Tuesday, April 3, 2018

Wasiat Pangeran Diponegoro tentang Sandi Pohon Sawo dan Resolusi Jihad NU


Ketika Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda di Magelang, beliau yang waskita itu tetap tenang, bahkan sempat membisikkan pesan terakhir pada kiai Badaruddin agar menanam pohon sawo. Pesan itu segera disampaikan kepada kiai lain seperti Kiai Basah Mintaraga, Kiai Kasan Besari, dan Kiai Maderan. Mereka adalah Kiai Waskita, karena itu segera memahami atas makna perintah itu. Pesan itu segera disampaikan pada kiai laih, sehingga para kiai menanam pohon sawo di depan pesantren dan masjid mereka, sebagai sandi bagi laskar Diponegoro untuk terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Sandi sawo yang diwasiatkan oleh Pangeran Diponegoro itu sebenarnya berasal dari Bahasa Arab:

"Showwu sufufakum fainna taswiyatashufufi min tamamil harakah (rapatkan barisan, karena merapatkan barisan merupakan syarat bagi suksesnya perjuangan)".

Perintah itu segera menyebar sehingga dalam waktu singkat sawo telah di tanam di hampir semua pesantren yang tersebar mulai dari Banten, Magelang, hingga Banyuwangi, bahkan di Bali dan Lampung.

Dengan adanya sandi itu, maka metode perlawanan para ulama Aswaja dalam melawan penjajah Belanda di ubah dari perlawanan senjata menjadi perlawanan di bidang pendidikan, yaitu dengan mendirikan pesantren-pesantren yang mendidik masyarakat pribumi untuk digembleng menjadi generasi yang akan melanjutkan perjuangan Pangeran Diponegoro di masa yang akan datang.

Dan dengan adanya sandi itu, maka para ulama Aswaja terus melakukan silaturrahim, konsolidasi, bertukar pikiran, musyawarah, sharing ilmu dan menjaga jarak kepada penjajah Belanda.

Sehingga terbukti pada Zaman Pergerakan Nasional, para generasi penerus yang telah didik oleh para ulama yang merupakan pasukan Pangeran Diponegoro ini mulai aktif bergerak merapatkan barisan para ulama dengan mendirikan organisasi yang sistematik. Para ulama itulah yang pada tahun 1926 bersama Hadratus Syaikh KH.Hasyim Asy'ari dan KH.Wahab Chasbullah mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yang bertujuan untuk "tauhidu shufufil ulama (menyatukan barisan ulama)" sebagai organisasi yang melanjutkan perjuangan Pangeran Diponegoro. Dengan adanya jaringan kiai pejuang di bawah pohon sawo itulah NU berkembang dengan pesat, karena pada dasarnya Nahdlatul Ulama perwujudan dari upaya meluruskan dan merapatkan barisan untuk melawan penjajahan dan berbagai bentuk ketidakadilan.

Puncaknya, setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ketika tentara sekutu mendarat di Nusantara, maka NU mengobarkan semangat Resolusi Jihad untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...