Acara silaturahim NU sedunia di Mekah, 18 Agustus 2018 |
Sebagai agama universal hingga akhir zaman, Islam memuat peraturan dan cakupan yang sangat lengkap (din kamil) dari berbagai aspeknya. Mulai dari akidah, syariah, akhlak, sosial, politik, ekonomi, kebudayaan (tsaqafah), peradaban (hadharah) hingga ilmu pengetahuan.
Al-Qur'an sebagai kitab inspirasi ilmu pengetahuan, mengajak manusia untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya sehingga mampu melaksanakan tugas kekhalifahan dari Allah swt. dengan baik. Tanpa diiringi kemampuan mengembangkan dan mengolah potensi akalnya melalui bimbingan wahyu maka alam semesta yang begitu kaya raya ini tidak akan memberikan manfaat sama sekali.
Al-Qur'an menyapa manusia pertamakali dengan seruan untuk melakukan pembacaan melalui kalimat iqra'. Yakni upaya untuk selalu menggali potensi yang ada pada dirinya sehingga akan selalu dinamis (change) dengan bertambahnya pengetahuan baik pengetahuan agama maupun pengetahuan sains. Membaca, meneliti, menganalisa, mengolah dan memanfaatkan alam semesta dengan semangat yang 'greget' untuk kemaslahatan dan perbaikan kualitas kehidupan manusia.
Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk senantiasa menimba ilmu sepanjang hayat agar manusia sadar akan dirinya betapa bodoh dan lemah akal pikirnya yang tidak akan mampu menandingi kuasa Penciptanya. Al-Qur'an membedakan antara orang yang berilmu dan tidak berilmu bahkan meninggikan derajat kepada mereka yang berilmu sejak didunia. Karena ilmu Allah sangat luas maka manusia dilarang merasa cukup dengan ilmunya sehingga harus merasa fakir dan selalu bersedia menerima ilmu yang berasal dari siapapun tanpa merasa lebih pintar, lebih hebat dan lebih mulia dari makhluk lainnya.
Al-Qur'an adalah sumber inspirasi ilmu pengetahuan yang berarti apa yang disajikan oleh Al-Qur'an masih bersifat global, general dan hanya bersifat sinyal-sinyal pengetahuan yang perlu lebih lanjut untuk ditafsirkan. Disinilah diperlukan potensi dan kemampuan akal untuk memahaminya secara mendalam yang oleh Al-Qur'an salah satunya disebut dengan ulil albab yakni pengetahuan yang mendalam dari hamba-hamba Allah yang terpilih sehingga pengetahuannya itu bisa mengantarkan pada ketundukan dan kepatuhan kepada Allah swt. Al-Qur'an hanyalah sedikit dari sekian banyak sumber pengetahuan yang terhampar luas.
Ayat Al-Qur'an sebagai ayat qauliyah (tersurat) bersifat terbatas namun ayat kauniyah (tersirat) dialam semesta yang begitu luas sangat tidak terbatas dan tidak akan ada selesainya untuk dikaji. Dengan demikian, wahyu dan akal memiliki arti penting dan perangkat dasar dalam menguak ilmu pengetahuan. Jika hanya wahyu saja tanpa akal maka akan pincang dan jika hanya akal saja tanpa wahyu maka akan buta.
Kesuksesan dalam menggali wahyu dan menggali potensi akal, mengantarkan umat Islam mencapai kejayaan dimasa lalu abad pertengahan. Dimasa ini, ilmu keislaman dan sains berjalan seirama secara sinergis dan tidak terpisah (dikotomistik). Bukan hanya bermunculan pakar dan cendekiawan muslim dalam bidang tafsir, hadits, fikih dan teologi saja namun juga bermunculan tokoh-tokoh sains dibidangnya masing-masing seperti kedokteran, astronomi, sosiologi, optik, antariksa dan sebagainya. Bahkan banyak juga para ulama atau cendekiawan muslim juga merangkap ahli dalam bidang sains.
Dimasa kini, umat Islam harus bangkit dan mampu mengukir prestasi kembali sebagai umat yang terdepan dalam membangun sejarah, kebudayaan dan peradaban. Jangan terlalu lama dalam mimpi dan tidur yang panjang sehingga hanya menjadi umat yang konsumtif, pasif dan bangga menikmati produk atau karya bangsa lain atau umat lain. Umat Islam tidak boleh tertinggal dari peradaban Barat atau asyik mengkonsumsi peradaban Barat namun bagaimana menjadi umat yang produktif sehingga karyanya bisa mengangkat dan meningkatkan derajat umat Islam dari umat-umat yang lain.
Umat Islam tidak diperkenankan hanya sibuk mengurusi hal-hal yang kecil dan remeh yang bersifat khilafiyah tanpa akhir hingga kiamat sehingga gagal fokus memikirkan masa depan umat Islam yang lebih besar. Umat Islam moderat hendaknya tidak perlu melayani celotehan kelompok radikal yang sibuk mengurusi dan mendikte kelompok umat Islam yang lain, provokatif bahkan menganggap lebih mulia dari muslim lainnya dengan berjuta fitnah dan tipu daya. Cukup menjawab dengan argumen yang tegas, singkat dan padat sehingga tidak hanya membuang energi yang sia-sia, nihil dan tidak menghasilkan karya apapun.
Era ini adalah potensi yang besar bagi muslim sunni khususnya muslim nusantara untuk melesat maju membuat dan menciptakan peradaban yang besar bahkan harapan untuk mampu melampaui tokoh-tokoh muslim pendahulu. Kemajuan teknologi saat ini bagi muslim dapat digunakan sebagai mesin besar dalam menciptakan kemaslahatan umat. Generasi muslim moderat akan mampu menjadi pusat peradaban dunia dengan kaderisasi yang tangguh serta menjadi juru perdamaian dunia sehingga menghasilkan karya-karya besar yang belum pernah dihasilkan oleh orang-orang terdahulu.
Baca juga: Islam dalam Berbagai Perspektif
Jika peradaban besar klasik pernah muncul di Romawi, Persia dan Yunani yang kemudian muncul pula peradaban besar yang dibangun oleh Rasulullah dan sahabat, dilanjutkan oleh dinasti-dinasti Islam di Arab dan Eropa seperti Umayah, Abbasiyah, Ayyubiyah, Fatimiyah dan sebagainya maka abad ini adalah harapan bagi peradaban nusantara untuk memimpin dunia.
Modal dasar dari bangkitnya peradaban adalah sistem politik yang kondusif. Peradaban besar mampu bertahan lama karena ditopang oleh kekuatan politik dan situasi negara yang solid sehingga tidak mudah hancur dari serangan manapun. Jika kita selalu dibenturkan oleh isu sektarian dan agama maka mustahil bangsa ini akan bangkit. Yang saat ini terjadi adalah setiap tokoh yang memimpin negeri ini selalu dituntut untuk mundur hanya karena bukan pilihan ideal, tidak sesuai selera atau berbeda pandangan. Ada sebuah kehobian atau mabuk yang akut yang terus menerus sebagian anak bangsa ini untuk mencela pemimpinnya dari masa kemasa. Ini sebuah gambaran bahwa calon-calon pemimpin kita dimasa mendatang yang belum tahu siapa orangnya ada kemungkinan tidak lepas dari celaan rakyatnya.
Gambaran hari ini adalah sketsa hari esok dan seterusnya. Apakah memang bangsa ini ditakdirkan sebagai bangsa pencela hingga akhir zaman? Dimana semboyan bangsa kita dahulu yang dikenal oleh bangsa-bangsa dunia sebagai bangsa yang ramah, santun, penuh dengan unggah-ungguh, tidak sok-sokan, rendah hati dan tepa selira. Seakan semuanya sudah sirna karena ditelan oleh 'setan' gadget, dan 'hantu' sosmed. Padahal untuk membangun peradaban besar dibutuhkan keharmonisan antara pemimpin dan rakyat serta antara pemimpin dan agamawan. Perlu keseriusan dan tanggungjawab bersama untuk mengubah paradigma ortodok dan primordial yang saat ini terjadi. Kalau tidak ada perubahan kebiasaan buruk ini tentu bangsa kita akan terus-menerus dirundung kebangkrutan. Semoga bisa berubah untuk lebih baik dengan terlebih dahulu memperbaiki diri sendiri.
No comments:
Post a Comment