Thursday, November 15, 2018
Dr. Muhibbudin Waly Sang Intelektual Pesantren
Setelah wafatnya Syekh Muda Waly, estafet keilmuan dilanjutkan oleh anaknya yang dikenal dengan gelar Abuya Doktor. Lahir dari Keluarga ulama dan panutan masyarakat. Ayahnya bernama Syekh Haji Muda Waly dan Ibunya Hajjah Rasimah masih keturunan Syekh Khatib Ali Padang.
Semenjak kecil sebelum baligh, Abuya Muhibbudin telah belajar dan mendalami ilmu keislaman dari ayahnya langsung yang juga seorang ulama terpandang, dengan teman seperguruannya; Abu Tanoh Merah, Abon Azis Samalanga, Abu Keumala, dll.
Setelah menjadi alim, pengembaraan intelektualnya dilanjutkan ke Timur Tengah, tepatnya di Al Azhar Mesir pada rentang waktu 1964-1970. Abuya bermukim di sana dan belajar dari para ulama besar Mesir di antaranya Syekh Muhammad Abu Zahrah pengarang banyak buku dan Syekh Ali Sayis Ayat Ahkam dan ulama lainnya, di Mesir Abuya sangat hobi berziarah ke Maqam Imam Syafi’i. Suatu hal yang tidak lazim dalam masa 6 tahun beliau telah menyelesaikan Doktoralnya dari s1 sampai s3 dengan persamaan ijazah, dalam bidang Ushul Fiqih dengan disertasi yang membahas tentang ijtihad, yang kemudian diringkasnya menjadi pidato pengukuhan gelar Profesornya di Institut Ilmu Al Qur’an Jakarta pada Tahun 1988, dikukuhkan oleh Legenda fatwa Indonesia Prof. KH. Ibrahim Hosein, LML (Ayahnya Ust Prof Nadirsah Hosein/dosen Monash Australia).
Memperoleh gelar doktor tahun 70-an maknanya tahun 63 Syekh Wahbah Zuhaili menyelesaikan s3nya dan tahun 65 Syekh Ramadhan al Buthi. Pada era tersebut belum banyak doktor lulusan Al Azhar, sedangkan ulama Betawi dengan karya magnum opusnya tentang Mazhab Syafi’i Doktor Kiyai Nahrawi Abdussalam disidang tahun 74. Umumnya lulusan Al Azhar mulai banyak dari tahun 80 an seperti al Habib Prof Quraish Shihab, Prof Muslim Ibrahim, Prof Khuzaimah dll.
Setelah kembali ke Jakarta, Dr Muhibbudin Waly mengajar di beberapa lembaga baik formal maupun nonformal. Beliau juga menyampaikan ceramah ceramah tasaufnya di Mesjid Istiqlal, yang kemudian isi pengajian itu dibukukan dan dicetak sebagai syarah/penjelasan lengkap untuk Kitab Hikam Syekh Attaillah Sakandari.
Menurut Kiyai Maskur(Menteri Agama) keberadaan buku Kiyai Muhibbudin terasa sangat penting, karena belum ada ulama yang mensyarah Hikam secara panjang lebar dalam bahasa Indonesia dan Melayu. Sehingga tidak mengherankan bila forum ulama melayu Asia Tenggara sangat mengapresiasi karya tersebut.
Selain sebagai akademisi kampus, Abuya Muhibbudin merupakan tokoh kunci Naqsyabandiyah Aceh dari trah Naqsyabandiyah al Waliyah. Walaupun beliau memiliki latar belakang pesantren yang begitu kental dan bertarekat, namun pemikiran pemikiran hukumnya sangat maju, seperti pandangannya tentang asuransi dan bunga bank.
Dalam beberapa tulisannya Abuya Muhibbudin selalu mengingat betapa Syekh Muda Wali memiliki pengaruh yang besar dalam dirinya, dan dianggap sebagai guru utamanya. Selain memiliki ijazah dari ayahnya Syekh Muda Waly, ia juga pernah mengambil ijazah dari beberapa ulama besar lainnya. Di antaranya; Syekh Yasin Padang dalam sanad hadits, Syekh Muhammad Alawi Maliki dalam sanad keilmuan, Syekh Ahmad Sohibul Wafa’ atau dikenal Abah Anom dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah, Syekh Hisyam Kabbani dalam Tarekat Naqsyabandiyah Haqqaniyah. Adapun dalam jalur Tarekat Naqsyabandiyah al Waliyah dari jalur ayahnya, beliau adalah Sayyidul Mursyidin.
Abuya Muhibbudin banyak menghabiskan waktunya dalam pengembaraan keilmuan mulai dari Aceh, Mesir, Jakarta, Malaysia. Pada usia sepuhnya, beliau kembali ke Aceh dan kembali mendidik banyak santri termasuk di Dayah Darussalam Labuhan Haji. Dan secara aktif menjadi pemateri di kajian tinggi keislaman termasuk di Mesjid Raya Baiturrahman.
Beliau lautan ilmu, rajin membaca, insaf dalam berpandangan dan menerima perbedaan. Setelah wafatnya Abuya, dunia Dayah di Aceh kehilangan sosok intelektual terbaiknya. Selamat jalan Abuya Doktor, semoga akan banyak penuntut ilmu sepertimu. Rahimahullah Prof Dr Abuya Haji Muhibbudin Waly al Khalidi.
Link asal : https://www.kasadar.com/intelektual-pesantren-abuya-doktor-muhibbudin-waly
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Hizbut Tahrir memiliki dua bendera, berwarna putih yang disebut Liwa' dan warga hitam yang disebut Rayah. Mereka mengklaim 2 bendera ...
-
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Infithaar (Terbelah). Surah Makkiyyah; Surah ke 82: 19 ayat “BismillaaHir rahmaanir rahiim. 1. apabila lang...
-
Namanya adalah Syeikh Subakir. Seorang mubaligh nusantara dari Persia, Iran. Tak banyak orang tahu dan mengenal nama Syekh Subakir. Padah...
-
Oleh Suryono Zakka Ada yang mempertanyakan tentang maksud dari Islam moderat. Istilah Islam moderat dipertanyakan karena tidak sesuai d...
-
Soeharto Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921. Ia lahir dari keluarga petani yang menganut Kejawen. Keyakinan keluarga...
-
A. Secara Etimologis (Bahasa) 1. Menurut Al-Lihyani (w. 215 H) Kata Al-Qur'an berasal dari bentuk masdar dari kata kerja (fi...
-
Ada perbedaan mendasar antara ideologi Wahabi dengan Aswaja. Bagi masyarakat yang tidak paham tentang belantara online, akan mudah terper...
-
Baru-baru ini Nahdlatul Ulama sedang didera ujian berupa fitnah-fitnah dari pihak yang berseberangan dengan Nahdlatul Ulama. Bahkan banya...
-
Anda pasti sering mendengar istilah Cinta ditolak dukun bertindak. Bahkan sebelum menyatakan cinta pun menggunakan jasa dukun, ajian pele...
-
Oleh Rijalul Wathon Al-Madury Sayyid Kamal al-Haydari yg dengan nama lengkap Kamal bin Baqir bin Hassan al-Haydari (السيد كمال بن باقر ...
No comments:
Post a Comment