Dalam bahasa Arab kata as-shurah diartikan sebagai timtsal (patung). Adapun yang banyak beredar saat ini hanyalah hasil tangkapan dari bayangan.
Imam Muhammad Bakhit al-Muthi’i, mantan Mufti Mesir mengarang buku yang berjudul “al-Jawab as-Syafi fi Ibahat Tashwir al-Fotografi”. Beliau menjelaskan, “Seperti ketika anda duduk di depan cermin lalu anda pergi dan cermin itu menangkap gambar anda.” Gambar-gambar seperti ini hanyalah hasil tangkapan dari bayangan, bukan shurah haqiqi seperti yang disebutkan di dalam hadits.
Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam memperbolehkan perayaan pernikahan di rumah. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam pernah suatu kali ada sebuah tirai yang dilukis dengan gambar yang jelas. Gambar ini membuat Rasulullah tidak khusuk ketika shalat. Karena itu Rasulullah menyobeknya. Setelah Rasulullah menyobeknya, Sayyidah Aisyah menggunakan sobekan-sobekan tersebut sebagai bantal. Dengan demikian gambar tersebut terdapat di dalam rumah dan tidak mencegah malaikat masuk. Karena yang mencegah datangnya malaikat adalah patung yang sempurna. Bahkan sebagian ulama berpendapat, “Patung yang disembah.” Yaitu yang biasa disembah oleh manusia dan sebagainya. Patung-patung seperti inilah yang menjadi perdebatan ulama.
Kemudian, sang Mufti bertanya tentang tokoh-tokoh kartun. Mickey Mouse, Donald Duck, Druffi, dan lainnya. Tokoh-tokoh kartun sudah menyebar di seluruh dunia, memiliki gambar. Gambar-gambar seperti ini ditempelkan di suatu tempat oleh sebagian orang. Yang seperti ini tidak ada hubungannya dengan datangnya malaikat atau tidak.
Apakah pekerjaan fotografi haram? Tidak, tidak haram. Fotografi saat ini, setelah datangnya teknologi digital tidak lagi sebuah pantulan cahaya. Namun sudah dalam bentuk foto. Foto-foto seperti ini sama dengan video, televisi dan lain sebagainya. Penangkapan gambar sudah tidak lagi seperti di era awal fotografi. Namun sudah semakin berkembang. Penayangan televisi hukumnya halal sebagaimana video juga halal. Dengan demikian gambar juga halal, karena gambar adalah tangkapan dari suatu benda. Pekerjaan fotografi hukumnya halal. Begitu juga boleh jika hendak mengambil gambar di acara pernikahan. Namun hindari bagian aurat, hal-hal yang tidak layak dan bisa menimbulkan fitnah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam syariat.
Memajang foto orang , baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia itu diperbolehkan, karena pada dasarnya, foto merupakan bayangan suatu obyek yang ditangkap dengan kamera. Sehingga tidak ada unsur menyamai hak penciptaan yang hanya dimiliki oleh Allah semata yang pelakunya diancam dengan siksaan yang berat.
Hukum ini berlaku jika gambar dalam foto tersebut tidak terbuka auratnya dan tidak menimbulkan syahwat. Jika yang dipajang adalah foto wanita yang tidak tertutup auratnya secara penuh, seperti tidak memakai jilbab, maka harus berusaha agar fotonya itu hanya dilihat oleh mahramnya.
Referensi :
1. Fatawi Al-Azhar, Juz : 7 Hal : 220
2. Fatawi Darul Ifta' Al-Mishriyah, Fatwa no.2475
http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=2475
Ibarat :
Fatawi Al-Azhar, Juz : 7 Hal : 220
الفوائد وتعليق الصور فى المنازل
السؤال : ........... ثانيا تطلب الإفادة عن الصور التى تعلق بحوائط المنازل بقصد الزينة. هل هى حلال أم حرام وهل تمنع دخول الملائكة المنازل وبيان الحكم الشرعى فى ذلك
الجواب : .......... عن السؤال الثانى ك اختلف الفقهاء فى حكم الرسم الضوئى بين التحريم والكراهة، والذى تدل عليه الأحاديث النبوية الشريفة التى رواها البخارى وغيره من أصحاب السنن وترددت فى كتب الفقه، أن التصوير الضوئى للإنسان والحيوان المعروف الآن والرسم كذلك لا بأس به، إذا خلت الصور والرسوم من مظاهر التعظيم ومظنة التكريم والعبادة وخلت كلذلك عن دوافع تحريك غريزة الجنس وإشاعة الفحشاء والتحريض على ارتكاب المحرمات.
ومن هذا يعلم أن تعليق الصور فى المنازل لا بأس به متى خلت عن مظنة التعظيم والعبادة، ولم تكن من الصور أو الرسوم التى تحرض على الفسق والفجور وارتكاب المحرمات
Fatawi Darul Ifta' Al-Mishriyah, Fatwa no.2475
حكم تعليق الصور على الجدران
اطلعنا على الطلب المقيد برقم 738 لسنة 2005م المتضمن
الصور الشخصية لفتاة غير محجبة توفاها الله هل تعتبر سيئة جاريةً لها؟ وما حكمها إذا عُلِّقت في مدخل المنزل؟ وهل رؤية غير المحارم للصورة يجعل هناك إثمًا على الفتاة؟
الـجـــواب : فضيلة الأستاذ الدكتور علي جمعة محمد
لا بأس بتداول الصور الفوتوغرافية للإنسان والحيوان؛ لأنها عبارة عن حبس للظل وليس فيها المضاهاة لخلق الله التي ورد فيها الوعيد للمصورين، وذلك ما لم تكن الصور عارية أو تدعو للفتنة
وإذا صورت المرأة نفسها من غير حجاب شرعي كامل فلتحرص على أن لا يرى هذه الصورةَ غيرُ محارمها؛ لأن أمر النساء مبنيٌّ على التصوُّن والتستُّر والعفاف، فإذا اطلع أجنبي بعد ذلك عليها –مع حرصها على صَوْنِها عن من لا يحل له الاطلاع على عورتها –فلا إثم عليها ولا ذنب لها، ولا يُعتبر ذلك سيئةً جاريةً لها في حياتها ولا بعد وفاتها –كما يُقال–، ولكن ينبغي أن لا توضع في مكان يراه كل أحد بل تُصان وتُحفظ كما سبق بيانه
Memajang foto guru mulia dan orang shalih adalah hal mulia, sebagaimana sabda Nabi saw : Maukah kuberitahu orang – orang mulia diantara kalian?, mereka yang jika
dipandang wajahnya akan membuat orang ingat pada Allah. (HR. Adabul Mufrad oleh Imam Bukhari)
Mengenai larangan memasang lukisan di masa Nabi saw, yaitu para kuffar menggambar para shalihin dan Nabi di masanya dahulu, dilarang oleh Rasul saw, karena disembah, namun jika justru untuk menambah ketakwaan kita pada Allah swt maka hal itu baik,
dan diriwayatkan oleh Hujjatul islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy bahwa salah seorang istri Nabi saw memperlihatkan cermin kecil, ketika Ibn Abbas ra melihatnya maka cermin itu tak menampakkan wajahnya, tapi menampakkan wajah Rasulullah saw, Rasul saw pernah berkaca dengan cermin itu, maka cermin itu merekam wajah Sang Nabi saw dan tak hilang selamanya (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari).
Hukumnya memajang foto Ulama/Habib
Memajang foto guru mulia dan orang shalih adalah hal mulia, sebagaimana sabda Nabi saw : Maukah kuberitahu orang-orang mulia diantara kalian?, mereka yang jika dipandang wajahnya akan membuat orang ingat pada Allah. (HR. Adabul Mufrad oleh Imam Bukhari)
Adakah hukum yang menghalalkan atau mengharamkan memasang gambar, baik gambar ulama’ atau bukan?
Syeh Muhammad Alwi Al Maliki dalam kitab Majmu’ Fatawa wa al Rasail menjelaskan bahwa yang dimaksud dari gambar yang diharamkan itu adalah yang tiga dimensi yang memiliki bayang-bayang yang dimungkinkan bisa hidup dalam kodisi seperti itu bila ditiupkan ruh.
مجمعوع فتاوى ورسائل صــ213
وإن كانت هذه صورة الحونية الكاملة التى لاظل لها فها هنا تفصيل وهو أنها إن كانت فى محل ممتهن كبساط وحصير ووسادة ونحوها كاتنت مباحة ايضا فى مذهب الاربعة إلا أن المالكية قالوا فعل هذه خلاف الأولى وليس مكروها.
Dalam kitab Fathul Bari dalam bab Man Shawwara shuratan disebutkan banyak perbedaan pandangan mengenai citra makhluq yang bernyawa ini. Ibnul Arabi menyimpulkan perbedaan pendapat para ulama tentang ini. Yaitu, jika citranya tiga dimensi maka menurut ijma’ul ulama hukumnya haram (kecuali boneka mainan anak-anak).Kalau hanya dua dimensi maka ada empat qaul:
- Boleh secara mutlak, dengan memperhatikan dzohirnya hadits illaa roqman fii tsaubin.
- Haram secara mutlak jika gambar utuh bentuknya.
- Jka hanya sebagian, misalnya dari dada ke kepala, maka hukumya boleh. Karena tidak terhitung sebagai makhluq bernyawa.
- Kalau gambarnya tidak diagungkan maka boleh, jika diagungkan maka haram.
Sekarang bagaimana dengan gambar-gambar yang dihasilkan kamera atau video recorder?
Hukumnya tidak sama dengan hukum gambar lukisan tangan. Sebab gambar yang dihasilkan dari foto dan video recorder itu tidak ada unsur penciptaan dan menggambar makhluk yang bernyawa di dalamnya, namun hanyalah menangkap dan memindahkan obyek atau bayangan suatu benda lalu menempatkannya di tempat lain, sebagaimana gambar pada cermin.
Tidak ada yang mengatakan bahwa gambar yang terdapat di dalam cermin tersebut haram hukumnya. Sebab, tidak ada unsur penciptaan. Bagaimana jika photo-photo itu digantung di dinding, haramkah? Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa photo berbeda hukumnya dengan lukisan.
Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani bahwa menggantung photo para ulama, auliya dan orang-orang shalih di dinding adalah bid’ah mandubah. Perlu digaris bawahi, bahwa dalam hal ini para pelaku tidak mengkultuskan atau memuja apalagi menyembah. Mereka hanya mengagumi dan cinta terhadap orang-orang shalih, selebihnya tidak.
Disebutkan dalam hadits: Sungguh setan itu menyingkir bila melihat bayangan umar.
Hadits-hadits di atas, menunjukkan bahwa bayangan dan diri orang-orang shalih mempunyai kekhususan dan kewibawaan tersendiri. Berbeda dengan photo wanita yang tidak menutup auratnya yang dipampang atau digantung di dinding atau di taruh di meja di ruang tamu tentu jelas keharamannya. Mungkin photo ini juga mempunyai pengaruh, tetapi pembaca tentunya lebih tahu bagaimana pengaruh gambar tersebut. Berbeda lagi dengan kebiasaan orang-orang hindu di India, mereka memasang photo di dinding, di kalungi bunga, diberi lilin dan dipuja-puja, tentu inilah yang dimaksud hadits tentang haramnya menggantung gambar makhluk bernyawa di dinding, yaitu menggantungnya dengan maksud dipuja dan disembah. (dikutip dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment