Monday, February 25, 2019
Dampak Buruk Politisi Busuk
Oleh: Ahmad Ishomuddin
Tidak dapat diingkari bahwa manusia adalah makhluk politik. Setiap orang dengan demikian tidak dapat bebas dari belitan dan belenggu politik, baik ia menyetujuinya atau tidak. Kesetujuannya dengan dunia politik terkadang membuatnya tertarik untuk terjun berkecimpung di dunia politik, seperti turut serta menempuh jalan penuh rintangan untuk duduk di kursi legislatif atau ikut berebut kursi eksekutif atau lainnya dengan menghalalkan segala macam cara atau malahan mungkin tidak tahu caranya.
Niat atau motif terjun di dunia politik itu pun tidaklah seragam. Tidak dapat disimpulkan secara pukul rata bahwa semua politisi pasti berniat untuk menyejahterakan rakyat sebagaimana sering mereka kampanyekan. Sebaliknya, sangatlah mungkin ada politisi yang terjun ke dunia politik justru berniat hanya untuk meraih kedudukan demi menyejahteraan dirinya sendiri dan atau keluarganya. Politisi salah niat semacam ini biasanya tidak amanah sehingga karena sifat tamaknya ia merugikan rakyat dengan cara memperkaya dirinya sendiri, tanpa memedulikan halal-haram dalam menumpuk kekayaannya. Tidak sempat memikirkan nasib rakyat karena sibuk berebut proyek.
Dalam perspektif ajaran Islam, politik demi kemaslahatan individu itu tidak dikenal kecuali berada di dalam cakupan kemaslahatan umum. Setiap politisi berkewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat berdasarkan keadilan. Karena rakyat banyak itu ibarat satu kesatuan utuh suatu bangunan yang setiap bagian memperkuat sebagian lainnya. Oleh karena itu, seorang politisi wajib merakyat dan mempersatukan rakyat, dan memperjuangkan kesejahteraan mereka, karena ia berasal dari rakyat. Dengan demikian, sebagai satu bagian dari rakyat, maka sebagai politisi ia turut sejahtera karena sukses menyejahterakan rakyat. Bukan menjadi politisi yang memamerkan kesejahterannya di tengah-tengah rakyat yang teramat lama hidup melarat.
Idealnya para politisi adalah manusia yang mencintai rakyatnya sebagaimana mereka mencintai diri mereka sendiri. Manakala yang terjadi adalah sebaliknya, gila hormat, angkuh, jauh dari rakyat, tidak berbelas kasihan dan justru merugikan rakyat baik dengan cara berkhianat seperti melakukan pungli, korupsi maupun turut serta membuat aturan atau kebijakan sebagai alat untuk merugikan rakyat, maka sesungguhnya rakyat telah disengsarakan dan berada diambang kematian karena "matinya" niat baik dan buruknya akhlak para politisi.
Merosotnya akhlak para politisi busuk itu berdampak sangat buruk terhadap kesejahteraan rakyat dan merusak akhlak mereka. Dekadensi moral para politisi dari suatu bangsa adalah pokok pangkal dari penyebab runtuhnya akhlak dan moral dari bangsa di mana mereka berada. Kehormatan (muru'ah), rasa kasih sayang dan kerjasama untuk kebajikan akan lenyap dan digantikan oleh sifat-sifat tercela yang merata di tengah kehidupan masyarakat, seperti lenyapnya penghormatan dan kepercayaan terhadap para pemimpin, saling hujat, iri-dengki, benci, permusuhan dan perpecahan antara anggota masyarakat, dan lain-lain yang pada saatnya--cepat atau lambat-- berujung kepada kehancuran bangsa itu sendiri.
Jiwa-jiwa kotor dari para politisi busuk itu menebarkan polusi, berdampak luas menebar bibit tumbuhnya berbagai tindak kejahatan di tengah-tengah kehidupan yang bukan saja mencemaskan setiap orang, tetapi juga setiap saat mengancam mereka. Karena saat orang-orang jujur di pelosok-pelosok desa merasakan kelaparan dan berpikir keras makan apa hari ini, justru orang-orang pintar dari sebagian kalangan politisi busuk di kota-kota besar itu senantiasa berpikir dan bertindak makan siapa hari ini.
Pada saat rakyat dapat menggunakan hak politiknya untuk memilih secara langsung para calon pemimpinnya, maka setiap orang harus cerdas dalam menentukan pilihan. Jangan sekali-kali salah memilih politisi busuk yang berakhlak buruk, yaitu setiap politisi yang menghalalkan segala macam cara untuk "membeli" kekuasaan dengan money politic (risywah, suap menyuap), jual beli suara, menebar fitnah "black campaign" atas lawan politiknya, tidak memiliki visi-misi-program pembangunan yang jelas untuk menyejahterakan rakyat, dan suka menebar janji-janji tanpa bukti.
Sesungguhnya, siapa pemimpinnya adalah cermin siapa para pemilihnya. Pemilih yang cerdas dan berhati-hati akan mendapatkan pemimpin terbaik yang amanah mengemban jabatan politiknya untuk dengan adil menyejahterakan rakyat banyak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Infithaar (Terbelah). Surah Makkiyyah; Surah ke 82: 19 ayat “BismillaaHir rahmaanir rahiim. 1. apabila lang...
-
Namanya adalah Syeikh Subakir. Seorang mubaligh nusantara dari Persia, Iran. Tak banyak orang tahu dan mengenal nama Syekh Subakir. Padah...
-
Hizbut Tahrir memiliki dua bendera, berwarna putih yang disebut Liwa' dan warga hitam yang disebut Rayah. Mereka mengklaim 2 bendera ...
-
Oleh Rijalul Wathon Al-Madury Sayyid Kamal al-Haydari yg dengan nama lengkap Kamal bin Baqir bin Hassan al-Haydari (السيد كمال بن باقر ...
-
Soeharto Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921. Ia lahir dari keluarga petani yang menganut Kejawen. Keyakinan keluarga...
-
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا يَا رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا يَا مَوْلَانَا إِنَكَ أِن...
-
Beliau adalah KH Muhammad Zaini Abdul Ghani, seorang ulama besar yang sampai akhir hayat beliau masih memberikan ilmu agama bagi masya...
-
A. Secara Etimologis (Bahasa) 1. Menurut Al-Lihyani (w. 215 H) Kata Al-Qur'an berasal dari bentuk masdar dari kata kerja (fi...
-
Ada perbedaan mendasar antara ideologi Wahabi dengan Aswaja. Bagi masyarakat yang tidak paham tentang belantara online, akan mudah terper...
-
Baru-baru ini Nahdlatul Ulama sedang didera ujian berupa fitnah-fitnah dari pihak yang berseberangan dengan Nahdlatul Ulama. Bahkan banya...
No comments:
Post a Comment