Thursday, March 29, 2018

Hukum Memperingati Isra' Mi'raj dan Hikmahnya


Umat Islam sudah tidak asing lagi dengan peristiwa Isra' dan Mi'raj karenanya umat Islam Sunni memperingatinya setiap tahun. Peringatan ini biasanya diadakan dimasjid, Majelis Taklim atau tempat terbuka bahkan diadakan oleh negara sebagai peringatan hari libur nasional.

Isra' adalah perjalanan malam Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis di Palestina. Sedang mi'raj adalah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa kelangit yang ketujuh.

Isra' dan Mi'raj dalam aqidah Islam merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada pertengahan masa kerasulan Nabi antara tahun ke-11 sampai tahun ke-12 hijrah sejak Nabi mengumumkan bahwa Allah telah mengutus malaikat Jibril untuk menjadikan Nabi Muhammad sebagai Rasul dan risalah keagamaan yang harus disampaikan kepada kabilah Quraisy secara khusus dan kepada manusia seluruhnya secara umum. Dan bahwa kerasulan Muhammad adalah sebagai penyempurna dan terakhir bagi risalah samawi Rasul-rasul terdahulu.

Isra' adalah perjalanan malam Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis (Al-Aqsa) di Palestina. Sedang mi'raj adalah perjalanan Nabi Muhammad dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke langit atau sidratul muntaha.

Peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah salah satu mukjizat Nabi Muhammad. Dan karena itu ulama sepakat bahwa bahwa Nabi melakukannya dengan ruh dan jasadnya.

Terjadi perbedaan ulama tentang kapan hari, bulan dan tahun terjadinya peristiwa Isra' Mi'raj itu terjadi. Berikut beberapa pendapat tentang waktu peristiwa Isra' Mikraj:

1. Malam Senin, tanggal 12 bulan Rabiul Awal (tanpa tahun).
2. Bulan Rabiul Awwal, setahun sebelum hijrah yakni saat Nabi berada di Makkah.
3. Bulan Dzul Qa'dah 16 bulan sebelum hijrah.
4. 3 (tiga) tahun sebelum hijrah.
5. 5 (lima) tahun sebelum hijrah.
6. 6 (enam) tahun sebelum hijrah.
7. 27 Rajab

Umumnya ulama sepakat bahwa Isra' itu terjadi satu kali di Makkah yakni setelah Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul dan sebelum hijrah ke Madinah.

Berkaitan dengan dalil peristiwa Isra dan Mi'raj yakni QS Al-Isra' 17:1

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Hadits sahih riwayat Bukhari yang dikenal dengan hadits Mi'raj dan teksnya cukup panjang menceritakan secara detail tentang peristiwa mi'raj-nya Nabi dari Masjid Al-Aqsa ke langit. Perbedaan pun terjadi tentang apakah Isra' Mi'raj-nya Nabi terjadi dengan ruh dan badan atau hanya ruh saja.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa Isra' Mi'raj Nabi terjadi dengan jiwa dan raga dan dalam keadaan bangun (tidak tidur). Dan karena itulah banyak kaum kafir Quraisy yang tidak percaya akan peristiwa ini. Dan banyak kaum kafir saat ini yang juga tidak percaya. Itulah mukjizat yang memang bertujuan untuk menguji kekuatan iman seseorang.

Yang utama yang berpendapat demikian adalah kalangan ahli tafsir utama seperti At-Tabari, Ibnul Arabi, Ibnu Katsir, Al-Baghawi, Al-Baidhawi, Al-Qurtubi.

Asy-Syaukani dalam kitab Fathul Qadir mengatakan:

والذي دلت عليه الأحاديث الصحيحة الكثيرة هو ما ذهب إليه معظم السلف والخلف من أن الإسراء بجسده وروحه يقظة

Adapun yang ditunjukkan oleh sejumlah hadits sahih itulah pendapat yang diambil oleh mayoritas ulama salaf dan khalaf bahwa Isra'-nya Nabi Muhammad itu dengan jasad dan ruhnya serta dalam keadaan tidak tidur (bukan dalam mimpi).

Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi menyatakan:

ثبت الإسراء في جميع مصنفات الحديث، وروي عن الصحابة في كل أقطار الإسلام فهو من المتواتر بهذا الوجه,

Masalah Isra' Mi'raj ini sudah jelas disebut secara eksplisit dalam kitab-kitab hadits yang diriwayatkan oleh para Sahabat. Semua sepakat (mutawatir) bahwa kejadian tersebut dengan badan dan ruh Nabi.

Tidak ada dalil dari Quran maupun hadits yang menyatakan bahwa Isra' Mi'raj sebagai salah satu hari besar yang patut diperingati. Juga tidak ada contoh dari Nabi bahwa beliau pernah memperingati atau merayakan Isra' Mir'raj. Berangkat dari fakta ini maka terdapat perbedaan (ikhtilaf) ulama tentang boleh dan tidaknya umat Islam memperingati Isra' Mi'raj. Perbedaan itu seperti biasa terjadi antara ulama Ahlussunnah Waljamaah dan kelompok Salafi Wahabi.

PENDAPAT ULAMA YANG MENGHARAMKAN DAM MEMBOLEHKAN PERINGATAN ISRA' MI'RAJ

Dalil Quran

Ulama Wahabi menganggap peringatan Isra' Mi'raj adalah bid'ah dan haram dilakukan oleh umat Islam karena dianggap mengada-ngada sesuatu yang tidak ada pada zaman Nabi atau tidak berdasar pada dalil Quran dan Sunnah.

Muhammad bin Ibrahim Alus-Syaikh, mufti Kerajaan Arab Saudi, menyatakan: Peringatan Isra' Mikraj tidak disyariatkan oleh agama dengan dalil dari Al-Quran, hadits, istishab dan logika.

Ia menambahkan, dalil dari Quran jelas disebut dalam QS Al-Maidah 5:3 "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. ";

QS An-Nisa 4:59 "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.";

QS Ali Imran 3:31 "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ";

QS An-Nur :63 "maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."

Dalil Hadits

Ada dua hadits yang dipakai dalil oleh kalangan Wahabi, yang paling populer adalah hadits bid'ah riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang mengada-ngada dalam perkara yang tidak berasal dariku maka tertolak. Dalam riwayat Muslim dengan kalimat: Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan dariku maka ia tertolak" (Teks Arab: atau من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد atau من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد).

Hadits kedua riwayat Tirmidzi dan dinilai sahih olehnya, juga Ibnu Majah, Ibnu Hibban Rasulullah bersabda: Takutlah mengada-ngada dalam sesuatu. Karena setiap sesuatu yang baru adalah sesat (Teks Arab: إياكم ومحدثات الأمور, فإن كل محدثة ضلالة).

Dalil Istishab

Bahwa peringatan Isra' Mi'raj dianggap sebagai ibadah. Sedangkan ibadah bersifat tawqifiyah (tuntunan langsung dari Allah dan Rasul-Nya). Tanpa itu maka dianggap haram. Karena hukum asal dari ibadah adalah haram sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya (Teks Arab dari kaidah ini adalah: لإصل في العبادة ا لتحريم حتي يدل الدليل علي تحليله)

Pendapat ulama Salafi Wahabi yang lain seperti Abdullah bin Baz dan, Ibn Uthaimin kurang lebih sama.

Tinjauan kritis atas pendapat Ulama Wahabi

Walaupun dalil Al-Quran dan hadits yang dibuat dasar tidak salah, namun dalil-dalil tersebut tidak relevan dengan topik yang dibahas yakni peringatan Isra' Mikraj. Tidak ada satupun dalil yang dipakai menyebutkan atas haramnya memperingati Isra' Mi'raj. Dengan kata lain, dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil umum yang oleh ulama Wahabi dipakai dan dipaksakan untuk kasus peringatan Isra' Mi'raj.

Adapun logika istishab dimana Wahabi menganggap bahwa masalah Isra' dan Mi'raj adalah masalah ibadah tidaklah tepat. Karena masalah ibadah dalam Islam itu sudah jelas seperti shalat, haji, umrah dan puasa. Peringatan Isra' dan Mi'raj tidak beda dengan acara pertemuan biasa atau rapat umum yang lalu diisi dengan ceramah atau taushiah. Jadi, dimana letak ibadahnya?

Peringatan Isra' Mi'raj lebih tepat disebut sebagai masalah muamalah atau masalah non-ibadah yang menurut kaidah fiqih hukum asalnya adalah halal dan boleh sampai ada dalil yang menunjukkan atas keharamannya (Teks Arab: الإصل في الأشياء الإباحة حتي يدل الدليل علي تحريمه)

Kesimpulan

Peringatan Isra' Mi'raj menurut ulama Ahlussunnah Waljamaah adalah boleh walaupun tidak ada pada zaman Nabi dan Sahabat karena ia merupakan masalah muamalah atau non-ibadah sebagaimana peringatan Maulid Nabi. Dan hukum asal dari masalah muamalah atau non-ibadah adalah boleh. Sedangkan menurut ulama Salafi Wahabi hukumnya haram karena dianggap masalah ibadah dan hukum asal dari masalah ibadah adalah haram.

Dengan perbedaan pendapat ini, hendaknya umat Islam yang berbeda golongan dapat saling menghormati. Bagi yang tidak memperingatinya maka sah-sah saja dan jangan mencela atau menuduh sesat bagi yang memperingatinya. Apalagi jika tuduhan tersebut disebarkan secara luas maka akan membawa dampak yang buruk bahkan dapat menyulut konflik.

Umat Islam di Indonesia yang mayoritas Aswaja-Sunni akan senantiasa melestarikan tradisi peringatan Isra' dan Mi'raj. Siapapun kelompok yang menyerangnya atau mencelanya maka akan mendapat perlawanan keras dari Aswaja-Sunni.


Berikut hikmah dari peristiwa Isra' dan Mi'raj diantaranya:

1. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan yang nyata, bukan perjalanan ruhani/mimpi atau khayalan.

Sungguh tak bisa dibayangkan apabila perjalanan Isra’ Mi’raj yang Rasulullah jalankan merupakan hanya perjalanan ruhani alias hanya mimpi, karena jika hal itu yang terjadi maka perjalanan Isra’ Mi’raj tidak ada bedanya dengan wahyu-wahyu yang Rasulullah terima baik melalui bisikan Jibril maupun dari mimpi. Sehingga peristiwa Isra’ Mi’raj tidak bisa dijadikan pembuktian keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sepulangnya Rasulullah dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj-nya, beliau mengumumkan tentang apa yang telah dialaminya semalam kepada kaumnya. Dan sebagaimana yang diceritakan oleh Rasulullah bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut sebuah perjalanan yang dilakukannya dengan jiwa dan ruhnya, maka seketika itu banyak dari kaum Quraisy yang menentang dan mencemoohnya dengan sebutan ‘gila’.

Kaumnya beranggapan mana mungkin perjalanan dari Masjidil Haram yang di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di negeri Syam (Palestina) hanya dengan waktu semalaman, padahal mereka jika hendak ke negeri Syam untuk berdagang membutuhkan waktu hingga 1 bulan lamanya. Tak pelak peristiwa Isra’ Mi’raj yang menurut mereka tidak masuk akal membuat beberapa orang yang baru masuk Islam tergoyahkan keimanannya dan kembali menjadi murtad.

2. Isra’ Mi’raj adalah jamuan kemuliaan dari Allah, penghibur hati, dan pengganti dari apa yang dialami Rasulullah SAW ketika berada di Thaif yang mendapatkan penghinaan, penolakan dan pengusiran.

Sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, Rasulullah SAW terus mengalami ujian yang sangat berat. Mulai dari embargo ekonomi hingga dikucilkan dari kehidupan sosial yang dilakukan oleh Kaum Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kemudian cobaan yang sangat berat diterima oleh Rasulullah SAW adalah meninggalnya orang-orang yang terkasihinya dalam waktu yang berdekatan yaitu meninggalnya pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib serta istrinya tercinta Khadijah yang selalu menemaninya dan mendukungnya dengan jiwa, raga dan hartanya dalam perjalanan dakwah Rasulullah. Lalu hingga pengusiran, penolakan dan penghinaan kepada apa yang Rasulullah dakwahkan kepada penduduk kota Thaif.

3. Isra’ bukanlah peristiwa yang sederhana. Tetapi peristiwa yang menampakkan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang paling besar.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat Al-Isra’: 1 dan An-Najm: 13-18 bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan pembuktian dan menampakkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling besar. Peristiwa Isra’ Mi’raj mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada yang tidak bisa Allah lakukan, dan hal tersebut terkadang masih saja di antara kita yang meragukan tentang kekuasaan Allah yang sangatlah besar, sehingga membuat kita menjadi ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya.

4. Peristiwa Isra’ Mi’raj membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Rasulullah adalah bersifat universal.

Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram yang ada di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di Syam melintasi ribuan kilometer yang jauh dari Mekah tempat Rasulullah dilahirkan, hal ini Allah ingin membuktikan bahwa ajaran yang Rasulullah bawa bukan hanya untuk penduduk Mekah saja tetapi untuk seluruh wilayah yang ada di bumi ini. Setibanya Rasulullah SAW di Masjidil Aqsha, beliau memimpin shalat para Nabi dan Rasul-Rasul Allah. Hal tersebut menandakan bahwa baginda Rasulullah SAW merupakan pemimpin dan penghulu para Nabi dan Rasul yang telah Allah turunkan sebelumnya. Dan agama Islam beserta syariatnya yang Rasulullah bawa menjadi ajaran dan syariat yang berlaku untuk seluruh kaum dan umat manusia di seluruh dunia.

5. Dalam Isra’ Mi’raj diturunkannya perintah shalat wajib 5 kali dalam sehari.
Ketika Rasulullah sampai di Sidratul Muntaha dan menghadap kepada Allah, lalu Allah menurunkan syariat shalat 5 waktu kepada Rasulullah SAW dan kepada para umatnya. Dan perintah shalat yang Rasulullah terima menjadi perintah yang Rasulullah pegang erat dan Rasulullah teguhkan kepada umatnya agar jangan sampai umatnya melalaikannya, karena ibadah shalat menjadi kunci utama diterimanya amalan-amalan umatnya yang lainnya hingga sampai Rasulullah mewasiatkannya pada detik-detik meninggalnya Rasulullah saw.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...