Thursday, September 13, 2018

Ketika Asy-Syibli dituduh Pelit


Dalf bin Jahdar Asy Syibli, atau lebih dikenal dengan nama kunyahnya Abu Bakar Asy Syibli, adalah seorang tokoh dan ulama tasauf yang tinggal di Baghdad pada abad ke 3-4 hijriah. Suatu ketika ia sedang tafakkur, tiba-tiba ia mendengar seruan dalam hatinya, “Engkau bakhil (kikir)??”

Dengan tegas Asy Syibli menolak tuduhan dalam hatinya itu dan berkata (di dalam hati tentunya), “Aku tidak bakhil!!”

Tetapi suara itu terus-menerus ‘menuduhnya’ seperti itu, “Benar, engkau memang seorang yang bakhil!!”

Karena ia tak mampu menghentikan ‘suara-suara’ tuduhan itu, Asy Syibli ber-azam (berniat dengan tekad sangat kuat) dalam hatinya, “Jika aku menerima rizqi pada hari ini, aku akan menyedekahkan semuanya untuk orang miskin yang pertama kali aku temui!!”

Seperti kebanyakan ulama sufi pada zamannya, sebenarnya Asy Syibli tidak pernah menumpuk atau mengumpulkan harta, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi SAW dan para sahabat. Ia hidup sangat sederhana dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah. Bahkan tidak jarang pada malam harinya ia bercelak dicampur dengan garam agar matanya tetap terbuka, agar tidak tertidur, dan makin banyak terisi dengan ibadah demi ibadah.

Tidak begitu lama kemudian, datang seseorang yang menyedekahkan kepadanya uang sebanyak limapuluh dinar. Dinar adalah uang emas, dengan kadar sekitar 22 karat dan berat hampir 4 gram. Jadi 50 dinar adalah hampir 200 gram emas berkadar 22 karat. Dengan kurs sekarang ini, jika harga emas 22 karat adalah Rp 300.000,- per gram, itu berarti sekitar Rp 60 juta. Sesuai dengan yang diniatkannya, ia berjalan berkeliling untuk mencari seorang miskin, untuk memberikan 50 dinar tersebut.

Asy Syibli bertemu dengan seseorang yang buta dan tampak sangat miskin, dengan pakaian sangat sederhana sedang bercukur. Segera saja ia menghampirinya, setelah mengucap salam, ia menyerahkan uang itu semuanya, tidak satu dinar-pun ia menyisakan, walau saat itu ia tidak memiliki apapun, bahkan sekedar untuk makan. Orang yang sedang bercukur itu berkata, “Serahkan saja kepada tukang cukur ini!!” (Yakni, sebagai ongkos mencukur rambutnya).

Asy Syibli berkata, “Wahai tuan, ini adalah uang-uang dinar, dan jumlahnya 50 dinar!!”

Maksud Asy Syibli adalah terlalu banyak jika semunya itu untuk ongkos cukur, mungkin bisa disimpan sendiri oleh orang miskin dan buta itu, untuk memenuhi kebutuhannya dan memudahkan kehidupannya. Orang yang sedang bercukur itu mengangkat kepalanya, dan ‘memandang’ kepada Asy Syibli dengan matanya yang buta, kemudian berkata, “Bukankah telah dikatakan kepadamu, bahwa engkau adalah seorang yang bakhil!!”

Asy Syibli tersentak kaget, tidak disangkanya orang buta itu mengetahui ‘perdebatan’ yang sedang berlangsung dalam hatinya. Dan tidak disangkanya pula bahwa sedikit ‘rasa sayangnya’ untuk menyerahkan 50 dinar itu kepada tukang cukur sebagai bentuk dari rasa bakhilnya. Ia berpaling kepada tukang cukur itu, yang keadaannya-pun tampaknya tidak lebih baik daripada orang buta yang sedang dicukurnya. Tetapi ketika Asy Syibli menyerahkan 50 dinar itu, lagi-lagi ia mendapat ‘tamparan’ untuk yang kedua kalinya. Tukang cukur itu menolaknya dan berkata, “Wahai tuan, sejak orang buta ini duduk di hadapanku minta dicukur, aku telah berniat kepada Allah, tidak akan menerima bayaran apapun. Karena itu aku tidak mau menerima uang itu!!”

Asy Syibli berlalu dari dua orang miskin tersebut dengan menangis, sambil terus mengucap istighfar, kemudian ia membuang uang 50 dinar itu ke laut.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...