Saturday, June 2, 2018

Nuzulul Qur'an: Menangkap Pesan Cinta dari Sang Tuhan


Oleh Suryono Zakka

Al-Qur'an adalah kitab perdamaian. Salah besar jika menggunakan Al-Qur'an sebagai alasan untuk kejahatan dan pembunuhan. Ia turun (nuzul) membawa pencerahan dan perbaikan bukan merusak apalagi membinasakan. 

Walau Al-Qur'an telah dinuzulkan 14 abad yang lalu namun spirit nuzul itu harus senantiasa hadir dalam setiap pribadi muslim agar pancaran cahaya ilahi yang bersumber dari Al-Qur'an itu selalu menaungi hidupnya. Hidup damai dan tenteram karena selalu dalam bayang-bayang naungan Al-Qur'an. 

Orang yang gagal dalam menangkap pesan Al-Qur'an adalah mereka yang membaca Al-Qur'an, khatam berkali-kali namun hatinya gersang dan tidak mendapatkan ketenangan. Padahal Al-Qur'an adalah kalam cinta. Dari sudut manapun kita memandang akan selalu terpancar pesonanya, semerbak harumnya. Tak heran jika banyak manusia "dimabuk cinta" karenanya. Bukan sekedar mencari pahala tentunya tapi benar-benar merasakan nikmatnya "bercinta" dengan Al-Qur'an. 

Semakin rajin membaca Al-Qur'an idealnya akan membentuk pribadi yang agung, memperluas cakrawala ilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi semangat perdamaian. Bukan malah sebaliknya, piciknya pemikiran seolah paling kuasa dalam memonopoli ayat Al-Qur'an. Parahnya, membunuh, memfitnah, provokasi, menebar hoaks dan melawan pemimpin atas nama Al-Qur'an. 

Ayat mana sebenarnya yang mereka baca jika dalam benak hati hanya ada kata perang dan perang. Tidakkah sempat sepotongpun ayat perdamaian yang mereka baca sehingga buta kasih sayang dan persahabatan. Tidakkah mereka paham, ribuan ayat yang tak sempat mereka baca itu terhimpun pesan damai, ayat kasih, ayat cinta dan anti peperangan. 

Ataukah hati yang sudah diliputi rasa benci. Ataukah akal yang telah dilumuri ketidakwarasan sehingga menghalalkan segala cara untuk merusak negeri ini. Ataukah arogansi sehingga mendaku sebagai kelompok yang paling suci dan paling layak untuk masuk surga karena telah memegang kunci. 

Para pembaca Al-Qur'an akan merasakan getaran-getaran cinta yang dahsyat dan mendalam baik yang tak paham arti dan makna terlebih mereka yang memahaminya. Mereka akan merasakan pancaran ghaib dari ayat yang dibacanya. Jika hatinya damai dan tenteram berarti mendapatkan sinyal-sinyal ketuhanan dan jika hatinya keruh berarti yang ditangkap adalah sinyal-sinyal kesetanan. 

Agar Al-Qur'an benar-benar dapat menjadi jalan damai, para pembaca Al-Qur'an hendaknya tidak terpaku pada teks namun juga memahami konteks dan realitas kehidupan yang mereka hadapi. Bagaimana pancaran Al-Qur'an dapat mencerahkan bagi dirinya, keluarganya, lingkungannya, masyarakatnya hingga bangsanya. Jika membaca hanya sebatas teks dan mengabaikan realitas maka yang terjadi hanyalah klaim merasa paling unggul dalam memahami Al-Qur'an hingga menumpahkan darah atas nama kitab suci. 

Negeri ini adalah negeri damai (darussalam) maka pancarilah negeri ini dengan ayat-ayat cinta bukan kalimat-kalimat nista dan mencela. Mengaku muslim, ahli ibadah, lidahnya membaca Al-Qur'an namun hatinya bar-bar dan bernafsu ingin merusak negeri ini maka siapakah yang diteladani? Meneladani nabi atau meneladani iblis yang merasa sebagai makhluk super suci. 

Membaca kontekstualitas Al-Qur'an tidak akan pernah selesai sesuai dengan misinya yaitu adabtable (selaras) disepanjang zaman dan setiap tempat. Diperlukan "pembacaan-pembacaan" ulang agar sinyal-sinyal ketuhanan itu selalu terpancar dan dapat menjadi solusi bagi problem keumatan. Jika membaca ayat yang tersurat (qauliyah) hanya terbatas 3O Juz maka membaca ayat yang tersirat (kauniyah) tidak akan pernah tercapai titik henti. Proses memahami, menganalisa, meneliti hingga menemukan "Jalan Tuhan" yaitu jalan cinta yang sebenarnya. 








No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...