Sunday, September 16, 2018

Muharram, Suro dan Tragedi Karbala


Sistem kalender penanggalan jawa menyebut bulan Muharram dengan sebutan Suro. Suro berasal dari kata arab Asyura yang bermakna Hari ke sepuluh. Pada masa dahulu, di bulan Suro, masyarakat jawa kuno berpantang menyelenggarakan segala bentuk perhelatan yang menunjukkan rasa kegembiraan ataupun segala jenis bentuk kesenangan yang artifisial, dan dimasa modern ini jejak berpantang itu masih dapat dilihat, kendati masyarakat modern kebanyakan kurang begitu memahami rasionalitas atas keengganan menyelenggarakan upacara kegembiraan, seperti pernikahan, di bulan Suro. Masyarakat jawa modern hanya berpegang pada dibulan itu "ora ilok" menyelenggarakan segala bentuk pesta kesenangan.

Bagi sebagaian kecil masyarakat muslim dan para sufi, Asyura di bulan Muharam atau hari kesepuluh di bulan muharam memiliki makna krusial. Karena pada tanggal 10 Muharram adalah hari berkabung kaum muslimin lantaran terjadinya teragedi kemanusiaan yang mengerikan disepanjang sejarah kemanusiaan, karena di Karbala, keluarga Nabi terakhir Rasulullah Muhammad saaw yang bergerak dalam kafilah damai berisikan anak cucu dan kerabat Rasulullah saaw kemudian diperangi secara brutal oleh Tentara Bani Ummayah.  Sehingga hampir terjadi genosida terhadap keluarga Nabi saw.

"Mereka yang tidak tersentuh oleh tragedi karbala, tidak akan tersentuh oleh tragedi yang lain". Masyarakat jawa kuno, sebagai bangsa yang menjunjung rasionalitas keadiluhungan dan budi pekerti tinggi, mengekspresikan perkabungan dan kesedihannya dalam bentuk menamai bulan Muharram langsung dengan bulan Suro. Tindakan yang vulgar itu sebetulnya jarang dilakukan oleh masyarakat jawa kuno yang lebih menyenangi bahasa simbol dan pralambang. Tetapi soal simpati dan empati mereka pada peristiwa tragedi tersebut, orang jawa tampak "ngeglo nyolok moto" dengan langsung menamakan bulan Muharram dengan suro, bulan yang pada tanggal sepuluh telah terjadi puncak kesedihan Rasulullah saaw atas tragedi yang ditimpa keturunannya. Untuk melawan lupa bahwa, pada bulan Muharram hari ke sepuluh itu, telah terjadi tragedi di Karbala yang terjadi pada 61 H di karbala.

Pada bulan suro pula, masyarakat jawa kuno membagikan bubur kasan kusen, sebagai bentuk simpati dan empati mereka pada keluarga atas syahidnya syuhada berikut :

Sayidina Husain bin Ali bin Abi tholib ra (Sayyidus Syuhada)

Anak-Anak Sayidina Ali bin Abi Thalib kw
1) Abbas bin Ali (Abul Fadhl Abbas)
2) Abdullah bin Ali
3) Utsman bin Ali
4) Ja’far bin Ali
5) Muhammad bin Ali

Anak-Anak  Sayidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra
1) Qasim bin Hasan
2) Abu Bakar bin Hasan
3) Abdullah bin Hasan

Anak-Anak Sayidina Husain Bin Ali bin Abi Thalib

1) Ali bin Husain, yang terkenal dengan Ali Akbar
2) Abdullah bin Husain, yang terkenal dengan Ali Ashgar

Keluarga Bani Hasyim

1) ‘Aun bin Abdullah bin Ja’far
2) Muhammad bin Abdullah bin Ja’far
3) Ja’far bin Aqil
4) Abdurrahman bin Aqil
5) Abdullah bin Muslim bin Aqil
6) Abu Abdillah bin Muslim bin Aqil
7) Muhammad bin Abu Sa’id bin Aqil

Budak Sayyidina Husein

1) Sulaiman
2) Qorib
3) Manjah

Sahabat Rasulullah saw
1) Anas bin Harits
2) Abdurrahman bin Abdu Rabbah Al-Anshari

Sahabat Sayyidina Husain
1) Muslim bin Ausajah.
2) Sa’ad bin Abdullah Al-Hanafi.
3) Basyir bin Amr Al-Hadhromi.
4) Yazid bin Hashin Al-Hamadani Al-Masyriqi.
5) Imran bin Ka’ab Al-Anshori.
6) Na’im bin Ajlan Al-Anshori.
7) Zuhair bin Al-Qoin Al-Bajali.
8) Amr bin Qortoh Al-Anshori.
9) Habib bin Madzahir Al-Asadi.
10) Al-Hur bin Yazid Ar-Riyahi.
11) Abdullah bin Umair Al-Kalabi.
12) Nafi’ bin Hilal Al-Bajali.
13) Anas bin Kahil Al-Asadi.
14) Qois bin Mashar As-Sidawi
15) Abdullah bin Urwah Al-Ghifari.
16) Abdurrahman bin Urwah Al-Ghifari.
17) Jon, budak Abi Dzar Al-Ghifari.
18) Syabib bin Abdullah An-Nahsyali.
19) Al-Hajjaj bin Yazid As-Sa’di.
20) Qosit bin Zuhair At-Taghlabi.
21) Karsy bin Zuhair At-Taghlabi.
22) Kinanah bin Atiq.
23) Dhargamah bin Malik.
24) Jawin bin Malik.
25)  Zaid bin Tsubait Al-Qoysi.
26) Abdullah bin Yazid bin Tsubait Al-Qoysi.
27) Ubaidillah bin Yazid bin Tsubait Al-Qoysi.
28) Amir bin Muslim.
29) Saif bin Malik.
30) Zuhair bin Bisyr Al-Khots’ami.
31) Badar bin Ma’qil Al-Ju’fi.
32) Hajjaj bin Masruq Al-Ju’fi.
33) Mas’ud bin Hajjaj.
34) Putra Mas’ud bin Hajjaj.
35) Mujammi’ bin Abdillah Al-Aaidi.
36) Ammar bin Hassan bin Syuraih At-To’i.
37) Hayyan bin Al-Harits As-Salmani Al-Azdi.
38) Jundab bin Hajar Al-Khulani.
39) Umar bin Kholid As-Soydawi.
40) Said Maulahu.
41) Yazid bin Ziyad bin Madzahir Al-Kindi.
42) Zahir Maula Amr bin Hamaq Al-Khoza’i.
43) Jablah bin Ali Asy-Syaibani.
44) Salim Al-Kalabi.
45) Aslam bin Katsir Al-Azdi.
46) Qosim bin Habib Al-Azdi.
47) Umar bin Ahduts Al-Hadhrami.
48) Abu Tumamah Umar bin Abdillah As-So’idi.
49) Handholah bin As’ad Asy-Syami.
50) Abdurrahman bin Abdillah Al-Arhabi.
51) Ammar bin Abi Salamah Al-Hamadani.
52) Abbas bin Syabib Asy-Syakiri.
53) Syudab, budak Syakir.
54) Syubaib bin Al-Harits Bin Surai’
55) Malik bin Abdillah bin Surai’
56) Sawar bin Abi Hamir.

Husain dan Zaenab tampaknya melekat dalam perasaan masyarakat jawa kuno. Zaenab ra adalah putri Fatimah az Zahra ra dan Ali bin Abi Thalib ra yang selamat dari pembantaian di Karbala, selain dari sisi kuliner dengan bubur kasan kusen, masyarakat jawa kuno menamai pintu keluar masuk rumahnya dengan Kusen dari kata Husain (untuk menyebut kerangka pintu) dan ineb dari kata Zaenab (untuk menyebut pintunya sendiri).

Bulan suro, jenang kasan-kusen, kusen dan ineb, adalah ekspresi simpati empati budaya masyarakat jawa atas tragedi karbala. Sebagaimana diriwayatkan banyak ulama besar seperti Hakim Naisaburi -al Mustadrak 'ala al Shahihain, jil3/h.176; Khawarizmi-Maqtal al Imam Husain, jil 1/h.158-159; Ibnu Sabbagh al Maliki, Al Fusuhul al Muhimmah, hal 154,  Ibnu Hajar Haitsami Makki-Shawaiq al Muhriqah hal 115, Imam Baihaqi -al Khashaish al Kubra, jil 3/hal 125. Muttaqi al Hindi-Kanz al-Ummal, jil 6/hal 223.  Yang meriwayatkan Kedukaan Rasulullah saaw dan ratap tangis Rasulullah saaw atas tragedi yang bakal ditimpa Husain saat diberitahu oleh Malaikat Jibril as.  Imam Ahmad bin hambal, dalam al Musnadnya (jil3/242 dan 265) merekam peristiwa ratap duka Rasulullah kepada Husain di rumah ummu Salamah. Ibnu  Asakir dalam Mukhtashar Tarikh Dimsyq (hadis ke 229) merekam ratap duka Rasulullaah saaw atas Husain dirumah Ummul mukminin 'Aisyah ra.

Adalah ketidakpantasan, disaat sang Rasulullah saaw tengah dilanda kesedihan, orang jawa bergembira ria, pada kesopanan dan keadiluhungan yang mana akan ditampakkan kepada Sang manusia Agung Muhammad saww itu. Oleh karena itu dengan kejawaannya, masyarakat jawa kuno. Menamai Muharam dengan Suro bulan bulan untuk bergabung dengan kesedihan Rasulullah saaw atas tragedi Karbala.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...