Sunday, December 31, 2017

Rokok dan Simbol Toleransi


Membahas tentang rokok memang tiada habisnya. Perbedaan pendapat ini juga sudah diulas oleh ulama pendahulu dalam berbagai literatur kitab baik yang memperbolehkan rokok atau tembakau maupun yang mengharamkannya.

Sebelum membincangkan rokok lebih lanjut agar tidak salah paham, saya sampaikan bahwa saya bukanlah perokok karena dulunya
orang tua saya memberikan kebebasan untuk tidak merokok walaupun pada mulanya orang tua saya perokok berat dan saat ini sudah tidak merokok. Jadi alhamdulillah, saya terlahir dari keluarga dan hidup ditengah-tengah masyarakat NU yang dominan merokok. Ada alasan privasi yang menyebabkan hingga hari ini saya belum tertarik untuk merokok.

Sejak lama, saat menjadi santri banyak sahabat yang menawari untuk merokok dengan alasan karena saya telah mandiri sehingga merokok tidak meminta uang dari orang tua. Bahkan saya pernah menimba ilmu di Pesantren yang santri dewasanya mayoritas merokok. Jadi saya menjadi santri yang terasing kala itu yaitu kaum minoritas. Meskipun begitu, saya sangat menikmatinya dengan penuh suka cita.

Saya memiliki banyak cara dan trik sejak dulu hinggga kini dalam mempertahankan prinsip untuk tidak merokok. Jika ada sahabat yang mengajak merokok maka saya katakan bahwa saya suka berjamaah karena hidup ditengah-tengah jamaah NU jadi merokoknya dijamaahkan saja. Jika ada sahabat atau bapak-bapak merokok itu artinya saya juga ikut berjamaah menghisap kepulan asapnya walau bukan batang rokoknya. Jadi bisa lebih irit, ekonomis dan mengandung asas manfaat yaitu menghisap asap rokok rame-rame. Demikian sekedar guyonan saya untuk mendamaikan kaum perokok.

Bagi saya, merokok dan tidak merokok tidak harus dikaitkan antara warga NU dan warga Muhammadiyah karena faktanya ada banyak warga NU yang tidak merokok dan saya temui juga warga Muhammadiyah yang masih istiqamah merokok. Bisa saja tipe ini adalah warga Muhammadiyah yang belum kaffah atau mungkin bisa disebut warga Muhammadiyah berasa NU.

Walau saya bukan perokok, sahabat tak perlu khawatir tentang ke-NU-an saya. Saya NU lahir batin karena dilahirkan dari keluarga NU, hidup ditengah-tengah masyarakat NU, dididik dilembaga pendidikan agama yang berafiliasi ke NU dan akan berjuang bersama para ulama NU sehingga berharap masuk surga bersama-sama warga NU tentunya juga bersama ormas Islam moderat lainnya.

Muhammadiyah dalam fatwa majelis tarjihnya menyatakan bahwa rokok dihukumi haram. Argumen yang dibangun oleh ormas moderat terbesar kedua setelah NU ini berdasarkan dalil Al-Qur'an, Hadits dan fatwa ulama yang mereka ikuti. Meskipun secara tekstual tidak ada dalilnya tentang keharaman rokok sebab rokok adalah perkara baru yang tidak ada dimasa nabi namun rokok diyakini mengandung unsur yang sangat berbahaya bagi kesehatan, menyebabkan kemudaratan, menyebabkan pemborosan dan sebagainya.

Nahdlatul Ulama sebagai ormas moderat terbesar di Indonesia dalam forum Bahtsul Masailnya menetapkan bahwa rokok dihukumi makruh dan keputusan ini dipakai oleh mayoritas ulama atau tokoh NU. Pendapat yang dibangun oleh ormas ini bahwa rokok adalah persoalan kontemporer (waqi'iyyah) yang tidak ada nash secara langsung baik Al-Qur'an maupun Hadits tentang keharamannya sehingga tidak mengarah kepada keharaman sampai kapanpun. Masyarakat NU juga merujuk beberapa qaul (pernyataan) dari ulama sunni tentang kemakruhan rokok dan tembakau.

Dalam kasuistik atau kasus tertentu, ulama NU membagi dan memerinci hukum rokok kedalam tiga varian hukum yaitu bisa mubah, makruh dan haram. Model hukum yang berbeda ini bisa bersifat kondisional atau personal bagaimana respon atau dampak seseorang terhadap rokok. Jika rokok tidak membawa efek apapun bagi seseorang maka dihukumi mubah sebagaimana hukum asal, dihukumi makruh jika hanya membawa dampak negatif yang sedikit namun tetap bisa memberikan manfaat dan bisa haram jika seseorang dengan merokok menyebabkan kemubadziran sehingga tidak membawa pengaruh positif apapun.

Bagi seseorang yang tidak menghukumi haramnya rokok tentu mendapatkan keuntungan dan asas manfaat dari rokok. Alasan ini bisa kita konfirmasi langsung bagi mereka yang merokok. Pasti memiliki banyak alasan mengapa hingga hari ini masih mendawamkan rokok dan tidak takut dengan gambar seram yang dibuat Pemerintah tentang kampanye larangan rokok. Sepertinya tidak berkurang semangat merokok bagi masyarakat petani, buruh, kerja serabutan, sopir angkot, sopir truk dan sebagainya yang dianggap oleh mereka sebagai masyarakat kelas pinggiran sehingga dianggap tidak tahu menahu tentang bahaya rokok walau pemerintah sudah membuat slogan anti rokok yang tak kalah seram dengan slogan sebelumnya. Jika dulu slogannya rokok dapat menyebabkan kanker bla bla bla dan kini lebih seramnya dengan tampilan gambar horor dan ekstrim ditambah slogan merokok membunuhmu. Tentu yang terkini sangat menakutkan sekali. Bahkan adanya hari anti tembakaupun dijadikan sebagai hari internasional mengingat betapa bahayanya merokok katanya.

Baca berikutnya: Sikap Umat Islam dalam Memaknai Tahun Baru Masehi

Mereka yang merokok biasanya akan mengatakan nikmat, menghilangkan stres, memperlancar ide dan jalan pikiran, membuat semangat kerja dan asas manfaat lainnya bahkan ada beberapa yang lebih tahan untuk tidak makan daripada menahan untuk tidak merokok. Sangat luarbiasa bukan? Dengan alasan inilah maka dalam memahami hukum rokok, kita perlu bijak dan tidak semena-mena apalagi menyangkut tentang kebiasaan orang lain.

Memang benar bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban dalam ranah publik yang harus diemban termasuk bagi mereka yang merokok. Begitupun bagi yang tidak merokok berhak untuk mendapatkan tempat yang nyaman, bebas dari polusi sehingga bebas dan terhindar dari asap rokok. Merokok ditempat-tempat tertentu yang memang jelas larangannya dan ada sanksi hukumnya jelas pelanggaran. Namun ketika itu diruang publik yang bersifat umum yang tidak ada larangannya secara pasti maka kita tidak dapat memaksanya untuk tidak merokok.

Kita berharap tentunya persoalan tentang rokok ini tidak perlu menjadi perdebatan panjang yang akhirnya menimbulkan keretakan hubungan sosial. Memang sangat dibutuhkan sikap yang bijak saat berinteraksi dengan orang lain. Jika kita saling memaksakan kehendak sehingga semua keinginan dan nilai yang kita anggap benar harus ditegakkan niscaya kita tidak akan pernah bisa memahami orang lain.

Tidak merokok itu baik namun terlalu benci atau antipati terhadap masyarakat yang sudah biasa merokok akan menjadi permasalahan. Terutama kita pahami bagaimana mayoritas ulama-ulama kita (NU) adalah terbiasa merokok dan kita tidak bisa memandang rendah keilmuan mereka. Orang yang merokok terlebih ulama yang merokok bukan berarti tidak paham agama atau bodoh dalam hal persoalan fikih tapi betapa dalamnya ilmu sehingga banyak referensi dan sumber ilmu dalam memutuskan sebuah hukum. Ini berbeda dengan seseorang yang hanya memahami satu hukum atau satu sumber keilmuan sehingga apa yang tidak ia setujui dianggap pasti salahnya. Orang yang dalam memahami banyak sumber ilmu tentu akan lebih toleran, tenang, tidak serampangan dan tidak terburu-buru menganggap salah dan sesat dari pihak lain.

Toleransi dalam hal rokok ini sangat penting terutama kaitannya dengan interaksi sosial baik toleransi bagi yang merokok maupun toleransi yang tidak merokok. Titik temu dan titik damai ini akan bertemu sehingga diharapkan sikap saling pengertian, saling memahami dan saling menghormati. Orang yang banyak pengertian maka akan banyak memaklumi. Dengan sikap saling pengertian, memahami hak dan kewajiban masing-masing masyarakat maka akan terus tercipta perdamaian walau dalam perbedaan pemahaman.

Saya mencoba menerapkan hal ini walaupun masih dalam taraf pembelajaran. Walau saya tidak merokok, saya tetap berusaha untuk memuliakan siapapun manusia baik yang perokok maupun bukan perokok jadi tidak ada kekhawatiran, kegelisahan dan ketidaknyamanan para perokok walau ada didekat saya. Jangan khawatir bagi anda, poro kiai dan sahabat-sahabat saya yang perokok, tetap selalu saya sediakan banyak asbak dirumah agar tetap nyaman dan nikmat dalam merasakan sedapnya rokok. Untuk mencairkan suasana agar tidak terjadi ketegangan antara kaum perokok dan kaum tidak merokok, maka Jurus guyon saya sebagaimana diatas yaitu saya ikut makmum jamaah kaum perokok untuk mengisap kepulan asap rokok bersama-sama.

Saya berkeyakinan bahwa kematian dan ajal bukan hanya sebatas asap atau batang rokok. Walau rokok dianggap sangat berbahaya oleh sebagian orang dan itu sah-sah saja namun kita juga perlu ingat bahwa sumber-sumber lain yang berbahaya dan menyebabkan kematian bahkan lebih berbahaya dari asap rokok tentu tak terhitung jumlahnya. Maka kitapun tak bisa mengerucutkan atau menyempitkan pemahaman bahwa kaum perokok adalah kaum yang berbahaya, menakutkan dan perlu dihindari. Hal ini tentu tidak benar sebab apapun kondisi manusia yang kita temui, rasa kemanusiaan tetap yang perlu diutamakan. Kaum perokok bukanlah malaikat pencabut nyawa karena malaikat pencabut nyawa memiliki banyak cara saat menjemput takdir kita walau tidak diperantarai oleh asap rokok.  Kematian itu pasti, baik yang merokok maupun yang tidak merokok.

Bagi sahabat-sahabat semua yang merokok, semoga istiqamah dan sahabat yang belum atau tidak merokok jangan coba-coba karena merokok itu membunuhmu kata slogan anti rokok.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...