Saturday, December 16, 2017
Pesantren dan Kampus sebagai Basis Anti Terorisme
Aksi terorisme yang kian parah, mengundang perhatian kita bersama untuk melakukan berbagai upaya dalam membendungnya sehingga tidak semakin merusak tatanan kehidupan berbangsa. Usaha bersama segenap komponen bangsa dan seluruh pemeluk agama bahwa terorisme merupakan musuh besar dan aksi yang terkutuk yang tidak pernah diajarkan oleh agama manapun.
Pesantren adalah pusatnya studi Islam yang sudah diakui jasanya dalam menjaga eksistensi negara. Selain sebagai tempat untuk menimba ilmu agama (tafaqquh fiddin), sebagai cagar budaya yakni berperan dalam menjaga kultur masyarakat nusantara juga sebagai benteng dalam menangkal budaya global asing yang merusak dan menggerus nilai-nilai tradisi.
Peran pesantren dalam menangkal terorisme diharapkan tidak hanya sebatas mengajarkan santri dalam memahami dan mengetahui dampak buruk dari tindakan teror namun pesantren, kiai dan santri juga sebagai media dalam menyuarakan perlawanan terhadap terorisme kepada masyarakat luas. Seluruh pesantren harus dikontrol dan mendapat pengawasan dari pemerintah sehingga negara tidak kecolongan oleh tindakan anarkisme dan teror yang terkadang sebagai basisnya menggunakan label pesantren atau merk pendidikan Islam. Jika salah dalam memilih pesantren maka bersiaplah wahai para orang tua untuk dimusuhi, dicap kafir, dituduh musyrik, dilabeli ahli bid'ah dan sesat oleh anak hasil didikan teroris.
Agar santri tidak menjadi teroris dan tidak terindikasi virus teroris maka santri harus memiliki pengetahuan agama yang memadai, memiliki semangat cinta tanah air dan diajarkan pula keanekaragaman madzhab dan pemikiran sehingga kaya akan referensi dan tidak mudah memvonis buruk terhadap mereka yang berbeda.
Tidak sedikit hari ini, beberapa pesantren adalah sarang terorisme dimana doktrin radikal yang digunakan adalah mengajarkan kebencian, menggugat amaliyah umat Islam, fanatisme golongan sehingga mengklaim dan memonopoli hanya kelompoknya yang paling benar, mencela para ulama dan tokoh agamawan serta mengajak masyarakat dengan provokasi, jurus dan modal sepenggal ayat Al-Qur'an untuk merongrong kedaulatan negara.
Kampus sebagai barometer akademik yang tertinggi dimana komunitasnya adalah masyarakat akademik yakni mahasiswa dan dosen, merupakan media yang sangat efektif dalam mengkampanyekan anti terorisme. Dibeberapa daerah, kampanye anti gerakan radikal sudah mulai melek setelah terkuak beberapa kampus bahkan pegawai pemerintah menyuarakan anti Pancasila, menolak NKRI dan menggelorakan ideologi jihadis seperti agenda menegakkan khilafah, pendukung ISIS (Islamic State of Irak and Syiria/Daulah Islamiyah Irak dan Suriah) dan perang terhadap pemerintahan yang sah (bughat).
Gerakan radikal akan lebih massif dilingkungan kampus dimana masyarakat kampus adalah masyarakat intelektual (akademisi) yang telah mencapai puncaknya ditambah keberadaan mahasiswa yang dimasa ini sedang 'gila' intelektual dan 'gila' ilmu pengetahuan. Rekruitmen kelompok radikal, jihad bom bunuh diri dan cuci otak lebih banyak kepada anak-anak muda karena semangat mereka yang menggebu-gebu dalam menawarkan idealisme. Ketika semangat memuncak dengan tidak diimbangi pengetahuan agama yang cukup dan minimnya nasionalisme maka disinilah kelompok radikal tumbuh subur menanamkan doktrin jihadis mulai dari syahid hingga iming-iming bidadari surga. Jangan sampai anak-anak kita, generasi kita dan cuku kita menjadi korban dan tumbal dari terorisme.
Baca lainnya: Antara Jilbab dan Akhlak (Hijab Lahir Batin)
Sudah saatnya kita semua seluruh anak bangsa untuk mencegah terorisme dan radikalisme transnasional agar bangsa ini tidak terkoyak-koyak dan tercabik-cabik sebagaimana di Timur Tengah. Mereka getol dalam menyuarakan Islam namun krisis dan gersang akan nasionalisme. Akibatnya, mereka mudah dibenturkan oleh isu-isu agama dan sektarian yang akhirnya perang saudara sesama bangsa Arab. Jangan sampai ideologi asing apapun bentuknya baik yang bersimbol agama maupun non agama merenggut Pancasila dan kebhinekaan kita.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Oleh Suryono Zakka Aksi ini bukanlah parade ukhuwah tapi parade khilafah berkedok ukhuwah. Kaum khilafah selalu menyuarakan misi khilaf...
-
*Sejarah Pertama:* Pada tahun 1924-1925 keluarga Saud menaklukkan Hijaz. Mereka melarang selain mazhab Hambali berlaku di Makkah dan Ma...
-
Suryono Zakka Apanya yang beda? Banser dari dulu sampai sekarang tugasnya menjaga NU, membela marwah ulama dan menjaga NKRI. Tidak ada ...
-
1. Abu Janda Cinta NKRI, Abu Jandal Pemberontak Negara. 2. Abu Janda membela agama dengan semangat nasionalisme, Abu Jandal merusak ...
-
Hukum Melafadzkan Niat Menurut Jumhur Ulama Adalah Sunnah dan Niat Di Dalam Hati Bersama’an Takbiratul Ikhram Adalah Wajib. Melafadzkan n...
-
Orang yang sakti tidak suka hura-hura, cari bolo (mengerahkan bantuan), gerudukan dan cari musuh. Orang yang sakti adalah sang pemberani...
-
Membahas tentang rokok memang tiada habisnya. Perbedaan pendapat ini juga sudah diulas oleh ulama pendahulu dalam berbagai literatur ki...
-
Oleh Suryono Zakka Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA adalah pakar tafsir se-Asia Tenggara. Mantan Menteri Agama dengan banyak prestasi hi...
-
Soeharto Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921. Ia lahir dari keluarga petani yang menganut Kejawen. Keyakinan keluarga...
-
Perbedaan pandangan ulama (ikhtilaf) dalam literatur fikih memang tiada hentinya. Hal ini sangat lumrah, alamiah dan bagian dari sunnatul...

No comments:
Post a Comment