Akhir-akhir ini kita dikejutkan fenomena orang yang mendadak gila setelah melakukan aksi teror. Sebelumnya menganiaya seorang ulama di Madura, kemudian membunuh seorang tokoh Persis (Persatuan Islam), hingga pengerusakan gereja di Jogja dan untuk sementara kasus terakhir yakni kasus perusakan Masjid di Tuban.
Fenomena mendadak gila memang solusi yang tepat agar bisa sukses dalam melakukan kejahatan. Dengan menjadi gila maka kasus kejahatannya dianggap selesai walau tidak mudah untuk macak jadi orang gila. Harus pinter acting, compang camping, gak nyambung dan tentunya bisa mengelabuhi aparat.
Selain itu, modus yang diangkat adalah mendadak berteriak PKI. Kelompok radikal ini mengangkat isu PKI agar negara gaduh sehingga mudah memasukkan ideologi radikak ditengah-tengah masyarakat. Sasarannnya adalah masyarakat awam yang tidak mengetahui pertarungan ideologi moderat versus radikal. Masyarakat awam akan segera bangkit sentimen kebenciannya kepada PKI.
Menciptakan suhu politik dalam negeri agar semakin panas adalah target-target kelompok radikal untuk membuat rusuh NKRI. Meningkatnya intensitas pemberitaan hoax tentang PKI tentu ada hajat politik terkait menjelang Pilpres 2019 mendatang. Tujuan utamanya adalah mengambil hati umat Islam agar sesuai dengan selera mereka dan tentunya menjatuhkan kepemimpinan Jokowi. Jokowi dan partainya dibuat sedemikian buruk agar rakyat anti kepadanya sehingga kalah dalam Pilpres mendatang.
Jokowi selama ini dikenal sangat dekat terhadap ulama dari ormas moderat seperti NU dan Muhammadiyah. Kedekatan antara ulama dan umara menjadi kekhawatiran kelompok radikal kalah dalam kompetisi Pilpres yang tentunya juga kalah dalam kompetisi ideologi. Harapannya, menangnya pilihan mereka sebagai pemimpin maka tentu akan tercapainya agenda mereka yakni khilafah.
Upaya provokasi semakin meningkat seiring dengan dekatnya waktu Pilpres 2019. Upaya menjatuhkan Jokowi agar tidak dipercaya oleh rakyat sehingga tifak terpilih lagi sebagai presiden sedemikian massifnya.
Berita hoax dan propaganda isu PKI digaungkan dengan berbagai cara. Mulai dari isu 15 juta warga PKI yang akan mengkudeta pemerintah, silsilah Jokowi yang memiliki gen darah PKI hingga tudingan terhadap Jokowi sebagai pembela kepentingan asing (Cina).
Tak hanya sampai disitu, ulama dan tokoh-tokoh moderat yang dekat dengan Jokowi tak luput dari tuduhan membela PKI. KH. Maimoen Zubair adalah tokoh yang menjadi sasaran kebiadaban kelmpok anti-Jokowi. Beliau dituduh sebagai pembela partai PDI-P hanya karena tidak membenci partai tersebut dan menolak kelompok yang mengaitkan partai tersebut dengan PKI.
Isu PKI adalah isu murahan untuk menjegal PDI-P dan Jokowi. Isu ini dimunculkan karena demikian kalapnya mereka kepada Jokowi sehingga panik karena tiada cara lain untuk menjegal Jokowi kecuali dengan cara tersebut.
Jokowi dianggap paling "berbahaya" dan "bengis" terhadap kelompok khilafah. Menurut Jokowi, tiada lain kecuali dengan ketegasan untuk menumpas semua pemecah belah persatuan bangsa. Kelompok radikal memang harus diradikalisasi dan kelompok bengis memang harus dibengisi.
Warga NU tidak akan pernah kaget dengan isu PKI yang pasang surut dan timbul tenggelam. Semua isu ini sangat berkaitan erat dengan kepentingan politik. Siapa yang anti-Orba pasti akan dituding pembela PKI sebagaimana Jokowi namun jika yang berkuasa adalah pro-Orba maka isu PKI akan sirna dengan sendirinya.
Untuk menghadapi kelompok-kelompok anti NU dan anti pemerintah tiada lain kecuali dengan persatuan dan keharmonisan antara ulama dan umara. Kedekatan antara keduanya dan komitmen keduamya untuk saling memahami dan berkerjasama secara erat akan mampu membendung kelompok tersebut karena yang paling menyebalkan menurut mereka adalah kedekatannya dan kemesraannya antara ulama dan umara.
No comments:
Post a Comment