Monday, November 12, 2018

Bahaya Belajar Agama Secara Otodidak


Oleh: Muhammad Arief Junaydi

Dalam sebuah proses belajar mengajar mendapatkan sebuah ilmu tentu harus dan tidak boleh tidak untuk mempunyai seorang guru. Sebagian masyarakat yang cara berfikirnya masih agak primitif seringkali berkata "Janganlah menumpuk gonta ganti guru, entar bodoh tidak berkah ilmunya".  Menurut saya sih kurang tepat perkataan dan cara brfikir serta berpendapat seperti itu, meski tidak mutlak salah cuma kurang tepat saja sebab dengan belajar kepada banyak guru maka silsilah keilmuan kita akan semakin bisa dipertanggung jawabkan selain itu doa doa akan banyak mengalir dari para guru yang dijadiakan tempat belajar dan mencari ridha dan kebrkahan.

Sebuah hal yang tak kalah pentingnya adalah kita harus belajar kepada guru yang tepat dan benar bukan hasil otodidak apalagi cuma hasil mantengin media sosial lalu memberikan kajian, sebab doa berkah dari ilmu sang gyru itulah yang selalu kita harapkan kepada Allah.

Pengertian otodidak adalah sebagai berikut:

الصَّحَفِيّ مَنْ يَأْخُذُ الْعِلْمَ مِن
َ الصَّحِيْفَةِ لاَ عَنْ أُسْتَاذٍ -المعجم الوسيط 1/ 508 تأليف إبراهيم مصطفى وأحمد الزيات وحامد عبد القادر ومحمد النجار

"Shahafi (otodidak) adalah orang yang mengambil ilmu dari kitab (buku), bukan dari guru" (Mu'jam al-Wasith I/508)

يَقُوْلُ الدَّارِمِي مَا كَتَبْتُ حَدِيْثًا وَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ لاَ يُؤْخَذُ الْعِلْمُ مِنْ صَحَفِيٍّ - سير أعلام النبلاء للذهبي بتحقيق الارناؤط 8/ 34

"ad-Darimi (ahli hadis) berkata: Saya tidak menulis hadis (tapi menghafalnya). Ia juga berkata: Jangan mempelajari ilmu dari orang yang otodidak" (Siyar A'lam an-Nubala', karya adz-Dzahabi ditahqiq oleh Syuaib al-Arnauth, 8/34)

✍️ Syaikh Syuaib al-Arnauth memberi catatan kaki tentang 'shahafi' tersebut:

الصَّحَفِيُّ مَنْ يَأْخُذُ الْعِلْمَ مِنَ الصَّحِيْفَةِ لاَ عَنْ أُسْتَاذٍ وَمِثْلُ هَذَا لاَ يُعْتَدُّ بِعِلْمِهِ لِمَا يَقَعُ لَهُ مِنَ الْخَطَأِ

"Shahafi adalah orang yang mengambil ilmu dari kitab, bukan dari guru. Orang seperti ini tidak diperhitungkan ilmunya, sebab akan mengalami kesalahan

✍️ al-Imam al-Hafidz adz-Dzahabi berkata:

قَالَ الْوَلِيْدُ كَانَ اْلاَوْزَاعِي يَقُوْلُ كَانَ هَذَا الْعِلْمُ كَرِيْمًا يَتَلاَقَاهُ الرِّجَالُ بَيْنَهُمْ فَلَمَّا دَخَلَ فِي الْكُتُبِ دَخَلَ فِيْهِ غَيْرُ أَهْلِهِ وَرَوَى مِثْلَهَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنِ اْلاَوْزَاعِي. وَلاَ رَيْبَ أَنَّ اْلاَخْذَ مِنَ الصُّحُفِ وَبِاْلاِجَازَةِ يَقَعُ فِيْهِ خَلَلٌ وَلاَسِيَّمَا فِي ذَلِكَ الْعَصْرِ حَيْثُ لَمْ يَكُنْ بَعْدُ نَقْطٌ وَلاَ شَكْلٌ فَتَتَصَحَّفُ الْكَلِمَةُ بِمَا يُحِيْلُ الْمَعْنَى وَلاَ يَقَعُ مِثْلُ ذَلِكَ فِي اْلاَخْذِ مِنْ أَفْوَاهِ الرِّجَالِ  سير أعلام النبلاء للذهبي 7/ 114

"al-Walid mengutip perkataan al-Auza'i: "Ilmu ini adalah sesuatu yang mulia, yang saling dipelajari oleh para ulama. Ketika ilmu ini ditulis dalam kitab, maka akan dimasuki oleh orang yang bukan ahlinya." Riwayat ini juga dikutip oleh Ibnu Mubarak dari al-Auza'i. Tidak diragukan lagi bahwa mencari ilmu melalui kitab akan terjadi kesalahan, apalagi dimasa itu belum ada tanda baca titik dan harakat. Maka kalimat-kalimat menjadi rancu beserta maknanya. Dan hal ini tidak akan terjadi jika mempelajari ilmu dari para guru" (Siyar A'lam an-Nubala', karya adz-Dzahabi, 7/114)

✍️ Syaikh Syuaib al-Arnauth juga memberi catatan kaki tentang hal tersebut:

وَلِهَذَا كَانَ الْعُلَمَاءُ لاَ يَعْتَدُّوْنَ بِعِلْمِ الرَّجُلِ إِذَا كَانَ مَأْخُوْذًا عَنِ الصُّحُفِ وَلَمْ يَتَلَقَّ مِنْ طَرِيْقِ الرِّوَايَةِ وَالْمُذَاكَرَةِ وَالدَّرْسِ وَالْبَحْثِ

"Oleh karena itu, para ulama tidak memeperhitungkan ilmu seseorang yang diambil dari buku, yang tidak melalui jalur riwayat, pembelajaran dan pembahasan"

Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadis layak disebut ahli hadis?

✍️ Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini:

أَمَّا مَنْ كَانَ يَكْتَفِي بِاْلأَخْذِ مِنَ الْكِتَابِ وَحْدَهُ دُوْنَ أَنْ يُعَرِّضَهُ عَلَى الْعُلَمَاءِ وَدُوْنَ أَنْ يَتَلَقَّى عِلْمُهُ فِي مَجَالِسِهِمْ فَقَدْ كَانَ عَرَضَةً لِلتَّصْحِيْفِ وَالتَّحْرِيْفِ، وَبِذَلِكَ لَمْ يَعُدُّوْا عِلْمَهُ عِلْمًا وَسَمُّوْهُ صَحَفِيًّا لاَ عَالِمًا .... فَقَدْ كَانَ الْعُلَمَاءُ يُضَعِّفُوْنَ مَنْ يَقْتَصِرُ فِي عِلْمِهِ عَلَى اْلأَخْذِ مِنَ الصُّحُفِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَلْقَى الْعُلَمَاءَ وَيَأْخُذَ عَنْهُمْ فِي مَجَالِسِ عِلْمِهِمْ، وَيَسُمُّوْنَهُ صَحَفِيًّا، وَمِنْ هُنَا اشْتَقُّوْا "التَّصْحِيْفَ" وَأَصْلُهُ "أَنْ يَأْخُذَ الرَّجُلُ اللَّفْظَ مِنْ قِرَاءَتِهِ فِي صَحِيْفَةٍ وَلَمْ يَكُنْ سَمِعَهُ مِنَ الرِّجَالِ فَيُغَيِّرُهُ عَنِ الصَّوَابِ". فَاْلإِسْنَادُ فِي الرِّوَايَةِ اْلأَدَبِيَّةِ لَمْ يَكُنْ، فِيْمَا نَرَى، إِلاَّ دَفْعًا لِهَذِهِ التُّهْمَةِ - مصادر الشعر الجاهلي للشيخ ناصر الاسد ص 10 من مكتبة الشاملة

"Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim… Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dha'if (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini" (Mashadir asy-Syi'ri al-Jahili : 10)

Masalah otodidak ini sudah ada sejak lama dalam ilmu hadits.

✍️al-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar mengomentari seseorang yang otodidak berikut ini:

فَإِنَّهُ, اَيْ أَبَا سَعِيْدِ بْنِ يُوْنُسَ كَانَ صَحَفِيًّا لاَ يَدْرِي مَا الْحَدِيْثُ تهذيب التهذيب للحافظ ابن حجر 6/ 347

"Abu Said bin Yunus adalah orang otodidak yang tidak mengerti apa itu hadis" (Tahdzib al-Tahdzib VI/347)

✍️ al-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar dan adz-Dzahabi memberi contoh nama lain tentang otodidak/shahafi:

174 - عَبْدُ الْمَلِكِ بْنِ حَبِيْبِ الْقُرْطُبِي أَحَدُ اْلأَئِمَّةِ وَمُصَنِّفُ الْوَاضِحَةِ كَثِيْرُ الْوَهْمِ صَحَفِيٌّ وَكَانَ بْنُ حَزْمٍ يَقُوْلُ لَيْسَ بِثِقَةٍ وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ بَكْرِ بْنِ سَيِّدِ النَّاسِ فِي تَارِيْخِ اَحْمَدَ بْنِ سَعِيْدِ الصَّدَفِي تَوَهَّنَهُ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنِ حَبِيْبٍ وَاِنَّهُ صَحَفِيٌّ لاَ يَدْرِي الْحَدِيْثَ  لسان الميزان للحافظ ابن حجر 4/ 59 وميزان الاعتدال للذهبي 2/ 652

"Abdul Malik bin Habib al-Qurthubi, salah satu imam dan pengarang kitab yang banyak prasangka, adalah seorang otodidak. Ibnu Hazm berkata: Dia bukan orang terpercaya. al-Hafidz Ibnu Sayyidinnas berkata bahwa Abdul Malik bin Habib adalah otodidak yang tak mengerti hadis" (Lisan al-Mizan 4/59 dan Mizan al-I'tidal 2/652)

✍️ al-Imam al-Hafidz Ibnu an-Najjar berkata:

عُثْمَانُ بْنُ مُقْبِلِ بْنِ قَاسِمِ بْنِ عَلِيٍّ أَبُوْ عَمْرٍو الْوَاعِظُ الْحَنْبَلِيُّ .... وَجَمَعَ لِنَفْسِهِ مُعْجَمًا فِي مُجَلَّدَةٍ وَحَدَّثَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ مَعْرِفَةٌ بِالْحَدِيْثِ وَاْلاِسْنَادِ وَقَدْ صَنَّفَ كُتُبًا فِي التَّفْسِيْرِ وَالْوَعْظِ وَالْفِقْهِ وَالتَّوَارِيْخِ وَفِيْهَا غَلَطٌ كَثِيْرٌ لِقِلَّةِ مَعْرِفَتِهِ بِالنَّقْلِ لاَنَّهُ كَانَ صَحَفِيًّا يَنْقُلُ مِنَ الْكُتُبِ وَلَمْ يَأْخُذْهُ مِنَ الشُّيُوْخِ - ذيل تاريخ بغداد لابن نجار 2/ 166

"Utsman bin Muqbil bin Qasim bin Ali al-Hanbali… Ia telah menghimpun kitab Mu'jam dalam beberapa jilid dan mengutip hadis, padahal ia tidak mengetahui tentang hadis dan sanad. Ia juga mengarang kitab-kitab tafsir, mauidzah, fikih dan sejarah. Di dalamnya banyak kesalahan, karena minimnya pengetahuan tentang riwayat. Sebab dia adalah otodidak yang mengutip dari beberapa kitab, bukan dari para guru" (Dzailu Tarikhi Baghdad II/166)

✍️ al-Imam Ibnu al-Jauzi dan adz-Dzahabi juga berkomentar tentang otodidak/shahafi:

114 خَلاَسُ بْنُ عَمْرٍو الْهِجْرِي : يُرْوَي عَنْ عَلِيٍّ وَعَمَّارٍ وَأَبِي رَافِعٍ كَانَ مُغِيْرَةُ لاَ يَعْبَأُ بِحَدِيْثِهِ وَقَالَ أَيُّوْبُ لاَ يُرْوَ عَنْهُ فَإِنَّهُ صَحَفِيٌّ - الضعفاء والمتروكين لابن الجوزي 1/ 255 والمغني في الضعفاء للذهبي 1/ 210

"Khalas bin Amr al-Hijri. Diriwayatkan dari Ali, Ammar dan Abi Rafi' bahwa Mughirah tidak memperhatikan hadisnya. Ayyu berkata: Janganlan meriwayatkan hadis dari Khalas bin Amr, karena ia otodidak" (adh-Dhu'afa wa al-Matrukin 1/255 dan al-Mughni fi Dhu'afa' 1/210)

✍️ al-Imam ar-Razi dan Ibnu 'Adi juga melarang mempelajari hadis dari otodidak/shahafi:

  • بَابُ بَيَانِ صِفَةِ مَنْ لاَ يُحْتَمَلُ الرِّوَايَةُ فِي اْلاَحْكَامِ وَالسُّنَنِ عَنْهُ ... عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ مُوْسَى اِنَّهُ قَالَ لاَ تَأْخُذُوْا الْحَدِيْثَ عَنِ الصَّحَفِيِّيْنَ وَلاَ تَقْرَأُوْا الْقُرْآنَ عَلَى الْمُصْحَفِيِّيْنَ (الجرح والتعديل للرازي 2/ 31 والكامل في ضعفاء الرجال لابن عدي 1/ 156)


"Bab tentang sifat orang-orang yang tidak boleh meriwayatkan hukum dan sunah darinya; Dari Sulaiman bin Musa, ia berkata: Janganlah mengambil hadis dari orang otodidak dan janganlah belajar al-Quran dari orang yang otodidak" (al-Razi dalam al-Jarhu wa at-Ta'dil 2/31 dan Ibnu 'Adi dalam al-Kamil 1/156).

Dengan demikian, orang yang otodidak dalam suatu disiplin ilmu yang tidak memiliki guru bukanlah ahli ilmu, pemikiran dan karya kitab-kitabnya banyak ditemukan kesalahan-kesalahan, para ulama melarang mengutip riwayat darinya.

Semoga Allah Subhaanahu wa ta'ala senantiasa menuntun hati kita dan anak cucu kita untuk tetap bersemangat dan berkemauan belajar kepada guru-guru yang jelas sanad keilmuannya.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...