Sunday, October 14, 2018

Menag, Mairil dan Eks-HTI


Tiga hal yang beda, tapi saya gabungkan karena terkait dengan perspektif saya berikut ini.

Saya punya teman dosen di kampus antah berantah yang gencar mempromosikan salah satu capres idamannya dg tanpa henti dan tanpa lelah di grup medsos kami. Tentu semangat promosinya saya apresiasi walau terkadang  "over".

Baru saja dalam grup medsos kami,  disebar video pak Menag yang bicara ttg kelompok LGBT.  Selanjutnya teman saya ini bertanya apa saya setuju dan mendukung pak Menag?

Saya jawab bahwa komentar pak Menag itu kata kuncinya adalah membantu persoalan mereka (LGBT). Membantu persoalan mereka ini saya maknai kita rangkul mereka yang secara bertahap  untuk "disadarkan". Jadi mereka kita pandang dg welas asih,  bukan dimusuhi. Karena memusuhi mereka juga tidak bisa menyelesaikan persoalan mereka.

Jawaban saya di atas klop dg klarifikasi Pak Menag, setelah baru saja  saya tabayun, beliau menjawab,   "Tayangan video itu  pada Agustus 2016 lalu. Ada bagian-bagian yg sengaja dipotong yg bisa menimbulkan kesimpulan yg salah.
Prinsipnya, saya tentu menolak perilaku LGBT karena hal itu melanggar ajaran agama. Tapi saya berpandangan bahwa mereka (yg karena satu dan lain hal) melakukan perilaku yg menyimpang dari ajaran agama itu justru harus 'dirangkul' (didampingi, diayomi, dibimbing) agar tidak lagi melakukan perilaku seperti itu. Mereka mestinya tidak justru dihina, dinista, dikucilkan, dan ditiadakan. Fungsi agama dan tugas agamawan adalah mendampingi mereka yg 'menyimpang' dari ajaran agama agar kembali ke ajaran agama.
Sebagai Menag, konteks pandangan saya itulah yg merupakan pengamalan 'dakwah', mengajak kepada kebaikan. Agama itu mengajak, bukan mengejek."

Cara merangkul yang baik salah satunya adalah  seperti yang dilakukan oleh seorang kiai  dengan mendirikan pondok waria. Saat kiai itu ke rumah saya di Tambakberas,  saya tanya ttg pondok waria yg "kontroversial" itu,  beliau dg bijak  bilang,  "Mereka adalah makhluknya gusti Allah."

Saya lanjutkan ucapan saya ke teman dosen itu,  "Secara pribadi,  sebenarnya saya tidak nyaman kalau mendengar kata mairil dan sejenisnya. Tapi ketidaknyamanan ini tidak harus digemborkan dalam bentuk membenci dan memusuhi. Saat pilpres ini sudah terlalu banyak yg kita benci.  Kalau dalam hidup ini kebanyakan yang kita benci,  lalu apa yg akan kita cintai? 

Lain waktu,  dan lain kesempatan,  serta lain orang,  saya pernah ditanya kenapa saya benci banget dg HTI yang sesama Islam? Tapi dg yg lain saya dianggap penuh kasih sayang.

Saya jawab,  "Anda salah paham kalau bilang bahwa saya benci banget. Saya menyuarakan dan bahkan menjadi saksi ahli pihak pemerintah terkait pembubaran eks-HTI adalah dalam rangka kasih sayang dan menyadarkan mereka. Gertakan yg saya lakukan ya kayak kita menggertak anak kita dlm rangka mendidik."

Dalam sejarah ada kisah bagaimana kasih sayang NU diwujudkan dalam dua "wajah"; keras dan lembut. Pada tahun 1958 di Sumatera Barat (Sumbar) terjadi huru hara PRRI/Permesta yang dilakukan oleh eks-Masyumi. 

Saat itu PBNU dg cepat memutuskan bahwa peristiwa itu sbg pemberontakan.  Sekalipun demikian,  KH.  Wahab Chasbullah pada Muktamar NU tahun 1959 mengatakan bahwa keputusan utk menyebut mereka sbg pemberontak  itu dikeluarkan dg hati yg pilu.  Tidak hanya pilu, PBNU  terjun lsg utk menolong korban dan keluarga dari pihak pemberontak dan menyumbang logistik.

Sama dg kasus eks-HTI, saya dalam seminar di mana-mana selalu bilang ke mereka,  mari ikut ormas Islam yang ada di Indonesia utk mengisi dan membangun NKRI,  bukan meruntuhkannya dan menggantinya dg khilafah.  Termasuk saat ketemu dg ketua DPP HTI, Rahmat Labib pasca seminar di Universitas Jember,  saya candai sambil saya bilang,  "Mari,  masuk NU saja." Demikian juga saat sidang di pengadilan, di hadapan jubir HTI,  saya bilang hal yang sama.

Ainur Rofiq Al Amin
Padepokan Al Hadi 2 Bahrul Ulum Tambakberas

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...