Tuesday, January 16, 2018

Benarkah Slogan "NKRI Harga Mati" Menyebabkan Kesyirikan?



Ada kalangan yang menganggap slogan "NKRI Harga Mati" berdampak serius sehingga mengakibatkan perilaku syirik dan kesesatan karena mengganggu tauhid. Kelompok model gagal paham terhadap NKRI ini adalah mereka yang anti Pancasila dan anti NKRI.

Slogan atau semboyan "NKRI Harga Mati" yang sekarang menjadi slogan nasional pertamakali dicetuskan oleh seorang kiai kharismatik, sederhana nan bersahaja yang bernama KH. Moeslim Rifa'i Imampuro (w. 2012) yang lebih dikenal oleh warga Nahdliyin dengan sapaan akrab Mbah Liem. Seorang pengasuh pondok pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, Klaten.

Gagal paham mengenai slogan "NKRI Harga Mati" mengakibatkan mudahnya memvonis syirik atau musyrik bahkan menyebabkan kafir kepada umat Islam Indonesia yang sangat cinta tanah air. Hal ini karena pemahaman yang sempit terhadap Islam sehingga sangat tekstual dan menganggap segala sesuatu yang tidak ada dalilnya dihukumi syirik dan haram.

Sama halnya jika seseorang yang gagal paham tentang ajaran Islam dengan menganggap orang yang sedang shalat menghadap kiblat kearah Ka'bah berarti menyembah batu hitam. Muslim yang meyakini bahwa Allah ada didalam Ka'bah atau wujud Allah berupa batu maka jelas hal inipun mengarah kepada kemusyrikan. Artinya, simbol-simbol Tuhanpun bisa mengarah kepada kemusyrikan jika salah mengartikan.

Semboyan "NKRI Harga Mati" hanyalah sebuah semboyan tentang rasa nasionalisme atau cinta tanah air dan tidak ada kaitannya dengan penyembahan. "NKRI Harga Mati" adalah semboyan pemersatu bahwa rakyat Indonesia sangat mencintai tanah airnya yaitu tanah air sebagai anugerah agung dari Allah yang harus senantiasa dijaga. Kecintaan terhadap tanah air adalah wujud syukur karena tidak mudah untuk mewujudkan tanah air yang merdeka, damai dan sejahtera. Butuh waktu yang lama dengan darah, nyawa dan airmata dalam mewujudkan kemerdekaan negeri ini.

Mbah Liem sebagai pencetus semboyan ini menyadari bahwa tanah air adalah modal pertama dan utama untuk dapat menyembah dan mengagungkan Allah swt. Tanpa tanah air yang kondusif, damai dan tenteram tentu kita tidak akan khusyuk dalam menyembah Allah swt.

Akankah kita rela tanah air kita terpecah belah dalam kondisi peperangan? Akankah kita bisa nyaman dan khusyuk beribadah dalam suasana mencekam, tertindas dan terjajah? Tentu kita tidak akan bisa menikmati indahnya ibadah dalam kondisi perang. Rasa nasionalisme bukan wujud kesombongan namun rasa syukur atas karunia Allah berupa tanah air yang elok nan permai yang belum tentu Allah anugerahkan kepada bangsa lain.

Orang yang mengumandangkan semboyan "NKRI Harga Mati" tidak lantas menjadi syirik atau sesat sebab tidak sedikitpun semboyan ini akan merusak keimanan dan keyakinannya kepada Allah. Orang yang mengucapkan slogan ini tidak lantas menyembah burung Garuda. Tidak pula menyembah bendera merah putih dan selamanya tidak akan menjadikan butir-butir Pancasila atau UUD 1945 sebagai tandingan hukum-hukum Allah.

Jika hukum Pancasila dan UUD 1945 adalah landasan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia apapun agamanya maka hukum-hukum Allah yang termuat dalam Al-Qur'an adalah landasan hidup khusus bagi umat Islam. Jadi ada keserasian dan keselarasan yang saling membangun antara hukum Tuhan dan hukum buatan manusia karena hukum buatan manusia dalam negara Pancasila tidak satupun yang bertentangan dengan esensi ajaran Islam. Bahkan Pancasila adalah esensi dari ajaran Islam yang membumi, bukan melangit.

Kita sebagai rakyat Indonesia yang sangat mencintai tanah air harus selalu waspada terhadap kelompok-kelompok dan konspirasi yang ingin merusak atau mengganti dasar negara dengan ideologi asing. Ideologi yang anti agama maupun ideologi yang mengatasnamakan agama. Esensi Islam adalah substansi atau isi dan bukan kemasan, jargon atau sekedar simbol formal belaka.

Baca berikutnya: Thariqah sebagai Spirit Nasionalisme Kebangsaan

Jangan pernah tertipu dengan kelompok-kelompok yang merusak persatuan dan perdamaian namun mengatasnamakan Islam. Islam adalah agama perdamaian yang menginspirasi cinta tanah air. Mencintai tanah air bukan berarti membenci Islam dan sebaliknya mencintai Islam bukan berarti harus membenci tanah air. Islam dan tanah air ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Sama-sama berharga dan penting untuk diperjuangkan.

Umat Islam yang sejati dimanapun berada, dimanapun negaranya, apapun bangsanya dan dimanapun mereka hidup pasti sangat mencintai tanah airnya. Tanah air sebagai anugerah Allah yang wajib disyukuri dengan cara menjaga dan merawatnya sehingga selalu melahirkan ketundukan dan kekhusyukan kepada Sang Pencipta.

Membela agama bukan berarti dengan caci maki atau bahkan cari mati. Mencintai tanah air adalah bagian dari pembelaan kepada agama. Membela agama bukan pula membawa kesana-kemari 'Bendera Tuhan' untuk memberontak negara. Tidak berarti membawa firman Tuhan atau sabda Rasul untuk mengkafirkan umat Islam.

Bagi rakyat Indonesia (bukan rakyat khilafah yang tidak punya tanah air), mencintai tanah air tidak perlu banyak dalil. Cukup dengan semboyan hubbul wathan minal iman sudah menjadi bukti bahwa NKRI yang begitu menakjubkan ini adalah anugerah agung dari Allah yang tiada duanya.






No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...