Islam memang satu. Agama universal sebagai rahmat sekalian alam. Agama fitrah yang lengkap secara akidah dan syariah. Diyakini sebagai jalan hidup yang lurus untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan abadi. Allah sudah memberikan hak paten bahwa Islam sebagai syari'at terakhir akan senantiasa selaras dan responsif terhadap zaman.
Ketika Islam dipahami manusia dalam realitas empirik, maka Islam yang satu yang berasal dari Tuhan tersebut akan mengalami penafsiran-penafsiran manusia yang tidak semua seragam akibat realitas sosial, kapasitas keilmuan dan realitas zaman yang berbeda. Dalam pokok-pokok akidah dan syari'ah, kita sepakat bahwa Islam memang satu dan Islam pun menghendaki kita untuk bersatu dalam satu ikatan ukhuwah diniyah. Untuk menjaga ukhuwah tersebut maka kita harus berpegang pada pokok-pokok akidah (ushuliyah) dan prinsip-prinsip Islam universal. Menjauhkan dari urusan perdebatan tafsir yang bersifat partikular (furu'iyah).
Warna-warna penafsiran dan pemahaman manusia terhadap Islam ini tidak harus dianggap sebagai bencana atau musibah dan saling menyalahkan sebab ini adalah sunnatullah yang harus dirawat dan disikapi dengan sikap dewasa. Manusia tetaplah manusia yang terbatas kemampuannya dalam menafsirkan dan menjawab kehendak Tuhan. Manusia tidak akan mampu menjawab kemutlakan kebenaran Tuhan. Dia adalah Khalik dan kita adalah makhluk. Ada batas-batas dan sekat yang tidak akan mungkin dapat ditembus oleh makhluk untuk dapat sejajar dengan pengetahuan Tuhan. Jika manusia mampu menembus kemutlakan Tuhan maka dia telah mengumumkan dirinya sebagai Tuhan kedua.
Dengan memahami realitas diatas, marilah kita sama-sama berpegang teguh dengan tali ukhuwah yakni saling memahami satu sama lain dan menjauhkan sikap eksklusivisme yaitu menganggap kelompoknya yang paling dan pasti benarnya dan mendakwa tidak ada kebenaran bagi kelompok yang lain. Memonopoli kebenaran tunggal dan mengklaim sebagai otoritas pemilik surga bukan hanya menghambat persatuan namun juga menyulut api peperangan yang tak kunjung padam.
Api peperangan yang pernah terjadi pada periode klasik internal umat Islam hendaknya menjadi pelajaran bahwa permusuhan tidak akan menguntungkan bagi umat Islam. Politik berebut kekuasaan hanya akan memperkerdil kemuliaan Islam karena Islam bukanlah agama perang dan tidak ditebarkan dengan pedang. Perang adalah jalan terakhir jika terjadi pengkhianatan dan ketidakadilan.
Moderatisme adalah jalan tengah bagi semua. Sikap saling menghargai dan menghormati keanekaragaman madzhab, aliran teologi dan tafsir. Menjauhkan sikap ekstrim dalam beragama, takfiri dan klaim kebenaran tunggal (truth of claim). Dengan semangat toleransi maka perdamaian antar pemeluk Islam akan terjalin.
Moderatisme adalah 'madzhab' bagi muslim Nusantara. Dengan moderatisme, akan mampu menyatukan antar umat Islam bahkan dengan umat yang berbeda. Radikalisme agama hanya akan menjadi racun, biang keributan, biang pertumpahan darah dan monster yang paling menakutkan.
Saatnya kita menyatukan tekad bersama seluruh ormas Islam moderat mewujudkan bumi Nusantara yang damai. Menjaga negeri ini dari kelompok pemecah belah, perusak, dan bercita-cita mengganti asas negara dengan ideologi asing anti Pancasila.
Jika Islam adalah dasar dalam beragama maka Pancasila adalah landasan dalam berbangsa dan bernegara. Islam saja tanpa diimbangi dengan Pancasila maka akan terjadi kegersangan cinta tanah air sehingga negara mudah untuk dirusak atas nama agama sedangkan nasionalis saja tanpa didasari oleh agama maka akan pincang karena nilai-nilai agama adalah pedoman pokok dan pondasi utama dalam bernegara.
Baca lainnya: Mewaspadai Virus Islam Nusantara
Baca lainnya: Mewaspadai Virus Islam Nusantara
Islam Indonesia adalah Islam yang moderat, toleran, ramah dan menghargai keberagaman. Tidak ada tempat bagi kelompok radikal, ekstrim dan perusak Pancasila. Jika mengaku Islam tapi menolak Pancasila dan tidak memiliki jiwa nasionalisme maka jelas mereka adalah ancaman besar yang tidak ada tempatnya untuk hidup dinegeri ini.
Agama dan nasionalisme adalah kata kunci bagi bangsa Indonesia yang tidak akan pernah bisa dipisahkan. Jika ingin hidup dinegeri ini maka jadilah kaum agamis yang nasionalis atau menjadi kaum nasionalis yang agamis. Dengan menyatukan dua komponen ini maka umat Islam Indonesia dengan model Islam Nusantaranya, bukan hanya menjadi perekat bagi bangsa Indonesia tapi juga menjadi Islam percontohan dan menjadi kiblat bagi Islam dunia.
Agama dan nasionalisme adalah kata kunci bagi bangsa Indonesia yang tidak akan pernah bisa dipisahkan. Jika ingin hidup dinegeri ini maka jadilah kaum agamis yang nasionalis atau menjadi kaum nasionalis yang agamis. Dengan menyatukan dua komponen ini maka umat Islam Indonesia dengan model Islam Nusantaranya, bukan hanya menjadi perekat bagi bangsa Indonesia tapi juga menjadi Islam percontohan dan menjadi kiblat bagi Islam dunia.
No comments:
Post a Comment