Sunday, September 16, 2018

Apakah Menjadi Presiden Cukup Bermodalkan Wajah Ganteng?


PIKIR LAGI ! PIKIR SEKALI LAGI !  -  Ya, kalau Anda pikir untuk menjadi presiden sebuah negara harus berwajah ganteng, maka banyak foto model di teve berwajah ganteng. Peragawan juga.  Politisi ganteng juga banyak - pilih saja salahsatunya.

Kalau Anda pikir untuk jadi seorang presiden modalnya fasih berbahasa Inggris, maka lihat saja Metro TV dan TVRI seksi bahasa Inggris, di sana ada banyak presenter “cas cis cus” ngomong Inggris. Pagi, siang dan sore – mereka bisa jadi kandidatnya.

Kalau Anda pikir, untuk menjadi presiden negeri kita harus kaya, maka ratusan konglomerat Indonesia kaya raya. Tinggal sebut nama saja.

Dan kalau kalian pikir menjadi presiden modalnya adalah tegas, ada 600-an ribu anggota TNI, ratusan komandan pasukannya,  dan puluhan jendralnya di Indonesia yang teruji ketegasannya. Siapa yang meragukan ketegasan tentara?

Tapi menjadi presiden bukan cuma bermodal ganteng, fasih bahasa Inggris, kaya, raya dan tegas. Juga bukan gabungan dari semuanya. Point point yang disebut di atas malah bisa diabaikan semua. Nggak terlalu penting.

Lihat baik baik wajah dua orang di postingan ini – mereka nyaris tidak memenuhi semua. Dua duanya jauh dari sebutan ganteng, juga terkesan tidak tegas pada awal pemunculan mereka. Lembek malahan. Tidak kaya – sebelum dikenal sekarang. Dan komunikasi dalam bahasa Inggris dilecehkan juga. 

Nyatanya mereka berjaya dan jadi bintang di negara masing masing. Yang pakai batik di kiri itu baru meninggalkan lawatan di Korea Selatan dan membawa investasi Rp. 80 triliun. Yang kanan sudah dikenal di seantero jagat sebagai manusia Rp.570 triliun.

Saya tidak bicara angka angka itu sebagai aset mereka, tapi angka angka yang dipercayakan kepada mereka. Kemampuan menghimpun aset orang lain untuk dikelola dan digiatkan sebagai bisnis.

Dunia internasional percaya pada mereka.

Apakah mereka dipercaya karena semata mata keduanya ganteng, pintar bahasa Inggris, kaya dan tegas?

Tidak, Bung! No! Nehi!

SEORANG pemimpin adalah dia yang memiliki visi,  komitmen dan integritas. Gigih memegang ketiganya untuk mewujudkan sebagai karya nyata.

Kemarin saya datang di pelatihan untuk pemimpin ‘Making Indonesia 4.0’  – yang dibahas oleh para pakar kepemimpinan (leadership) dengan peserta para ahli, yang bicara dalam bahasa “ndakik ndakik”. Campur campur bahasa Inggris dan Indonesia.

‘Making Indonesia 4.0’ adalah peta jalan (road map) mengenai strategi Indonesia dalam implementasi memasuki 'Revolusi Industri 4.0' yang digagas Kementerian Perindustrian.

'Making Indonesia ' diluncurkan bersamaan dengan pembukaan Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Centre, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dari riset McKinsey Global Institute di tahun 2015 diungkapkan, Revolusi Industri 4.0 dampaknya akan 3.000 kali lebih dahsyat daripada Revolusi Industri pertama di Abad ke 19. Kecepatan perubahan ini akan 10 kali lebih cepat dan dampaknya akan 300 kali lebih luas. Karena, Industri 4.0 berbicara tentang implementasi teknologi automasi dan pertukaran data dalam bidang industri.

Indonesia, seperti negara-negara lainnya, harus bersiap dan mengantisipasi perubahan besar ini. Maka presiden kita menetapkannya sebagai gerakan nasional.

Dalam pelatihan untuk pelatih kemarin, terungkap, bahwa 'Making Indonesia 4.0' itu bersumber dari impian seorang pria sederhana yang pernah tinggal di pinggir kali di Solo – yang kebetulan sekarang menjadi Presiden RI.

Seorang pemimpin adalah pemimpi, pencetus visi dan komit untuk mewujudkan impiannya. Dengan integritas yang dia miliki, memastikan bahwa semua dilakukannya untuk bangsa dan negara -  bukan untuk diri, keluarga dan konco konconya.

MAKA pikirlah sekali lagi.

Pikir sekali lagi -  kalau Anda dibujuk seseorang memilih kandidat presiden karena ganteng, kelihatan tegas dan suka berbahasa Inggris. Pastikan Anda bukan pecinta sesama jenis ( kalau Anda laki laki) atau Anda emak emak ganjen (kalau perempuan).

Kalau cuman piawai bahasa Inggris, percayalah,  penerjemah bisa disewa jam jaman dan dikontrak per halaman. Kalau direkrut tetap, ada staf kedutaan yang jumlahnya ribuan.

Kalau cari yang kaya, juragan besi tua dari Madura banyak yang kaya raya.

Dan kalau soal tegas, preman kampung juga tegas.

Bahkan -  jika digabungkan semua -  belum tentu bisa dipercaya. Karena integritas seorang pemimpin adalah pertaruhan terakhirnya.

Sudah ada contohnya 'kan?

Kita pernah punya pemimpin ganteng ,  mantan jendral, suka sekali berpidato dalam bahasa Inggris -  dan memerintah dua periode – tapi  meninggalkan proyek mangkrak, dan dikelilingi pengurus partai yang sebagian besarnya masuk bui setelah kena tangkap KPK. 

Inga.. inga...!! ***

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...