Sunday, July 29, 2018

Mengapa Saudi dan Negara Arab Enggan Membantu Perjuangan Palestina?


Kita pasti bertanya2 "mengapa Arab Saudi dan sekutu-sekutunya (Yordania, Kuwait, UEA, dan Irak (sekarang), tidak membantu Palestina yang dibombardir oleh Israel sehingga tercatat (hingga saat ini) 315 tewas dan ribuan luka-luka?"

Ketika pengajian lima tahun yang lalu dan saat ini, jawaban saya tetap sama yaitu : " karena mereka berfaham Wahabi !"

Mungkin orang akan menilai tendensius jawaban putri ini, mungkin juga orang akan menilai mengada-ada dan sebagainya. Tapi faktanya memang demikian. Wahabi dan Kerajaan Saudi Arabia adalah seperti dua sisi mata uang, saling melengkapi dan terkait erat. Kerajaan Saudi Arabia didirikan dengan dukungan penuh dari Yahudi (baca : Inggris) tahun 1843. Meskipun tertatih-tatih karena berhasil ditumpas oleh pemerintah yang sah Kerajaan Turki Utsmani, namun akhirnya mereka berhasil berkuasa hingga saat ini.

Dr. Abdullah Mohammad Sindi [ penulis buku The Arabs and the West: The Contributions and the Inflictions] menyampaikan fakta: “Walaupun kebengisan fanatis Wahabisme berhasil dihancurkan pada 1818, namun dengan bantuan Kolonial Inggeris, mereka dapat bangkit kembali. Setelah pelaksanaan hukuman mati atas Imam Abdullah al-Saud di Turki, sisa-sisa klan Saudi-Wahhabi memandang saudara-saudara Arab dan Muslim mereka sebagai musuh yang sesungguhnya (their real enemies) dan sebaliknya mereka menjadikan Inggeris dan Barat sebagai sahabat sejati mereka.”

Wahabi-Saudi dari awal memang sangat kental dengan cara-cara yang tidak Islami, yaitu, berkhianat, membunu dan berkawan dengan penjajah (Barat/Yahudi). Data dan fakta menunjukkan bahwa:

Gary Troeller, dalam bukunya The Birth of Saudi Arabia: Britain and the Rise of the House of Sa’ud (London: Frank Cass, 1976), p. 15-16, menyampaikan fakta bahwa: Ketika Inggeris menjajah Bahrain pada 1820 dan mulai mencari jalan untuk memperluas daerah jajahannya, Dinasti Saudi-Wahhabi, yang baru mulai dirintis menjadikan kesempatan ini untuk memperoleh perlindungan dan bantuan Inggeris.

Pada 1843, Seorang Imam Wahhabi (Madzhab Wahhabi), Faisal Ibn Turki al-Saud berhasil melarikan diri dari penjara di Cairo dan kembali ke Najd. Imam Faisal kemudian mulai melakukan kontak dengan Pemerintah Inggeris. Pada 1848, dia memohon kepada Residen Politik Inggeris (British Political Resident) di Bushire agar mendukung perwakilannya di Trucial Oman. Pada 1851, Faisal kembali memohon bantuan dan dukungan Pemerintah Inggeris.

Dan hasilnya, Pada 1865, Pemerintah Inggeris mengirim Kolonel Lewis Pelly ke Riyadh untuk mendirikan sebuah kantor perwakilan Pemerintahan Kolonial Inggeris dengan perjanjian (pakta) bersama Dinasti Saudi-Wahhabi.

Untuk mengesankan Kolonel Lewis Pelly bagaimana bentuk fanatisme dan kekerasan Wahhabi, Faisal mengatakan bahwa perbedaan besar dalam strategi Wahhabi : antara perang politik dengan perang agama adalah bahwa nantinya tidak akan ada kompromi, kami membunuh semua orang . Sebagaimana ditulis oleh Robert Lacey, dalam bukunya: The Kingdom: Arabia and the House of Saud (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1981), p. 145.

Pada 1866, Dinasti Saudi-Wahhabi menandatangani sebuah perjanjian “persahabatan” dengan Pemerintah Kolonial Inggeris, sebuah kekuatan yang dibenci oleh semua kaum Muslim, karena kekejaman kolonialnya di dunia Muslim.

Perjanjian ini serupa dengan banyak perjanjian tidak adil yang selalu dikenakan kolonial Inggeris atas boneka-boneka Arab mereka lainnya di Teluk Arab (sekarang dikenal dengan : Teluk Persia).

Sebagai pertukaran atas bantuan pemerintah kolonial Inggris yang berupa uang dan senjata, pihak Dinasti Saudi-Wahhabi menyetujui untuk bekerja-sama/berkhianat dengan pemerintah kolonial Inggeris yaitu : pemberian otoritas atau wewenang kepada pemerintah kolonial Inggeris atas area yang dimilikinya.

Perjanjian yang dilakukan Dinasti Saudi-Wahhabi dengan musuh paling getir bangsa Arab dan Islam (yaitu : Inggeris), pihak Dinasti Saudi-Wahhabi telah membangkitkan kemarahan yang hebat dari bangsa Arab dan Muslim lainnya, baik negara-negara yang berada di dalam maupun yang diluar wilayah Jazirah Arab.


Maka ini membangkitkan semangat seorang patriotik bernama al-Rasyid dari klan al-Hail di Arabia tengah dan pada 1891, dan dengan dukungan orang-orang Turki (kerajaan Turki Utsmani), al-Rasyid menyerang Riyadh lalu menyerang klan Saudi-Wahhabi. sehingga beberapa anggota Dinasti Saudi-Wahhabi berhasil melarikan diri ke Kuwait yang merupakan wilayah dibawah kekuasaan Kolonial Inggeris, untuk mencari perlindungan dan bantuan Inggeris.; di antara mereka adalah Imam Abdul-Rahman al-Saud dan putranya yang masih remaja, Abdul-Aziz (kelak dari Keturunannya lah lahir Raja, Faisal, Fahd dan Abdullah /Raja Arab saat ini).

Ketika di Kuwait, Abdul-Rahman dan putranya, Abdul-Aziz menghabiskan waktu mereka untuk “menyembah-nyembah” tuannya Inggris, mereka berhasil mendapatkan uang dan persenjataan serta bantuan lain untuk keperluan merebut kembali Riyadh. Namun ketika akan menyerbu Riyadh (pada akhir penghujung 1800-an), usia dan penyakit telah memaksa Abdul-Rahman untuk mendelegasikan Dinasti Saudi Wahhabi kepada putranya, Abdul-Aziz, yang kemudian menjadi Pemimpin dinasti Saudi-Wahhabi yang baru.

Melalui strategi licik dan Khas Yahudi, kolonial Inggeris di Jazirah Arab pada awal abad 20, yang dengan cepat menghancurkan Kekhalifahan Islam Utsmaniyyah dan sekutunya yaitu klan al-Rasyid secara kesuluruhan, dan dengan pasti Inggris memberi dukungan penuh kepada Imam baru Saudi-Wahhabi Abdul-Aziz.

Mulailah, kebengisan yang sangat jauh dari nilai-nilai Islam yang agung dan Mulia yaitu pembunuhan demi pembunuhan, sebagaimana ditulis oleh Said K. Aburish, dalam bukunya The Rise, Corruption and the Coming Fall of the House of Saud (New York: St. Martin’s Press, 1995), p. 14). Dia menyampaikan catatan : "Dengan dukungan kolonial Inggeris, uang dan senjata, Imam Wahhabi yang baru, pada 1902 akhirnya dapat merebut Riyadh. Salah satu tindakan biadab pertama Imam baru Wahhabi ini setelah berhasil menduduki Riyadh adalah menteror penduduknya dengan memaku kepala al-Rasyid pada pintu gerbang kota. Abdul-Aziz dan para pengikut fanatik Wahhabinya juga membakar hidup-hidup 1.200 orang sampai mati.

Imam Wahhabi Abdul-Aziz yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, sangat dicintai oleh majikan Inggerisnya. Banyak pejabat dan utusan Pemerintah Kolonial Inggeris di wilayah Teluk Arab sering menemui atau menghubunginya, dan dengan murah-hati mereka mendukungnya dengan uang, senjata dan para penasihat. Sir Percy Cox, Captain Prideaux, Captain Shakespeare, Gertrude Bell, dan Harry Saint John Philby (yang dipanggil Abdullah”) adalah di antara banyak pejabat dan penasihat kolonial Inggeris yang secara rutin mengelilingi Abdul-Aziz demi membantunya memberikan apa pun yang dibutuhkannya.

Dengan senjata, uang dan para penasihat dari Inggeris, berangsur-angsur Imam Abdul-Aziz dengan bengis dapat menaklukan hampir seluruh Jazirah Arab di bawah panji-panji Wahhabisme untuk mendirikan Kerajaan Saudi-Wahhabi ke-3, yang saat ini disebut Kerajaan Saudi Arabia.

Ketika mendirikan Kerajaan Saudi, Imam Wahhabi, Abdul-Aziz beserta para pengikut fanatiknya, dan para “tentara Tuhan”, melakukan pembantaian yang mengerikan, khususnya di daratan suci Hijaz. Mereka mengusir penguasa Hijaz, Syarif, yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw.

Pada bulan Mei 1919, di Turbah, di tengah malam dengan cara pengecut dan buas mereka menyerang angkatan perang Hijaz, membantai lebih 6.000 orang.

Dan pada bulan Agustus 1924, sama seperti yang dilakukan orang barbar, tentara Saudi-Wahabi mendobrak memasuki rumah-rumah di Hijaz, kota Taif, mengancam mereka, mencuri uang dan persenjataan mereka, lalu memenggal kepala anak-anak kecil dan orang-orang yang sudah tua, dan mereka pun merasa terhibur dengan raung tangis dan takut kaum wanita. Banyak wanita Taif yang segara meloncat ke dasar sumur air demi menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan tentara-tentara Saudi-Wahhabi yang bengis.

Tentara primitif Saudi-Wahhabi ini juga membunuhi para ulama dan orang-orang yang sedang melakukan shalat di masjid; hampir seluruh rumah-rumah di Taif diratakan dengan tanah; tanpa pandang bulu mereka membantai hampir semua laki-laki yang mereka temui di jalan-jalan; dan merampok apa pun yang dapat mereka bawa. Lebih dari 400 orang tak berdosa ikut dibantai dengan cara mengerikan di Taif. [Quoted in Robert Lacey, The Kingdom: Arabia and the House of Saud (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1981), p. 145. dan William Powell, Saudi Arabia and Its Royal Family (Secaucus, N.J.: Lyle Stuart Inc., 1982) 

Dan selanjutnya yang terjadi adalah penghancuran situs-situs penting Islam (data terakhir Rumah tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW yang sebelumnya adalah Perpustakaan juga sudah dihancurkan dengan alasan perluasan masjidil haram !!), makam-makam para keluarga, sahabat nabi diratakan dengan tanah dengan alasan hal itu bisa menyebabkan syirik dan mereka (Wahabi) menyebut orang yang menghormati makam-makam tersebut dengan istilah "Quburiyyun", mem-bid'ahkan Maulid Nabi, memberantas tasawuf, menentang madzhab dan sebagainya. Simbol "Muwahidun" yang mereka kenakan dipakai untuk menghancurkan Ahlul bait,bahkan lebih gila lagi akan membongkar kubah hijau Makam Rasulullah SAW di Madinah, dengan alasan bahwa "Tidak Boleh mendirikan bangunan di Atas Kuburan."

Maka kerisauan dunia Islam saat itu sudah mencapai puncaknya termasuk Ulama-Ulama Indonesia (baca : NU) sudah sangat khawatir mengenai Gerakan Wahabi ini, maka para ulama yang berpengaruh berkumpul di Surabaya pada 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H, Di antaranya KH Hasyim Asy'ari (Jombang), KHR Asnawi (Kudus), KH Wahab Hasbullah (Jombang), KH Bisri Syansuri (Jombang), KH Nawawie bin Noerhasan (Sidogiri Pasuruan), KH Ma’shum (Lasem), KH Nachrowi (Malang), KH Ndoro Muntaha (Bangkalan), KH Ridwan Abdullah (Surabaya), dan KH Mas Alwi Abdul Aziz (Surabaya). Memutuskan untuk mengirimkan delegasi ke Kongres Dunia Islam (Muktamar Khilafah) di Mekah dengan nama "Komite Hijaz", untuk memperjuangkan dan mengingatkan kepada Raja Saud agar hukum-hukum menurut mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali) mendapat perlindungan dan kebebasan dalam wilayah kekuasaannya.

Delegasi Komite Hijaz terdiri dari KH Wahab Hasbullah, Syekh Ghanaim al-Mishri, dan KH Dahlan Abdul Kohar. Utusan para ulama pesantren itu, alhamdulillah, berhasil dan diterima baik oleh penguasa Saudi. Raja Saudi menjamin kebebasan ber-amaliah dalam madzhab empat di Tanah Haram dan tidak ada penggusuran makam Nabi Muhammad SAW.

Peristiwa demi peristiwa terjadi, raja Saudi terus berganti, akan tetapi "Platform" mereka tetap sama yaitu Wahabisme, berkawan dengan Amerika, Inggris (dan tentunya Yahudi) meskipun tidak Nampak di permukaan, "menyerang" Ahlus Sunnah (meskipun mereka mengaku Ahlus sunnah, dan sebagai pengikut Salafus-Shalih), membid'ahkan Maulid, men-jahilkan saudara-saudara Muslim yang tidak sepaham (maka jangan heran bila Anda pergi Haji disamping diberi Gratis Kitab Suci Al Qur'an, juga dibagi Buku-buku terbitan Kerajaan Saudi, yang isinya mem-bid'ah-kan Maulid, men-jahilkan- amaliah-amaliah Jamaah haji Indonesia dan Negara lain dsb)

Gerakan Sistematis Wahabisme ini sudah masuk ke Indonesia, melalui "perebutan Masjid-masjid NU", mem-bid'ahkan amalan-amalan tertentu, bahkan meng-kafirkan saudara muslim, bahkan ada Radio AM di kawasan Bogor yang isi siarannya seakan bermotto " Tiada hari Tanpa Istilah Bid'ah" .

Maka, …tidak heran putri ketika Tahun Baru Hijiriah 1430 H, Kota Gaza Palestina di Bombardir, dan Korban Sipil berjatuhan, Negara Arab Saudi, jangankan membatu, berkomentar saja tidak. Setali tiga Uang, ulama-ulama Kibar Saudi (semacam MUI-nya Indonesia) juga tidak ada Fatwa-nya, padahal mereka sangat produktif mengeluarkan fatwa mengenai "Haram-nya peringatan Maulid Nabi SAW", Sesatnya Syi'ah dll. Hanya kadang-kadang doa saja seperti yang dibaca Syeikh Abdurrahman Sudais pada Qunut Witir di Bulan Ramadhan, atau pada saat doa khutbah shalat Jum'at.

Maka,..Tidak heran yang berani melawan Israel dengan gigih adalah Iran - karena merasa sebagai ahlul Bait -keturunan Nabi Muhammad SAW (bahkan saat ini membuka pendaftaran relawan syuhada untuk bertempur dengan Zionis Israel) dan sudah terbukti tahun 2006 ketika Syeik Hasan Nasrallah (pemimpin Hezbollah Lebanon) menang telak dengan Israel.

Maka,...putri dan rakyat indonesia sangat mendukung apa yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, membantu Palestina dengan material dan obat-obat an, mari galang kekuatan untuk mematahkan dominasi Israel, mari dukung dengan  apa yang kita punya, Insya Allah, yang dhalim akan hancur. 

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...