbanaa karena menjadi munada mudhaf dan dibaca baa'id sebagai kata perintah (amr). Kedua, dibaca rabbunaa (dhamah) sebagai mubtada' dan dibaca baa'adaa (fathah 'ain) sebagai fi'il madhi (kata kerja lampau) sehingga kedudukannya menjadi khabar atau sebutan. Ketiga, dapat pula dibaca rafa' (dhamah) rabbunaa dengan bacaan ba'ada (tasydid 'ain).

Contoh lain yaitu pada surat Al-Fatihah dalam lafadz:

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ  ۙ 

Tunjukilah kami jalan yang lurus, [QS. Al-Fatihah: Ayat 6]

Lafadz الصراط dapat diganti dengan lafadz السراط karena memiliki makna yang sama.

4). Perbedaan pada segi muqaddam (didahulukan) dan muakkhar (diakhirkan)

Sebagaimana contoh firman Allah:

وَلَوْ اَنَّ قُرْاٰنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ اَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الْاَرْضُ اَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتٰى   ؕ  بَلْ لِّلّٰهِ الْاَمْرُ جَمِيْعًا    ؕ  اَفَلَمْ يَايْـئَسِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَنْ لَّوْ يَشَآءُ اللّٰهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيْعًا    ؕ  وَلَا يَزَالُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا تُصِيْبُهُمْ بِمَا صَنَعُوْا قَارِعَةٌ اَوْ تَحُلُّ قَرِيْبًا مِّنْ دَارِهِمْ حَتّٰى يَأۡتِيَ وَعْدُ اللّٰهِ    ؕ  اِنَّ اللّٰهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيْعَادَ

Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan itu gunung-gunung dapat digoncangkan, atau bumi jadi terbelah, atau orang yang sudah mati dapat berbicara, (itulah Al-Qur'an). Sebenarnya segala urusan itu milik Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman mengetahui bahwa sekiranya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi di dekat tempat kediaman mereka, sampai datang janji Allah (penaklukan Mekah). Sungguh, Allah tidak menyalahi janji. [QS. Ar-Ra'd: Ayat 31]

Lafadz افلم يياس الذين (afalam yaiasilladziina) dapat dibaca افلم يايس الذين (afalam ya'yasilladziina).

Pada ayat yang lain:

اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَــنَّةَ    ؕ  يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَ يُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰٮةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِ    ؕ  وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَـبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖ   ؕ  وَذٰ لِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

 Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. [QS. At-Taubah: Ayat 111]

Kalimat فيقتلون ويقتلون yaitu kata fayaqtuluuna dibaca mabni fa'il (aktif) sedangkan wayuqtaluuna berposisi sebagai mabni maf'ul sehingga dapat pula dibaca sebaliknya yaitu fayuqtaluuna wa yaqtuluuna.

6). Perbedaan karena penambahan (ziyadah) dan pengurangan (naqishah)

Penambahan:

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍ  ۙ  رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۤ اَبَدًا   ؕ  ذٰ لِكَ الْـفَوْزُ الْعَظِيْمُ

 Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.
[QS. At-Taubah: Ayat 100]

Terdapat pula dari bacaan diatas yaitu penambahan kata min pada kalimat جنات تجرى  من تحتها الانهار

Pengurangan:

وَقَالُوا اتَّخَذَ اللّٰهُ وَلَدًا ۙ  سُبْحٰنَهٗ  ؕ  بَل لَّهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ  ؕ  كُلٌّ لَّهٗ قَانِتُوْنَ

Dan mereka berkata, "Allah mempunyai anak." Mahasuci Allah, bahkan milik-Nyalah apa yang di langit dan di bumi. Semua tunduk kepada-Nya. [QS. Al-Baqarah: Ayat 116]

Ayat diatas adalah versi Jumhur yakni terdapat huruf wawu pada awal ayat sedangkan dalam beberapa qira'at, tidak terdapat huruf wawu (و).

Penambahan dan penggantian

اَمَّا السَّفِيْنَةُ فَكَانَتْ لِمَسٰكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِى الْبَحْرِ فَاَرَدْتُّ اَنْ اَعِيْبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُمْ مَّلِكٌ يَّأۡخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبًا

Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu. [QS. Al-Kahf: Ayat 79]

Versi qiraat ahad (perorangan) sebagaimana qiraat Ibnu Abbas yakni:

وكان امامهم ملك ياخذ كل كل سفينة صالحة غضبا

Terdapat penggatian lafadz وراء (waraa'a) dengan lafadz امام (amaama) dan penambahan lafadz صالحة (shaalihatin).

6). Perbedaan dari segi penggantian (badal)

Dapat dicontohkan misalnya:
اَوْ كَالَّذِيْ مَرَّ عَلٰى قَرْيَةٍ وَّ هِيَ خَاوِيَةٌ عَلٰى عُرُوْشِهَا ۚ  قَالَ اَنّٰى يُحْىٖ هٰذِهِ اللّٰهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ  فَاَمَاتَهُ اللّٰهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهٗ  ؕ  قَالَ كَمْ لَبِثْتَ  ؕ  قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍ  ؕ  قَالَ بَلْ لَّبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ اِلٰى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۚ  وَانْظُرْ اِلٰى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ اٰيَةً لِّلنَّاسِ وَانْظُرْ اِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُـنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوْهَا لَحْمًا   ؕ  فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗ  ۙ  قَالَ اَعْلَمُ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?" Lalu Allah mematikannya (orang itu) selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) bertanya, "Berapa lama engkau tinggal (di sini)?" Dia (orang itu) menjawab, "Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari." Allah berfirman, "Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang-belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang-belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, "Saya mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." [QS. Al-Baqarah: Ayat 259]

Kata ننشزها (nunsyizuhaa) dapat diibdalkan (diganti) dengan kata ننشرها (nansyiruhaa).

وَتَكُوْنُ الْجِبَالُ  كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوْشِ  ؕ 

dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
[QS. Al-Qari'ah: Ayat 5]

Lafadz كالعهن (kal'ihni) dapat diganti dengan lafadz كالصوف (kashshuufi).

7). Perbedaan karena lahjah (dialek)

Diantaranya meliputi bacaan tafkhim (tebal), tarqiq (tipis), fathah, imalah, idzhar, idgham, hamzah, tashil, isymam dan lain-lain.

Seperti membaca imalah dan tidak imalah pada lafadz موسى

وَهَلْ اَتٰٮكَ حَدِيْثُ مُوْسٰى ۘ 

Dan apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
[QS. Ta Ha: Ayat 9]

Mentashilkan atau tidak mentashilkan pada lafadz قد افلح

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ 

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman [QS. Al-Mu'minun: Ayat 1]

5. Menurut segolongan ulama bahwa tujuh huruf bermakna non-harfiah yakni bukan yang dimaksud bilangan antara enam dan delapan tetapi angka tujuh sebagai lambang atau isyarat kesempurnaan atau isyarat yang kompleks sebagaimana tradisi bangsa Arab.

Dengan demikian, tujuh huruf dalam hal ini dimaknai sebagai lambang kesempurnaan atau bermakna banyak seperti tujuh puluh, tujuh ratus dan sebagainya.

6. Dalam pendapat yang lain, yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh orang imam qiraat (qira'ah sab'ah).



No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...