Friday, March 23, 2018

Tahlilan Perspektif Pancasila


Sebagian besar muslim di dunia sering menggelar tahlilan meski ada kelompok kecil yang begitu benci dengan tahlilan. Saking bencinya sampai-sampai menuduh zina lebih baik daripada tahlilan. Na’udzubillah. Apakah mereka tidak tahu bahwa di negeri Arab Saudi sendiri pun dan negeri-negeri lain juga diadakan tahlilan meski dengan cara yang beragam tetapi pada dasarnya sama.

Tahlilan sering disebut juga dengan nama majelis tahlil, selamatan kematian, kenduri arwah, dan lain sebagainya. Dalam tahlilan tidak ada sama sekali hal-hal yang bertentangan dengan hukum agama Islam karena pada dasarnya tahlilan sendiri merupakan sebuah kegiatan dzikir dan bermunajat kepada Allah, baik dilakukan sendiri ataupun berjama’ah. Yang mana didalamnya berisi kalimat-kalimat thayyibah, tahmid, takbir, tasbih, tahlil, istighfar, hingga shalawat, do’a, permohonan ampunan untuk orang yang meninggal dunia, pembacaan al-Qur’an untuk yang meninggal dunia dan sebagainya. Semua ini merupakan amaliyah yang tidak bertentangan dengan syariat Islam bahkan merupakan amaliyah yang memang dianjurkan untuk diamalkan.

Dan ternyata kalau kita cermati dan kita telusuri serta diperhatikan dengan seksama, tahlilan adalah bentuk pengamalan dasar negara yakni Pancasila. Dalam sila-sila yang ada pada Pancasila terwujud dalam bentuk tahlilan.

Mari kita simak bagaimana tahlilan itu dasar dari pengalaman bangsa terhadap dasar negara Pancasila:

Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa

Bacaan Tahlil adalah bacaan yang meng-Esa-kan Tuhan. La ilaha illlallah, tidak ada Tuhan selain Allah. Artinya Tuhan itu Maha Esa. Dilihat dari namanya saja sudah sangat jelas. Tahlilan, sudah pasti bacaan yang paling banyak dibaca adalah bacaan Tahlil yaitu bacaan yang meng-Esa-kan Allah. Dengan mengadakan tahlilan maka kita mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa dan ini berarti kita telah mengamalkan nilai-nilai sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa – La ilaha Illallah.

Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Orang yang mengundang untuk Tahlilan sudah pasti Adil. Kok bisa? Karena semua yang diundang tidak diperlakukan berbeda. Semua diperlakukan sama baik itu lurah, camat, buruh, petani, karyawan, semuanya mendapatkan berkat (makanan sedekah) yang isinya sama. Bahkan para pejabat seperti Presiden, menteri, atau gubernur akan diperlakukan sama sederajat. Semua duduk lesehan yang sama, tidak ada yang satu duduk di kursi sofa, yang satu lagi duduk di kasur, yang satu duduk di lantai/ lesehan. Semua diperlakukan sama.

Beradab. Sudah pasti orang yang diundang adalah orang yang beradab. Orang yang tahu sopan santun dan tata krama. Sampai detik ini, tidak pernah diberitakan ada sejarahnya jamaah tahlil yang diundang dan tahu-tahu nyelonong ke dapur yang punya hajat (rumah). Sudah pasti mereka yang diundang akan masuk ke ruang tamu yang sudah disiapkan tikar atau karpet untuk duduk lesehan. Mereka yang diundang tahlil pun tidak egois dan penuh ikhlas menghadiri undangan. Ini membuktikan orang yang tahlilan hanyalah orang-orang yang adil dan beradab. Itulah hakikat Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Sila Ketiga, Persatuan Indonesia

Tahlilan adalah contoh nyata adanya persatuan. Ukhuwah Islamiyah tampak jelas dalam tahlilan. Mereka jamaah Tahlil itu sudah pasti bersatu padu, membaur dalam kebersamaan. Tidak ada ceritanya jamaah tahlil terpecah-belah. Kalau diundang tahlilan semuanya merapatkan barisan menuju tempat yang sama tempat tahlilan. Tidak ditemukan ada 1 atau 2 orang yang diundang tahlilan misalnya melakukan tahlilan di rumahnya A, 4 orang tahlilan sendiri di rumahnya B, sementara sisanya tahlilan di rumah C, padahal mereka diundang oleh orang yang sama. Mereka pasti bertemu dan bersatu di tempat yang sama, di tempat yang sudah ditentukan. Bahkan setelah acara tahlilan mereka pun bubar bersama-sama. Mereka akan pulang bila tahlilan dinyatakan selesai kecuali bagi mereka yang punya hajat mendesak. Dan yang lebih penting lagi adalah tidak tercatat dalam dunia persejarahan Indonesia, adanya tawuran dalam tahlilan atau saling jotos-jotosan. Tidak ada sejarahnya itu.

Diantara bukti lain adanya persatuan dalam tahlilan adalah terlihat dalam bacaan tahlilan. Mereka yang tahlilan membaca kalimat thayyibah yang dicontohkan Rasulullah. Mereka membaca kalimat tahlil, tahmid, dan tasbih yang sama dan secara bersama-sama. Tidak ada dalam acara tahlilan ketika jama’ah membaca tahlil, eh di sebelahnya baca tahmid, di sampingnya lagi baca tasbih. Semuanya kompak seiya sekata. Jika saatnya baca tasbih maka semuanya kompak membaca tasbih, tidak ada jama’ah yang mbedani dengan baca tahlil misalnya. Bahkan dalam tahlilan juga ada pemimpin, ada 1 imam yang memimpin acara tahlilan agar tahlilannya makin kompak, sementara yang lain harus berlapang dada menjadi makmum mengikuti perintah imam. Itu adalah wujud persatuan dan kesatuan, kebersamaan dalam beribadah, kompak dan maju bersama-sama dalam rangka mencapai satu tujuan. Karena yang tahlilan adalah orang Indonesia maka kita sebut sebagai Persatuan Indonesia. Inilah indahnya tahlilan.


Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sudah kami singgung sebelumnya, bahwa seorang kyai atau ustadz atau sesepuh yang ahli agama biasanya ditunjuk sebagai pemimpin tahlilan. Pemimpin yang ditunjuk masyarakat memimpin tahlilan adalah orang yang dianggap baik yang dipandang warga memiliki sifat teladan hasanah, penuh hikmah dan juga seorang yang penuh kebijaksanaan. Belum pernah ada ceritanya seorang pemabuk atau bandar togel memimpin tahlilan. Tidak ada ceritanya seorang bajingan jadi imam tahlil. Yang ada adalah imam yang mewakili masyarakat dalam hal kebaikan.

Selain itu, tahlilan adalah wujud nyata adanya perwakilan permusyawaratan. Orang yang diundang tahlilan merupakan orang-orang yang ditunjuk atau terpilih untuk mewakili keluarga mereka, entah itu seorang ayah, laki-laki dewasa di rumahnya atau siapa pun. Tidak semua anggota keluarga ikut hadir tahlilan, tetapi cukup dipilih perwakilan dari keluarganya saja. Merekalah wakil keluarga dan keluarga adalah rakyat. Jama’ah tahlil juga rakyat dengan seorang pimpinan yang ditunjuk jama’ah (rakyat).

Dari uraian di atas maka jelas sudah perwujudan dari sila ke-empat Pancasila yang digambarkan dalam tahlilan. Tahlilan yang dipimpin oleh Imam yang hikmat dan bijaksana yang sudah dimusyawarahkan dan diwakili oleh perwakilan masing-masing.

Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sebelum, saat atau sesudah tahlilan biasanya ada pembagian berkat (makanan sedekah). Inilah saat-saat yang ditunggu rakyat Indonesia, prosesi pembagian berkat. Dalam prosesi bagi-bagi berkat semua undangan yang hadir mendapatkan bagian berkat yang sama. Kalau berkat itu isinya nasi putih dan telor maka semuanya pun isinya nasi putih dan telor, begitupun kalau isinya nasi putih dan tempe saja maka juga semuanya mendapatkan isi berkat yang sama. Tidak ada satu jama’ah misalnya dapat berkat isinya nasi putih dan tempe, sementara jama’ah lainnya dapat pizza atau burger atau malah tidak mendapatkan berkat (kecuali kalo memang stok berkat melebihi kuota).

Setiap jama’ah juga mendapatkan masing-masing satu berkat, tidak ada acara dobel-dobel berkat apalagi tripel-tripelan. Tidak ada rumusnya kalo lurah mesti dapat 2 berkat, petani 1 berkat, tukang becak tidak dapat berkat. Jika semua dapat 1 berkat maka yang lain pun dapat 1 berkat. Dan berkat ini juga mempunyai nilai sosial. Berkat ini kan biasanya dibungkus dan dibawa pulang ke rumah masing-masing. Dengan begitu orang-orang yang tidak hadir dalam acara tahlilan dapat menikmati betapa nikmatnya makanan berkat ini. Di rumah itu ada istri dan anak, sehingga mereka pun dapat ikut makan berkat bersama meski tidak ikut tahlilan. Dan yang paling penting adalah berkat itu meningkatkan gizi masyarakat. Insya Allah kalau bangsa Indonesia sering mengadakan tahlilan maka tidak akan ditemukan adanya orang yang kurang gizi karena tahlilan itu nyata-nyata dapat meningkatan gizi ruhani dan gizi jasadi. Rasa sosial yang dimiliki ahli tahlilan begitu tinggi.

 Begitulah nilai-nilai prinsip keadilan dan sosial tertanam dalam tahlilan. Semua berkat dibagi rata dan adil, tanpa ada perbedaan strata sosial, seluruhnya mendapat berkat yang sama, bahkan yang tidak ikut tahlilan pun dapat menikmati kelezatan berkat. Dampak sosialnya pun sungguh luar biasa karena berdasarkan bukti-bukti ilmiah tahlilan itu dapat meningkatkan gizi masyarakat, gizi ruhani dan gizi jasadi.

Inilah yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat yang mengadakan tahlilan adalah masyarakat yang adil dan mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Sangat berbeda dengan orang-orang yang benci tahlilan apalagi malah membuang-buang makanan berkat. Sungguh membuang makanan berkat adalah tindakan mubazir seperti yang dicontohkan oleh setan. Sungguh membuang berkat tahlilan itu bagian dari kufur nikmat karena berkat adalah bagian nikmat yang tak ternilai. Coba pikirkan, banyak saudara-saudara kita mungkin yang kelaparan dan butuh makanan, tetapi ini kok ada orang yang katanya muslim justru membuang-buang berkat dengan alasan yang tidak masuk akal dan tidak diterima dalam agama.

Semoga umat Islam di Indonesia menyadari betapa nilai-nilai yang ada dalam Pancasila sudah terkandung dalam acara tahlilan. Dengan mengadakan tahlilan berarti kita telah mengamalkan Pancasila. Ini penting sekali untuk diajarkan kepada generasi penerus bangsa untuk terus melestarikan tahlilan. Melalui tahlilan berarti kita telah mengamalkan agama dan Pancasila. Tahlilan juga terbukti secara nyata dapat meningkatkan gizi masyarakat dan menjadikan masyarakat semakin terjalin rasa persatuan dan kesatuan. Jangan ragu lagi tahlilan, mari kita galakkan kembali tahlilan di rumah-rumah kita. Mari wujudkan Tahlilan Nasional untuk kemajuan bangsa dan negara.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...