Tuesday, November 6, 2018
Kisah Al-Zamakhsyari Bertaubat dari Paham Mu'tazilah
Ditulis oleh : Gus M Faisol
Namanya adalah Abul Qasim Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari al-Khawarazmi. Ia digelari dengan Fakhr al-Khawarazmi (Kebanggaan Khawarazmi, tempat ia lahir). Sang alim dalam beragam ilmu itu juga dikenal dengan gelar Jarullah (tetangga Allah), karena dalam beberapa waktu pernah bermukim di Mekah.
Ia lahir di desa Zamakhsyar pada 27 Rajab 467 H. Oleh karena itu penulis tafsir al-Kasysyaf itu biasa dipanggil al-Zamakhsyari. Ulama yang ahli bahasa itu wafat pada malam Arafah tahun 538 H.
Di waktu al-Zamakhsyari masih muda, di desanya ada seorang ulama yang ahli kedokteran, bahasa dan sastra. Ulama itu bernama Abu Mudlar bin Jarir al-Asbihani. Ia memiliki banyak murid yang kelak juga pakar dalam bahasa dan sastra, termasuk di dalamnya Jarullah al-Zamakhsyari.
Abu Mudlar inilah yang membawa dan menyiarkan paham dan ajaran mu'tazilah ke Khawarazmi. Ajaran mu'tazilah kemudian tersebar luas di Khawarazmi dan mendapat banyak pengikut, dan salah satu pengikutnya yang sangat bersemangat adalah murid terpentingnya: al-Zamakhsyari. Bahkan sang guru berulang kali memuji murid kesayangannya itu. Menurutnya, al-Zamakhsyarilah yang akan mewarisi dan melanjutkan perjuangannya menyebarkan paham mu'tazilah.
Para penulis biografi meluksikan al-Zamakhsyari sebagai: imam dalam tafsir, nahwu, bahasa, sastra, balaghah, sosok yang luas ilmunya, jenius, pribadi dengan puncak kecerdasan, matang dalam beragam ilmu, bermazhab Hanafi, dan berpaham mu'tazilah. Untuk yang terakhir ini, al-Zamakhsyari begitu bersemangat dan terang-terangan dengan mu'tazilahnya. Bahkan jika ia berkunjung ke salah seorang yang dikenalnya, setelah di depan pintu dan mengucapkan salam, al-Zamakhsyari lalu berkata, "Di depan pintu ini adalah Abul Qasim, sang mu'tazilah".
Al-Zamakhsyari memang dikenal berpaham bahwa makhluk itu menciptakan perbuatannya sendiri, bukan karena ciptaan Allah.
Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam bukunya al-Ulama al-'Uzzab (Para Ulama Yang Menjomblo) mengatakan bahwa Imam al-Zamakhsyari merupakan salah satu ulama besar yang membujang, jomblo, tidak menikah sepanjang hidupnya.
Namun catatan menarik disampaikan oleh Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthas dalam karyanya Tadzkir al-Nas: 299. Menurutnya, al-Zamakhsyari tidak membujang, ia menikahi seorang perempuan yang menjadi sebab al-Zamakhsyari bertaubat dari Mu'tazilah dan kembali berpaham Ahlussunah Waljama'ah.
Jadi, suatu ketika al-Zamakhsyari terpikat oleh seorang perempuan yang kebetulan putri dari seorang qadli di Mekah yang berpaham Ahlussunah Waljama'ah. Jarullah kemudian menemui sang qadli untuk melamar putrinya.
Sang ayah tentu saja menolak lamaran ulama yang masyhur sebagai pemuka Mu'tazilah itu. Mendengar ayahnya menolak lamaran, putri qadli itu lalu meminta untuk menerima pinangan pengarang al-Mufashshal fi al-Nahwi itu.
Pernikahan pun kemudian dilakukan.
Pada malam zafaf (bulan madu), putri sang qadli mengambil inisiatif pembicaraan, "Suamiku, kata orang hal ternikmat di dunia itu adalah saat-saat penyatuan antar laki-laki dan perempuan, antar suami dengan istrinya. Maka demi menyempurnakan kenikmatan itu, marilah kita melakukannya sebanyak 70 kali malam ini."
Mendengar kata-kata istrinya, al-Zamakhsyari kelabakan lalu menjawab, "Sayangku, bagaimana bisa, aku tidak sanggup melakukan sebanyak itu, apalagi dalam satu malam ini"
"Wahai Imam", istrinya berkata, "bukankah Engkau berkeyakinan dan berulang kali mengatakan bahwa manusia itu menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari ciptaan Allah. Jadi Engkau pasti bisa, karena Engkaulah yang menciptakan perbuatanmu sendiri".
Al-Zamakhsyari diam seribu bahasa.
"Jadi, suamiku, Engkau punya dua pilihan: kita akan melakukannya sebanyak 70 kali malam ini, dan engkau pasti bisa, karena perbuatanmu itu Engkaulah sendiri yang menciptakannya, atau kalau tidak engkau harus bertaubat dari keyakinanmu yang keliru itu"
"Aku bertaubat kepada Allah", jawab al-Zamakhsyari.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Jika Asma Allah diucapkan sekali saja dengan lisan, itu disebut dzikir (mengingat) lisan, namun jika Nama Allah diingat dengan hati, maka...
-
Oleh Rijalul Wathon Al-Madury Sayyid Kamal al-Haydari yg dengan nama lengkap Kamal bin Baqir bin Hassan al-Haydari (السيد كمال بن باقر ...
-
ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢ ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَ ﺳَﻠِّﻢْ ﻋَﻠَﻰَ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺑِﻌَﺪَﺩ...
-
Ir. KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M. Sc., Lic. Eng., Ph. D. Fakultas Teknik/Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada ...
-
Kontroversi pengeras suara di masjid kembali muncul pasca Meiliana, perempuan asal Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara divonis penjara 1...
-
Info dari Ustadz Muafa (Syaikhul Pramukiyyin /Mantan Syabab HT), yaitu berkaitan dgn para senior/pembesar HT Pusat, khususnya yg ada di ...
-
Bantahan untuk Buya, yang mengatakan Nyanyian Lagu “Saben Malem Jum'at Ahli Kubur Mulih Nang Umah” adalah lagu hayalan yang bertentan...
-
Beliau adalah KH Muhammad Zaini Abdul Ghani, seorang ulama besar yang sampai akhir hayat beliau masih memberikan ilmu agama bagi masya...
-
Oleh Gus Nadirsyah Hosen Beredar di media sosial (medsos) potongan gambar yang berisi keterangan sebagai berikut: كان صلى الله عل...
No comments:
Post a Comment