Wednesday, August 22, 2018
Adakah Keadilan Hukum bagi Meiliana?
Profesor Sumanto Al-Qurtuby dalam akun facebooknya memberikan kritikan pedas atas vonis janggal yang dijatuhkan pengadilan kepada Meiliana, berikut tulisannya:
Meiliana dihukum penjara hampir 2 tahun karena tuduhan penodaan agama itu sejatinya karena mengkritik azan yang hukumnya sunah dan si toa yang produk “kebudayaan kapir” itu. Ini kan luar biasa sekali. Maksudku, luar biasa dungu dan konyol
Banyak sekali kejadian atau peristiwa konyol di Indonesia. Banyak sekali putusan-putusan pengadilan yang penuh dengan kekonyolan di Tanah Air.
Kita masih ingat sekali kasus hukum “tragedi Surat Al-Maidah” yang menimpa Koh Ahok yang sangat menghebohkan itu.
Orang yang masih punya akal sehat dan waras hati nuraninya pasti akan mengatakan Ahok itu sama sekali tidak bersalah. Orang yang masih punya idealisme tinggi pasti akan membela Ahok karena memang ia tidak melakukan kesalahan.
Tapi apa yang terjadi? Ahok divonis salah melakukan “penodaan agama” dan dihukum penjara. Sebuah ironi lembaga peradilan yang luar biasa. Sebuah tontonan peristiwa hukum yang penuh kekonyolan dan dagelan.
Padahal, berpuluh-puluh saksi ahli dihadirkan, berbagai ulama, ahli hukum Islam, dan ahli tafsir Al-Qur’an ternama dihadirkan sebagai saksi di persidangan, baik ahli dari dalam negeri maupun Luar Negeri, baik ulama Nusantara maupun ulama Arab, tetapi sia-sia belaka. Tak ada gunanya sama sekali. Muspro-njepro.
Tak ada gunanya para saksi ahli yang hebat-hebat itu kalau para pengambil keputusan dan pemegang palunya kupingnya budeg, hatinya macet, akal sehatnya mampet, apalagi ditambah dengan mental pengecut dan tuna-idealisme.
Ahok adalah korban dari persekongkolan jahat para politisi busuk, konglomerat rakus, dan tokoh agama bodong.
Saya lihat sudah berkali-kali lembaga peradilan di Indonesia melakukan putusan-putusan hukum yang sangat konyol.
Maling ayam divonis berat, koruptor alias garong duit rakyat malah divonis ringan. Para pelaku kekerasan terhadap umat dan kelompok agama lain serta pengrusak rumah-rumah ibadah umat lain dibiarkan bergentayangan dimana-mana, dan hanya sesekali divonis sebulanan.
Sementara itu, yang menjadi korban kekerasan justru dihukum berat dan dibiarkan merana tanpa perlindungan hukum memadai. Lihatlah nasib yang menimpa warga Ahmadiyah, Syiah, Gafatar, dan masih banyak lagi kelompok minoritas, baik Muslim maupun non-Muslim yang menjadi korban ketidakadilan hukum yang penuh dengan parodi aksi-aksi teatrikal.
Terakhir, lagi-lagi, dunia hukum kita dipertontonkan dengan aksi akrobatik yang penuh kekonyolan: Bu Meiliana dihukum penjara 1,8 bulan karena dijerat dengan pasal “penodaan agama” hanya karena memprotes penggunaan toa atau pengeras suara di masjid yang terlalu keras! Sementara para pelaku pembakaran dan pengrusakan vihara & kelenteng hanya dihukum sebulanan dan dibiarkan berkeliaran.
Sejak kapan toa dianggap sebagai bagian dari ajaran dan doktrin agama Islam sehingga mengkritiknya dianggap sebagai “penistaan Islam”? Bukankah toa itu “produk kebudayaan kapir” yang konon diciptakan oleh Ernst Siemens di abad ke-19?
Bukankah Nabi Muhammad SAW sendiri tak pernah menggunakan toa karena memang belum ada teknologi itu di zamannya? Bukankah, dengan demikian, penggunaan toa itu berarti sebagai salah satu bentuk “bid’ah” karena tak pernah dilakukan oleh nabi.
Sejak kapan azan (panggilan shalat) dianggap sebagai bagian esensial dan integral dari ajaran dan doktrin Islam? Bukankah azan itu hukumnya sunah saja yang boleh ditinggalkan? Lalu, kenapa protes itu dianggap sebagai “penodaan agama Islam” dan si pemrotes dikenai hukuman 1,8 bulan penjara?
Baca bagian lain: Tiga Teori Fiqih dalam Memahami Hukum Vaksin
Jadi, Bu Meiliana dihukum penjara hampir 2 tahun karena tuduhan penodaan agama itu sejatinya karena mengkritik azan yang hukumnya sunah dan si toa yang produk “kebudayaan kapir” itu. Ini kan luar biasa sekali. Maksudku, luar biasa dungu dan konyol. (ARN)
https://arrahmahnews.com/2018/08/23/prof-sumanto-meiliana-dan-vonis-konyol-pengadilan/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Banyak warganet yang bekomentar negatif atas informasi yang beredar luas melalui media sosial terkait Workshop Al-Qur’an Nusantara yang...
-
A. Secara Etimologis (Bahasa) 1. Menurut Al-Lihyani (w. 215 H) Kata Al-Qur'an berasal dari bentuk masdar dari kata kerja (fi...
-
Suku Chaniago adalah suku asal yang dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang yang merupakan salah satu suku induk di Minangkabau selain su...
-
Ini adalah sampul kitab berjudul “Risâlah Silsilah al-Tharîqatain al-Qâdiriyyah wa al-Naqsyabandiyyah” karangan Syaikh Abdul Karim Banten...
-
Beliau (Sofyan Tsauri) sampai berani bersumpah atas nama ALLAH bahkan berani Bermubahalah jika ada yang menuduh dia berdusta atas apa yan...
-
Syeikh Muhammad Mukhtar Atharid (Maha Guru Ulama Nusantara dari Bogor, ulama besar di Mesjidil Haram Mekkah pada masa Negara Saudi dibaw...
-
Oleh Rijalul Wathon Al-Madury Sayyid Kamal al-Haydari yg dengan nama lengkap Kamal bin Baqir bin Hassan al-Haydari (السيد كمال بن باقر ...
-
Info dari Ustadz Muafa (Syaikhul Pramukiyyin /Mantan Syabab HT), yaitu berkaitan dgn para senior/pembesar HT Pusat, khususnya yg ada di ...
-
Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyataka...
-
Risalah ‘Amman (رسالة عمّان) dimulai sebagai deklarasi yang di rilis pada 27 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan 9 November 2004 M oleh...
No comments:
Post a Comment