Saturday, December 1, 2018

Mewaspadai Ulama Karbitan dan Habib Jadi-Jadian


Oleh Suryono Zakka

Memahami agama dimasa kini butuh kehati-hatian, jika tak waspada akan salah alamat. Salah tempat pengajian, salah media hingga salah pilih tokoh yang diidolakan. Jika kita tak jeli dan selektif, yang semula ingin bertaubat mengoreksi diri malah semakin bejat.

Dulu wajah preman itu karena penampilan tidak karuan sekarang ada banyak preman tapi berwajah agamawan. Dulu preman tidak kenal agama namun sekarang ada banyak preman yang mengaku paling ahli dalam agama.

Dulu, orang berhijrah tampak semakin baik akhlaknya. Tak sebatas pakaian yang full agamis dengan berbagai aksesorisnya namun tampak dari perangainya. Kini orang berhijrah hanya sekedar ajang perlombaan fashion dan mode. Mendadak hijrah. Pra hijrah merasa sebagai orang pendosa, pasca hijrah merasa sebagai pemilik kunci dan kapling surga. Memonopoli kebenaran hanya untuk dirinya dan kelompoknya. Yang tak masuk dalam club hijrahnya dikira sebagai ahli neraka selama-lamanya.

Kondisi semacam ini semakin diperparah dengan munculnya ulama jadi-jadian. Akibatnya, masyarakat kita mengalami demam ulama karena membanjirnya ulama-ulama yang tidak jelas track record dan jejak pendidikan agamanya. Asalkan kemana-mana berbaju agamis langsung dilabeli ulama. Cukup dengan gamis yang panjang otomatis dianggap sebagai ahli agama. Akhirnya masyarakat bingung cari ulama, bahkan bertanya-tanya sebenarnya dia itu ulama atau pengacau keamanan?

Yang lebih parah lagi, kini ada tokoh yang disebut sebagai habaib atau dzuriyat yang juga dilabeli ulama oleh pengikutnya namun karakternya tidak layak disebut sebagai ulama. Ulama itu seharusnya mewarisi akhlak dan ilmu para nabi tapi ternyata karakternya sangat antagonis. Ulama itu mewarisi sifat nabi yang penuh kelembutan dan kasih sayang namun ternyata tabiatnya kasar dan beringas. Hilang akal sehat dan sifat kemanusiaan.

Negeri ini semakin darurat dan kritis jika model habib brutal dan ulama gadungan kian muncul dipermukaan. Negeri ini terasa pengap karena telah dipenuhi oleh polusi kebencian dan virus kekerasan yang terlontar dari mimbar-mimbar dan ritual keagamaan. Yang nampak bukan pengajian dan diskusi keagamaan tapi atraksi orang yang sedang kerasukan setan.

Apa jadinya bangsa ini jika masyarakatnya salah dalam memilih panutan dalam beragama. Dipenuhi oleh ulama-ulama karbitan, prematur dan tak cukup kapasitas pendidikan. Bahayanya, jika masyarakat semakin mabuk kepayang dengan provokator yang mengaku ulama dan habaib maka tidak perlu menunggu lama kehancuran negeri ini.

Tak mudah untuk mendapat label ulama begitupun tak cukup untuk membanggakan nasab dan dzuriyat nabi. Mengaku dzuriyat nabi namun jika sikapnya bertentangan dengan akhlak nabi maka sama saja dengan mempermalukan nabi. Alangkah pilunya hati nabi melihat keturunannya menistakan ajaran dan akhlak yang telah dicontohkannya.

Segeralah untuk menyelamatkan negeri ini dari kehancuran dengan menindak tegas siapapun yang berupaya merusak keharmonisan dan ketenteraman. Perlunya masyarakat cerdas dalam memilih figur dan teladan. Tak perlu silau dengan gelar kehormatan baik yang menyandang sebagai ulama atau habaib jika sikapnya bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Agama manapun tidak pernah mendidik pemeluknya menebar onar dan api peperangan. Agama adalah kasih sayang, menebar cinta dan menjunjung tinggi martabat manusia. Alangkah ironinya, mengaku pembela Islam namun menebarkan genderang kebencian dan peperangan, terlebih mereka yang mengaku ulama dan keturunan nabi.

Wajib bagi masyarakat kita yang benar-benar menyandang sebagai habaib dan ulama untuk tampil kedepan menyelamatkan bangsa ini, menghadang ulama palsu dan menghalau kaum perusak yang mengaku-aku sebagai keturunan nabi. Menampilkan Islam yang santun, toleran dan moderat.

Pesantren sebagai pusat pendidikan Islam harus sigap dan produktif dalam menghasilkan kader-kader ulama yang berkualitas dan teruji keilmuannya untuk menyelamatkan umat dari kerusakan ulah provokator dan penyesatan ustadz-ustadz instan. Pesantren seluruh Nusantara harus tampil dalam wajah moderat sehingga mampu menandingi kaum pengobral agama yang menjadikan agama untuk komoditas politik dengan harga yang murah, meriah dan renyah.

Mari selamatkan negeri ini dari kaum penjual agama! Selamatkan umat Islam dari kaum pengasong agama yang dijual dijalan-jalan dengan pekikan takbir untuk tujuan politik! Teladani ulama dan habaib yang mengajarkan kasih sayang dan menjunjung tinggi akhlak nabi! Jaga kesucian Islam dengan menampilkan wajah Islam yang santun dan moderat ala Islam Nusantara!

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...