Wednesday, December 5, 2018
Apakah Umat Islam Wajib Mendirikan Negara Islam?
Ada kisah unik dan menarik yang terselip antara Gus Dur dengan KH Tolchah Mansur mengenai Islam sebagai azaz sebuah negara. Gus Dur dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa Pancasila telah merefleksikan prinsip-prinsip negara, dan ia -Pancasila- telah mencakup seluruh nilai-nilai yang dikandung oleh Islam. Oleh karenanya, negara Islam tidak diperlukan lagi.
Gus Dur, sebagaimana telah diketahui, merupakan salah satu figur penting dalam menolak keberadaan Islam sebagai konsep suatu negara di Indonesia. Seumur hayatnya, Beliau secara konsisten membantah ide-ide pendirian negara Islam. Bagi Gus Dur, Pancasila adalah harga mati yang tidak bisa ditawar kembali. Bahkan dalam sebuah artikelnya, Gus Dur mempertanyakan, "Punyakah Islam Konsep Kenegaraan?".
Dalam artikel tersebut, Gus Dur mengutip pendapat Ali Abdur Raziq, salah seorang cendekiawan Mesir, yang menyangkal adanya kerangka kenegaraan dalam Islam. Gus Dur rupanya mengutip pendapat Ali Abdul Raziq dari bukunya yang berjudul "Islam And The Bases Of Power".
Pada buku itu, Ali Abdul Raziq dengan tegas menyatakan bahwa Alquran tidak pernah menyebut-nyebut sebuah negera Islam (Daulah Islamiyyah). Kalaupun Alquran menyebut "negara", maka itu adalah "Baldatun Tayyibah Wa Rabbun Ghafur". Negara yang baik dan penuh penuh pengampunan Tuhan.
Bagi sebagian kalangan, baik Gus Dur maupun Ali Abdur Raziq adalah pengusung sekularisme. Keduanya telah menerima gagasan sekularisasi. Agama tidak memiliki sangkut paut dengan kenegaraan. Sebaliknya, bagi para penolak keduanya, menyebutkan bahwa antara negara dan agama memiliki keterikatan yang amat kuat hingga mencapai tahap dasar/azaz negara.
Setidaknya Ali Abdul Raziq mengemukakan tiga argumen yang menjadi kerangka berpikirnya, yaitu pertama: Dalam Alquran tidak pernah ada doktrin tentang pendirian negara Islam. Kedua: perilaku Nabi tidak mencerminkan watak politis. Ketiga: Nabi Muhammad Saww tidak pernah merumuskan secara definitif mekanisme penggantian pejabatnya. Ali bertanya, kalau memang Nabi Muhammad Saww menghendaki berdirinya negara Islam, Nabi tentu akan merumuskan sukses kepemimpinan dan peralihan kekuasaan secara formal.
Saya akan memberi sedikit catatan untuk mengapresiasi argumen Ali Abdul Raziq, khususnya point yang ketiga. Bahwa setelah Nabi wafat terdapat khalifah, maka itu adalah fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Namun, adakah petunjuk dari Nabi Saww tentang mekanisme pengangkatan khalifah? Faktanya, empat khalifah terkemuka dalam Islam diangkat berdasarkan mekanisme yang berbeda-beda. Patut diajukan sebagai pertanyaan bagi para individu yang berhasrat mendirikan negara Islam, "Manakah di antara empat mekanisme pengangkatan khalifah itu yang menjadi rujukan bagi pendirian negara Islam, atau pemilihan pimpinan bagi suatu negara Islam?
Selain Ali Abdul Raziq, nama ulama asal Pakistan, Qamarudin Khan, patut dicatat sebagai salah satu ulama yang menolak Islam sebagai negara. Dengan kritis Qamarudin mengajukan pandangannya bahwa teori politik kaum muslim tidak diambil dari Alquran dan Hadis, melainkan dari keadaan dan kenyataan bahwa negara tidak perlu dipaksakan "berwajah Ilahiyyah". Dengan kalimat yang lebih mudah, Qamarudin hendak mengatakan bahwa kenabian tidak ada hubungannya dengan politik atau negara. Ketika kita berurusan dengan politik, maka yang "supernatural" menjadi tidak relevan.
Saya setuju dengan pendapat Gus Dur dan mempunyai pertanyaan yang sama, yakni "Punyakah Islam Konsep Kenegaraan?" Sebab, bagi saya, ada persoalan kesulitan definisi dari negara Islam, demikian pula dengan konsepnya. Semua ini mengingat belum adanya kesamaan pemahaman atas istilah-istilah yang digunakan. Sebagai misal, apakah yang dimaksud dengan pandangan Islam tentang negara? Apakah hanya menyangkut nilai-nilai dasar yang melandasi berdirinya sebuah negara, atau norma-norma formal yang mengatur kehidupan di dalamnya? Atau kelembagaan yang ditegakkan di dalamnya? Atau bahkan gabungan dari ketiga-tiganya?
Kerancuan dan perbedaan mengenai konsep negara Islam inilah yang menjadi sebab mengapa individu-individu layaknya Gus Dur menolak negara Islam. Saya-pun "mengamininya". Kalaupun negara Islam kemudian ditegakkan, maka negara Islam seperti apakah yang kita idamkan? Apakah seperti Arab Saudi? Ataukah Qatar? Ataukah Irak?
Persoalan kerancuan mengenai negara islam akan berlanjut bila ditambahkan dengan masih kalutnya muslim dalam mendefinisikan syariat Islam yang hendak ditegakkan dalam suatu negara. Selama ini, muslim terkukung oleh pemahaman bahwa syariat Islam dalam negara adalah penerapan hukuman pidana dalam Alquran. Semisal potong tangan bagi pencuri dengan kadarnya, dan rajam bagi para pelaku zina.
Lebih miris lagi, jika kita berbicara syariat Islam dalam suatu negara, maka ujungnya kita akan merujuk kepada pendapat mazhab, dan bukan pendapat Islam itu sendiri. Semisal, Arab Saudi yang melandaskan syariat Islam berdasarkan mazhab Ahmad ibn Hanbal, dan lainnya.
Pandangan Gus Dur ini selaras dengan para pendiri negara Indonesia. Dengan lugas dan tegas para pendiri negara ini telah meletakkan Pancasila sebagai azaz negara.
Konon Bung Karno berpidato, "Kita akan membakar seluruh rakyat dengan apinya Islam, sampai setiap putusan parlemen diresapi oleh semangat dan jiwanya Islam." Tampaknya Sukarno menangkap Islam sebagai semangat, dan bukan Islam-nya itu sendiri. Sehingga slogan "Kembali Kepada Alquran dan Hadis", bagi Bung Karno, adalah kembali kepada nilai-nilai luhur yang dikandung oleh Alquran dan Hadis, dan bukan kembali kepada masa silam. Seperti tercermin pada salah satu pernyataan terkenal dari Bung Karno, bahwa "Islam harus mengejar ketertinggalannya seribu tahun, bukan kembali ke zaman khalifah".
Walhasil, sebelum kita bermaksud mendirikan negara Islam, maka kita harus menimbang kembali rumusan tentang konsep apa yang akan dipakai pada negera Islam -andaikata terwujud. Kemudian, dasar apa yang tersurat dalam Quran dan Hadis yang secara tegas menyatakan akan wajibnya keberadaan negara berazazkan Islam? Kalaupun kita merujuk Piagam Madinah sebagai landasan untuk pendirian negara Islam, maka pertanyaan selanjutnya ialah apakah Piagam Madinah tersebut adalah sebagai dasar dari pendirian negara Islam di Madinah atau justru nota kesepahaman antara Nabi dengan para penduduk Madinah untuk hidup berdampingan dengan Islam?
Bagi saya, Pancasila adalah harga mati bagi seorang muslim. Sebagaimana di awal artikel, Pancasila telah mencakup nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Islam. Sehingga "mengapa kita harus mendirikan negara Islam?" Bukankah Islam telah ada di dalam butiran-butiran Pancasila dan Pancasila sendiri telah mengakomodir nilai-nilai Islam yang universal?
Dengan demikian, tidak ada saling merendahkan antara Islam dan Pancasila. Keduanya senantiasa berjalan seiring dalam diri seorang muslim yang berbangsa dan bernegara. Menyatakan bahwa Pancasila sebagai "thagut" adalah suatu penghinaan dan penistaan terhadap Islam itu sendiri. Bagaimana dengan anda?
Gitu aja koq repot!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Risalah ‘Amman (رسالة عمّان) dimulai sebagai deklarasi yang di rilis pada 27 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan 9 November 2004 M oleh...
-
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Infithaar (Terbelah). Surah Makkiyyah; Surah ke 82: 19 ayat “BismillaaHir rahmaanir rahiim. 1. apabila lang...
-
Salam atasmu, wahai pendeta Kristen yang menangisi, memuliakan dan membersihkan kepala Imam Hussain AS. اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا اَبا عَب...
-
Oleh: Muhammad A S Hikam "Kang, kemarin saya mampir ke makam mBah Kerto." "MBah Kerto yang mana, Gus?" "Lh...
-
Janganlah memvonis orang yang berziarah kubur lalu peziarah itu mencium nisan kubur dengan tuduhan bid’ah, syirik, khurofat, dll. Kar...
-
روضة الطالبين وعمدة المفتين الجزء الثالث صـ ٢٩٢ الرَّابِعَةُ: مَنْ مَرَّ بِثَمَرِ غَيْرِهِ أَوْ زَرْعِهِ، لَمْ يَجُزْ لَهُ أَنْ يَأْخُ...
-
Kitab Fathul Izar adalah karya ulama Nusantara. KH. Abdullah Fauzi Pasuruan. Menerangkan tentang perihal nikah dan yang berkaitan dengan ...
-
Beliau (Sofyan Tsauri) sampai berani bersumpah atas nama ALLAH bahkan berani Bermubahalah jika ada yang menuduh dia berdusta atas apa yan...
-
Ada sebuah peristiwa yang sampai saat ini masih saja membekas dalam ingatan tentang beliau. Malam itu, ketika aku duduk berdesak-desak de...
-
Sejak ditemukannya situs bahtera Nabi Nuh oleh Angkatan Udara Amerika serikat, tahun 1949, yang menemukan benda mirip kapal di atas Gunun...
No comments:
Post a Comment