Thursday, September 13, 2018

Benarkah Bandera Rasulullah Hitam dan Putih?


Oleh Ainurrofiq

Baru-baru ini saya dikirimi video yang berisi ceramah orang Hizbut Tahrir (HT) tentang bendera Rasul dengan berciri hitam dan/atau putih bertuliskan kalimat tauhid. Lalu, agar lebih mantap dan berbobot, orang yang ada di video menambahi argumen akan pentingnya bendera itu dengan menyodorkan doa tarawih yang ada kata “bendera”.

Dari video ini, selanjutnya ada kalangan muslim yang menolak pendapat orang HT itu bahwa hadis tentang bendera tersebut adalah dlaif. Ada juga yang menjelaskan bahwa bendera itu terkait dengan budaya, bukan syariat, sehingga tidak harus diikuti.

Sebetulnya untuk menjawab masalah bendera itu simpel saja. Kita bisa pinjam nalar HT dengan membaca buku ushul fiqih yang ditulis oleh tokoh HT semisal kitab Al Syakshiyyah al Islamiyyah juz 3 karyaTaqiyuddin Al Nabhani.
Dalam buku HT tersebut dijelaskan, bahwa sighat amar (bentuk perintah) dalam teks suci (al Qur’an dan hadis) belum pasti merupakan perintah wajib. Wajib tidaknya tergantung kepada indikasi atau qarinah dari teks suci tersebut.

Dari nalar ushul fiqih yang diyakini Hizbut Tahrir tersebut, dapat disimpulkan, kalau sighot amar saja masih tergantung dengan qorinah, apalagi “hanya” hadis yang bersifat khobar (berita). Hadis yang dianggap tentang bendera itu sekedar khobar saja, bukan perintah, maka bila ada yang menggemborkan bahwa siapa yang menolak bendera itu, sama dengan menolak Rasul dan ajarannya adalah kesimpulan yang absurd.

Sebagai komparasi. Dalam kitab al Mawardi, Al Ahkam al Sultaniyyah dijelaskan bahwa syarat seorang imam itu harus quraisy, dan ini merupakan ijma’. Selanjutnya al Mawardi menegaskan agar mengabaikan pendapat Dlirar yang syad atau menyimpang yang tidak mengharuskan syarat imam atau pemimpin adalah quraisy.

Bagi HT, isi hadis tersebut (tentang imam quraisy) hanya dianggap sighat khobar saja, bukan sighat amar. Jadi tidak harus diikuti. Boleh diikuti, boleh tidak. Mungkin pendapat ini juga terkait dengan para pemimpin HT yang tidak teridentifikasi dari keturunan Quraisy. Proyeksi ke depan dan harapannya walau utopis, pemimpin HT sebagai khalifah.

Berbeda dengan pendapat para ulama pelanjut kitab kuning. Pada umumnya Dalam kitab fiqih baik yang tipis maupun yang tebal seperti Fathul Wahab (2 jilid) atau Asnal Mathalib (9 jilid yang perjilid 600-an halaman) dijelaskan bahwa syarat imam salah satunya adalah keturunan Quraisy. Apabila Quraisy tidak ada, maka dari Kinanah, kemudian dari Bani Ismail, lalu dari ajam (non-Arab).

Tapi harus diingat, syarat di atas adalah untuk posisi imam a’dzam (satu kepemimpinan tunggal di dunia) saja. Hal ini ditegaskan dalam Asnal Mathalib karya Imam Zakariya al Anshori bahwa syarat pemimpin harus Quraisy dengan mengutip beberapa hadis tentang imamah dari Quraisy. Lalu bagaimana dengan hadis tentang perintah Nabi agar mentaati pemimpin walau dari hamba sahaya Habasyi? Dalam hal ini Imam Zakariya al Anshari menjelaskan bahwa konteks hadis pemimpin habasyi tersebut adalah tidak terkait dengan imam a’dzam. Ini bukti bahwa syarat Quraisy hanya untuk pemimpin seluruh dunia (imam a’dzam) saja.

Tidak hanya Imam Zakariya, Mbah Kiai Wahab Chasbullah mengakui syarat-syarat imam a’dzam seperti yang tertulis dalam kitab Fathul Wahab, Asnal Mathalib dan lain lain. Namun secara progresif beliau menjelaskan bahwa masalah imam a’dzam sudah tidak bisa diterapkan lagi karena salah satu syarat imam a’dzam seperti harus seorang mujtahid sudah tidak bisa dipenuhi sejak 700 tahun yang lalu. Untuk itu, di dunia modern ini sudah tidak bisa diterapkan konsep imam a’dzam (kepemimpinan tunggal se-dunia). Dengan demikian, pemimpin atau presiden seperti yang berlaku di Indonesia adalah absah.

Lalu kalau anda sebagai pengagum Hizbut Tahrir balik bertanya ke saya, “Andaikan itu hadis daif, andaikan itu hanya sighot khobar, andaikan itu hanya budaya, tapi kan boleh kami mengibar-memujanya?”

Jawaban saya, “Siapa yang melarang? Jangankan hanya membawa bendera, menyembahnya pun silakan, resiko ditanggung sendiri. Asal jangan klaim bendera itu identik dengan Islam, atau anda anggap bendera itu representasi Islam, selain bendera itu anda anggap non Islami. Demikian juga, saat anda ditangkap aparat karena membawa bendera itu, jangan tuduh aparat mempersekusi umat Islam, atau aparat benci umat Islam.”

Kita hidup di NKRI yang punya hukum. Jadi tidak asal ada “bau bau” Islam, langsung bisa dieksekusi. Ada pencuri mengambil emas di monas, maka anda tidak bisa langsung potong tangan dengan alasan itu sesuai hukum Islam dalam al Quran (yang anda pahami). Ada mekanismenya, apalagi bawa bendera yang itu hanya hadis yang dianggap daif dan ada ragam pendapat tentangnya. Terlebih lagi bendera HT itu terkait erat dengan upaya menggnti NKRI dengan khilafah ala Hizbut Tahrir.

*Penulis adalah Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Jombang, Jawa Timur

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...