Ragu Apakah Wudhunya Batal atau Belum, Sebaiknya Bagaimana?

Disunahkan baginya untuk berwudlu untuk ihtiyat dan ketika ia sudah berwudlu untuk ihtiyat lalu ternyata sebenarnya wudlunya yang awal sudah batal, maka ia wajib mengulangi wudlunya karena wudlu yang sunah karena ihtiyat itu belum mencukupi. Dan otomatis sholatnya juga harus diulangi jika masih ada waktu, dan diqodlo jika waktunya sudah habis.
Wallahu A’lam

⚫ Referensi

١. حلية العلماء في معرفة مذاهب الفقهاء الجزء الأول صـ ١٥٥

فصل إِذا تَيَقّن الطَّهَارَة وَشك فِي الْحَدث بنى على يَقِين الطَّهَارَة وَيسْتَحب لَهُ أَن يتَوَضَّأ

“[ Fasal ] Ketika seseorang yakin sudah bersuci dan ia ragu apakah sudah batal atau belum, maka ia tetap berpijak pada keyakinan masih bersuci akan tetapi ia disunahkan untuk berwudlu”

٢. المجموع شرح المهذب الجزء الأول صـ ٣٣١

(الْمَسْأَلَةُ الرَّابِعَةُ) إذَا تَيَقَّنَ الطَّهَارَةَ ثُمَّ شَكَّ فِي الْحَدَثِ لَمْ يَلْزَمْهُ الْوُضُوءُ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ لَهُ فَلَوْ تَوَضَّأَ احْتِيَاطًا ثُمَّ بَانَ أَنَّهُ كَانَ مُحْدِثًا فَهَلْ يُجْزِيهِ ذَلِكَ الْوُضُوءُ فِيهِ وَجْهَانِ مَشْهُورَانِ عِنْدَ الْخُرَاسَانِيِّينَ أَصَحُّهُمَا لَا يُجْزِيهِ لِأَنَّهُ تَوَضَّأَ مُتَرَدِّدًا فِي النِّيَّةِ إذ ليس هو جاز ما بِالْحَدَثِ وَالتَّرَدُّدُ فِي النِّيَّةِ مَانِعٌ مِنْ الصِّحَّةِ فِي غَيْرِ الضَّرُورَةِ وَقَوْلُنَا فِي غَيْرِ الضَّرُورَةِ احْتِرَازٌ مِمَّنْ نَسِيَ صَلَاةً مِنْ الْخَمْسِ فَإِنَّهُ يُصَلِّي الْخَمْسَ وَهُوَ مُتَرَدِّدٌ فِي النِّيَّةِ وَلَكِنْ يُعْفَى عَنْ تَرَدُّدِهِ فَإِنَّهُ مُضْطَرٌّ إلَى ذَلِكَ: وَالْوَجْهُ الثَّانِي يُجْزِيهِ لِأَنَّهَا طَهَارَةٌ مَأْمُورٌ بِهَا صَادَفَتْ الْحَدَثَ فَرَفَعَتْهُ وَالْمُخْتَارُ الْأَوَّلُ وَبِهِ قَطَعَ الْبَغَوِيّ فِي بَابِ مَا يَنْقُضُ الْوُضُوءَ

“[ Masalah yang keempat ] Ketika seseorang yakin sudah bersuci dan ia ragu apakah sudah batal atau belum, maka ia tidak wajib untuk berwudlu, akan tetapi disunahkan baginya untuk berwudlu. Kemudian jika ia telah berwudlu ( sunah tadi ) karena ihtiyat lalu ternyata ia dalam keadaan berhadats, apakah wudlunya ( karena ihtiyat tadi ) sudah mencukupi ? dalam hal ini terdapat dua wajah pendapat yangh masyhur dikalangan orang Khurosan yaitu pendapat yang paling sohih adalah wudlunya tersebut tidak mencukupi karena ia berwudlu dalam keadaan ragu-ragu didalam niat, karena sesungguhnya wudlu tersebut bukan sesuatu yang diperbolehkan dalam keadaan hadats dan ragu didalam niat adalah mencegah keabsahan dalam kondisi tidak dlorurot. Uacapan kami | dalam kondisi tidak dlorurot | ini mengecualikan orang yang lupa sholat dari sholat lima waktu, karena ketika seperti ini ia sholat lima waktu dalam keadaan ragu didalam niat akan tetapi keraguannya ditolelir karena ia dalam kondisi terpaksa melakukan itu. Dan menurut pendapat yang kedua adalah wudlu tersebut mencukupi karena wudlu tersebut merupakan bersuci ( toharoh ) yang diperintahkan yang menepati dalam keadaan hadats, maka berarti dapat menghilangkan hadats. Adapun pendapat yang dipilih dalam madzhab Syafi’i adalah pendapat yang pertama ( yaitu wudlu tersebut tidak mencukupi ) dan pendapat ini dipastikan oleh Imam Baghowi dalam Bab perkara yang membatalkan wudlu”

٣. الغرر البهية في شرح البهجة الوردية الجزء الأول صـ ١٧٠

اعْلَمْ أَنَّ هَذَا الْكَلَامَ لَا يَتَيَسَّرُ فَهْمُهُ إلَّا بَعْدَ تَمْهِيدِ مُقَدِّمَةٍ وَهِيَ أَنَّهُمْ قَالُوا إذَا تَيَقَّنَ الطَّهَارَةَ ثُمَّ شَكَّ فِي الْحَدَثِ لَمْ يَلْزَمْهُ الْوُضُوءُ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ لَهُ فَلَوْ تَوَضَّأَ ثُمَّ بَانَ أَنَّهُ كَانَ مُحْدِثًا فَهَلْ يُجْزِئُهُ ذَلِكَ الْوُضُوءُ؟ وَجْهَانِ أَصَحُّهُمَا لَا يُجْزِيهِ؛ لِأَنَّهُ تَوَضَّأَ مُتَرَدِّدًا فِي النِّيَّةِ وَالتَّرَدُّدُ فِيهَا مَانِعٌ مِنْ الصِّحَّةِ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ فَإِنْ قِيلَ قَوْلُكُمْ أَصَحُّهُمَا لَا يُجْزِيهِ يَمْنَعُ وُقُوعَ الْوُضُوءِ مُسْتَحَبًّا إذْ لَا فَائِدَةَ فِيهِ وَلَا سَبِيلَ إلَى الْقَوْلِ بِذَلِكَ فَالْجَوَابُ مَا أَجَابَ بِهِ الشَّيْخُ أَبُو عَمْرِو بْنُ الصَّلَاحِ - رَحِمَهُ اللَّهُ - قَالَ: لَا نَقُولُ بِأَنَّهُ لَا يَرْتَفِعُ حَدَثُهُ عَلَى تَقْدِيرِ تَحَقُّقِ الْحَدَثِ وَإِنَّمَا نَقُولُ: لَا يَرْتَفِعُ عَلَى تَقْدِيرِ انْكِشَافِ الْمَحَالِّ فَيَكُونُ وُضُوءُهُ هَذَا رَافِعًا لِلْحَدَثِ إنْ كَانَ مَوْجُودًا فِي نَفْسِ الْأَمْرِ وَلَمْ يَظْهَرْ لَنَا لِلضَّرُورَةِ فَإِذَا انْكَشَفَ الْحَالُ زَالَتْ الضَّرُورَةُ فَوَجَبَتْ الْإِعَادَةُ بِنِيَّةٍ جَازِمَةٍ. اهـ.