Oleh KH. Azizi Hasbulloh
(Yang Menghujat/nyinyir Kyai NU, dipertanyakan KeNUannya)
Para Santri Warga Nahdliyin yang memiliki darah dan nasab keilmuan kepada Para Masyayikh Nahdlatul Ulama, saya berharap agar jangan sampai mengumpat, mencaci, dan menghina Para Ulama yang berbeda pilihan politik dengan anda.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Para Ulama Nahdlatul Ulama dari Zaman Kiai Hasyim Asy'ari sampai detik ini selalu dipenuhi caci maki ketika beliau - beliau mempunyai ijtihad politik tersendiri.
Saat itu KH. Hasyim Asy'ari keluar dari Penjara Jepang, disaat itulah Kiai Hasyim dianggap mulai melunak kepada Jepang karena mengizinkan Santri untuk ikut dalam barisan Tentara PETA dan HIZBULLAH yang diproyeksikan untuk membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
Tetapi oleh Kiai Hasyim strategi ini digunakan untuk berlatih militer demi menambah bekal bagi Para Santri dan rakyat Indonesia ketika suatu saat nanti kembali menghadapi pertempuran.
Sejak saat itulah Kiai Hasyim Asy'ari beserta putra beliau yaitu Kiai Wahid Hasyim dibully habis - habisan karena dianggap antek Jepang, penjilat, munafik dan sebangsanya.
Padahal kalau saja saat itu tidak dilakukan, niscaya banyak pemuda muslim yang tidak bisa taktik dan strategi perang.
Begitu juga dengan Kiai Wahab Chasbullah yang memilih keluar dari Masyumi kemudian bergabung dengan kelompok Nasionalis, Sosialis, dan Komunis (Nasakom). Umpatan hingga ucapan laknat tak pernah berhenti menghampiri telinga Kiai Wahab Chasbullah. Bahkan Kiai Wahab dianggap sebagai munafik oleh sahabat Masyumi dan dianggap Kafir oleh kelompok DI/TII.
Saat itu NU bergabung sebagai penyeimbang kekuatan manuver PKI dan Nasionalis Garis Keras. Sebab jika tidak ada kekuatan agama di dalam kelompok mereka apa jadinya ketika itu agama hanya dijadikan bulan - bulanan oleh kelompok Komunis dan Sosialis.
Belum lama hilang dari ingatan kita beliau KH. Abdurrahman Wahid juga tak luput dari cacian, umpatan, bahkan hinaan sampai kepada fisik beliau.
Ketika itu Gus Dur sapaan akrabnya menjadi orang nomor 1 d Indonesa, hinaan saat Gus Dur pergi ke Israel mulai menjadi-jadi, dari kalimat "p*cek, b*ta, antek Yahudi, dan kalimat lain yang setipe.
Padahal tujuan pada saat itu adalah memberi syarat agar Indonesia dilibatkan dalam proses perdamaian di Timur Tengah. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, akan didengar di ranah internasional.
Lalu oleh lawan politik mereka, Gus Dur digulingkan dari Kursi Presiden dengan fitnah yang sampai detik ini tidak pernah terbukti.
Seperti halnya di era modern sekarang ini, hampir tidak jauh dari apa yang dulu dialami oleh Para Kiai Sepuh Nahdlatul Ulama.
Dulu saat KH. Maimun Zubair mendukung salah satu sikap politik pilihan mereka, beliau dipuji dengan pujian yang mungkin bagi kelas kroco seperti kita akan membuat melambung tinggi dengan kesombongannya, namun bagi Mbah Maimun hanyalah hal biasa.
Sebab bagi beliau, dipuji tak membuat tinggi hati, dicaci tak membuat kecil hati.
Namun, ketika beliau berbeda pandangan politik dengan pilihan mereka, langsung saja diumpat habis - habisan. Bahkan seorang ibu rumah tangga yang tidak tahu apa-apa berinisial SM saat itu sampai mengatakan g*bl*g dan sudah bau liang kubur kepada Mustasyar (Dewan Penasehat) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah itu.
Selang beberapa waktu setelah itu, salah satu simpatisan sebuah partai yang berbeda pilihan politik dengan KH. Maimun Zubair berinisial IK alias IT alias TK terang-terangan menghina beliau dengan kalimat 'tengik' yang membuat siapa saja warga Nahdliyin yang mendengarnya akan langsung bereaksi keras terhadap penghinaan seperti itu.
Jika sekelas Kiai Maimun Zubair saja begitu derasnya fitnahan, cacian dan hinaan akibat perbedaan pandangan politik dengan beliau, maka jangan heran apabila ribuan para murid beliau yang mengikuti pandangan politik gurunya itu juga akan siap dibully dan dicaci oleh mereka yang berbeda pilihan dengannya.
Oleh karena itu, bagi siapa saja Warga Nahdliyin yang memiliki darah dan nasab keilmuan kepada Para Masyayikh Nahdlatul Ulama, saya berharap agar jangan sampai mengumpat, mencaci, dan menghina Para Ulama yang berbeda pilihan politik dengan anda.
Seperti dhawuh Al Hafidz Ibnu Asakir dalam maqolahnya :
لُحُوْمُ الْعُلَمَاءِ مَسْمُوْمَةْ وَعَادَةُ اللهِ فِيْ هَتْكِ أَسْتَارِ مُنْتَقِصِيْهِمْ مَعْلُوْمَةْ
“Bahwasanya daging para ulama itu beracun, dan Allah Subhanahuwata'ala pasti akan menyingkap 'tirai' para pencela mereka ”.
No comments:
Post a Comment