Monday, December 18, 2017

Hafidz Al-Qur'an Yes, Ibnu Muljam No


Sebuah kemajuan yang sangat disyukuri dan diapresiasi dengan meningkatnya semangat keagamaan umat muslim di Indonesia. Kemajuan ini bisa dirasakan dengan pesatnya minat umat Islam untuk menghafal Al-Qur'an baik secara mandiri atau melalui majelis tahfidz, rumah tahfidz hingga Pondok Pesantren. Bahkan ada banyak kompetisi hafalan Al-Qur'an mulai tingkat lokal, nasional hingga internasional. Fakta ini membuktikan bahwa minat dan antusiasme umat Islam untuk menghafal sangat tinggi tentunya dalam rangka ibadah, berharap berkah Al-Qur'an dan mendekatkan diri kepada Allah swt.

Fakta ini tentu perlu perhatian dan dukungan dari pemerintah untuk selalu melindungi kehidupan beragama dalam hal ini umat Islam. Perhatian tersebut bisa diwujudkan dengan meningkatkan kualitas dan bantuan pendanaan tentang program tahfidz. Selain itu, perhatian tersebut juga perlu diwujudkan dengan pengawasan terhadap pendidikan dan pengajaran Tahfidzul Qur'an sehingga pemerintah mengetahui metode dan materi yang diajarkan. Hal ini bukan bermaksud  mencurigai para hafidz Al-Qur'an dan para santri tahfidz tapi bagaimana agar pemerintah mampu melindungi masyarakat dari ideologi radikal yang bisa saja dikampanyekan melalui kajian-kajian keislaman termasuk lembaga tahfidz.

Sebenarnya tidak ada kaitan antara Islam dan teror apalagi orang yang ahli agama bercita-cita menjadi teroris. Terorisme atau gerakan radikal bisa muncul dalam setiap agama manapun jika salah dalam memahami agama. Esensi agama adalah menciptakan kesejahteraan, perdamaian dan keadilan sosial. Ketika salah dalam memahami agama karena mendalami agama dengan pendekatan radikal dan tekstual maka benih-benih radikalisme dan terorisme akan muncul. Jadi orang yang melakukan tindakan radikal atas nama agama sesungguhnya tidak sedang mengamalkan agama tapi mengamalkan hawa nafsunya.

Baca juga: Sikap NU terhadap Khilafah

Potensi radikal akan lebih tinggi dialami oleh anak-anak remaja. Usia yang sangat produktif dalam menghafal dan memahami agama ini akan mudah dibentuk dan diarahkan sesuai pengajar dengan sesukanya karena usia anak masih lugu dan belum memiliki sikap kritis. Ditambah merekalah yang nantinya mengemban sebagai hafidz dan hafidzah yang paham mengenai hafalan Al-Qur'an dan dipandang ditengah masyarakat dengan posisi yang strategis. Ketika terjun dimasyarakat dan sebagai subsek sentral dengan hafalan ayat namun pemahaman agama yang salah maka disinilah yang akan menjadi problem. Jadi harus ada keseimbangan antara hafalan dan pemahaman.

Benih-benih radikalisme tentu bukan hanya muncul di lembaga atau kajian agama saja. Disekolah formalpun, apalagi jika muatan agamanya yang minim maka sangat mudah untuk disemai benih-benih radikal. Melarang upacara bendera atau hormat bendera, mengharamkan Pancasila dan peringatan hari-hari besar Islam atau hari besar nasional adalah beberapa contoh gejala radikalisme yang bisa tumbuh dikalangan pelajar. Bahkan bibit-bibit radikalisme bisa tumbuh subur dilembaga pendidikan tinggi (kampus).

Dengan memberikan pengawasan terhadap kajian-kajian tahfidz dari pengaruh radikalisme diharapkan generasi muda Islam khususnya para hafidz-hafidzah bisa menjadi generasi panutan untuk memajukan bangsa, menebarkan ajaran Al-Qur'an yang penuh rahmat, menjadi tokoh-tokoh moderat yang setia kepada haluan negara, konstitusi dan NKRI.

Jika Pemerintah tidak mengantisipasi hal ini dan kecolongan dari kelompok radikal maka akan menjadi hal yang membahayakan persatuan bangsa. Hafidz-hafidzhah yang diharapkan menjadi penerus ulama moderat dinegeri ini dan menjadi penyeimbang bagi keharmonisan bangsa jika sudah mengidap paham radikal akan berbalik arah dan anti terhadap pemerintah.

Kita tidak ingin terjadi pengulangan sejarah bagaimana radikalisme muncul dari sosok seorang ahli ibadah dan hafidz Al-Qur'an bernama Abdurrahman bin Muljam (Ibnu Muljam). Kita tidak ingin anak-anak kita dan generasi muslim mendatang mewarisi radikalisme Ibnu Muljam yang mengobarkan teror atau pembunuhan atas nama Islam. Ibnu Muljam yang disebut-sebut ahli ibadah dan hafal Al-Qur'an telah menghalalkan darah Ali bin Abi Thalib sehingga mengkafirkan dan membunuhnya karena tidak sesuai dengan pendapatnya. Kita tak ingin generasi muslim mendatang gemar menghunus pedang, mengkafirkan sesama muslim atas nama Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah obat dan rahmat bagi semesta alam, bukan alat untuk membunuh dan melaknat.

Tidak ada yang salah dengan penghafal Al-Qur'an maka sangat perlu untuk meningkatkan dan memperbanyak para hafidz dan hafidzah diseluruh nusantara dalam rangka menjaga Al-Qur'an dan menjadikan NKRI lebih religius. Tentunya tidak hanya cukup terhenti pada proses menghafal namun juga perlu diimbangi dengan pemahaman yang memadai. Berguru tentang ilmu Al-Qur'an kepada ulama yang lurus akidah dengan sanad keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan, berakhlak mulia sebagaimana misi dasar Al-Qur'an yakni memperbaiki akhlak manusia.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...