Saturday, December 16, 2017

Santri Never Ending, Kiai Never Die



Pondok Pesantren hingga kini diakui sebagai pusatnya studi keislaman yang mumpuni. Paling tidak,  ada beberapa faktor mengapa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang ideal hari ini hingga yang akan datang bahkan pendidikan ideal akhir zaman, diantaranya sanad keilmuan, pengetahuan Islam yang memadai dan pendidikan akhlak.

Sanad keilmuan menjadi penting sehingga diketahui darimana sumber ilmu yang kita dapatkan. Sebagaimana riwayat dalam sebuah hadits yang harus jelas jalur periwayatannya, ilmu pengetahuan tanpa sanad yang jelas menyebabkan ilmu tidak berkah, menyebabkan kesesatan bahkan menjadi musibah bagi pemiliknya. Terlebih jika mempelajari ilmu tanpa guru atau modal instan.

Dalam aspek pengetahuan Islam, santri diajarkan ilmu keislaman yang sangat memadai dari berbagai aspeknya mulai dari akidah, tafsir al-Qur'an, hadits, fikih, tashawuf dan sebagainya. Santri bukanlah memahami Islam sepenggal atau dua penggal ayat yang kemudian koar-koar merasa paling hebat dimuka bumi.

Ketinggian dan keluhuran manusia bukan hanya dinilai dari berkumpulnya banyak ilmu dibagian kepala namun bagaimana ilmu yang dimiliki mampu memberikan kemanfaatan, membentuk perilaku dan akhlak yang terpuji. Dipesantren inilah, akhlak santri ditempa dengan sangat baik sehingga mereka bukan hanya cerdas secara akal yang kering dan dangkal akan perilaku terpuji namun diajarkan kecerdasan spiritual sehingga mereka akan memuliakan manusia dan makhluk ciptaan-Nya. Rendah hati (tawadhu'), disiplin, bertanggungjawab, bersahaja, terampil, kerja keras, mandiri, tahan banting dan siap menghadapi goncangan realitas zaman.

Salah satu sikap yang luar biasa dari seorang santri adalah dalam memuliakan gurunya. Posisi ustadz atau kiai dalam institusi pesantren sangat dimuliakan sebagai bentuk memuliakan orang yang berilmu dan orang shalih sebagaimana Allah juga telah memuliakan mereka dalam beberapa ayat suci-Nya.

Tak jarang, perilaku memuliakan guru/kiai yang tidak dipahami oleh sebagian kalangan diluar pesantren yang merasa lebih 'pintar' sehingga dianggap sebagai pemujaan atau penyembahan. Sebuah tuduhan karena kedangkalan dalam pemahaman atau tidak diimbangi dengan ilmu yang memadai. Ilmu fikih (aspek dzahir) tanpa diimbangi dengan tashawuf (aspek batin) hanya akan gersang dan kering yang menyebabkan tercerabutnya akhlak sehingga tinggi ilmu namun krisis adab dan akhlak.

Ahlussunnah wal jama'ah/sunni meyakini akan adanya konsep tabarruk/ngalap berkah terhadap orang yang berilmu dan orang yang shalih. Orang-orang shalih  dan orang- orang alim (ulama') adalah kekasih Allah (auliya') yang layak untuk dihormati karena kemuliaan mereka atas manusia. Orang shalih, ulama termasuk kiai akan senantiasa hidup dan harum namanya dalam hati para pendamba meskipun jasad mereka telah terkubur. Kiai tidak akan pernah mati (never die) karena dawuh, fatwa, nasehat, petuah dan kalamnya akan selaku terukir dan terpahat dalam lembaran-lembaran kitab sepanjang zaman.

Baca berikutnya: NKRI Rumah Kita

Bersyukurlah bagi mereka yang pernah menjadi santri hingga hari ini karena menjadi santri tiada batas akhirnya (never ending) bukan hanya dibatasi oleh dinding dan bilik pesantren. Tugas santri adalah menjadi paku dunia yang akan merekatkan dan mendamaikan kehidupan dibumi. Bagi yang tidak pernah menjadi santri, belajar agama bisa dimana saja namun perlu kehati-hatian dengan tetap dekat dengan para ulama, orang shalih dan kiai agar tidak salah jalan.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...