Monday, January 22, 2018

Menjadi NU Kaffah Tanpa Garis


Sebagai ormas terbesar di Indonesia, didunia bahkan diakhirat, NU tak sepi dari upaya-upaya penghancuran dan perusakan oleh kelompok-kelompok yang anti NU baik itu secara eksternal yang memang sudah jelas keberadaanya dan juga perusakan secara internal dan tersembunyi yakni merusak NU dari dalam berupa munculnya kelompok yang mengatasnamakan NU tapi memusuhi NU. Mereka inilah yang mengatasnamakan diri sebagai NU yang paling lurus yaitu NU Garis (paling) Lurus.

Mengapa muncul GL? Apakah NU tanpa garis yang dibuat oleh ulama sudah tidak lurus? Dan apakah untuk meluruskan NU perlu adanya NU tandingan? Dengan adanya GL, apakah mampu menyelesaikan permasalahan dan kondisi NU?

Munculnya GL merupakan upaya penggembosan dan perusakan NU dari dalam agar warga Nahdliyin tak lagi percaya dengan struktural PBNU dan ulama NU. Dengan membuat NU tandingan yang katanya paling lurus, targetnya adalah meruntuhkan kepercayaan warga NU dari ulamanya. Dengan isu syiah dan liberal, terbukti ampuh menjadi barang dagangan untuk menakut-nakuti warga Nahdliyin. Jadi, semua ulama dan tokoh-tokoh NU yang tidak mengikuti GL suka atau tidak suka, mau atau tidak mau akan dicap sebagai syiah dan liberal.

Bagi warga Nahdliyin yang kaffah dalam arti mengetahui kesejarahan lahirnya NU, tujuan didirikannya NU hingga metode dakwah NU tentu tidak termakan isu dan terbawa provokasi GL. Tanpa GL-pun NU sudah lurus karena misi lahirnya NU adalah meluruskam paham-paham yang menyimpang yang bertentangan dengan paham Ahlussunnah Wal Jamaah.

Meluruskan paham yang menyimpang bagi NU tentu tanpa harus merasa diri paling lurus karena NU didirikan oleh ulama yang yang lurus, mulia akhlaknya dan tinggi ilmunya. Kesatuan antara akhlak dan ilmu inilah yang membentuk budi pekerti yang luhur yaitu tanpa merasa diri paling lurus. Jika niat hati ingin dikatakan sebagai kelompok yang paling lurus tentu sudah tidak layak untuk dikatakan lurus.

Sebagai ormas yang plural karena didalamnya menghimpun banyak ulama sebagaimana namanya yaitu Nahdlatul Ulama yang berarti kebangkitan ulama, maka sangat wajar jika NU sangat beragam pemikiran dan khasanah intelektualnya.

Ulama-ulama dibidang keilmuan apapun ada si NU. Ada ulama yang pakemnya fikih, ushul fikih, mufassir, ahli hadits, ahli falak, ahli tasawuf dan sumber keislaman lainnya maka sangat wajar jika ada dialektika, perbedaan pandangan dan ruang diskusi pemikiran didalamnya. Walau begitu, kita paham bahwa semuanya disatukan oleh akidah Aswaja Asy'ariyah dan Maturidiyah, mengakomodasi empat madzhab dan menerima tasawuf sebagaimana yang diajarkan oleh sufi imam Al-Ghazali, Junaid Al-Baghdadi, Abdul Qadir Jilani dan ulama tasawuf lainnya. Jadi perbedaan-perbedaan itu adalah perbedaan kecil yang tidak akan mengeluarkan dari garis haluan dan garis pemikiran NU.

Berbeda pemikiran didalam NU merupakan sesuatu yang wajar sehingga budaya kritik adalah budaya yang sudah melekat didalam tubuh NU. Jika menganggap perlu adanya pembenahan ditubuh NU maka cara membenahinya adalah dengan membiasakan dialog, tabayun dan diskusi keilmuan bukan dengan membuat NU tandingan. Kalaupun ada yang dianggap salah atau menyimpang maka yang salah atau menyimpang bukanlah NU-nya tapi orangnya. Dengan membuat NU tandingan dengan merk GL berarti telah menganggap seluruh orang yang berada di NU menyimpang. Rasanya tidak mungkin sebuah organisasi besar yang didalamnya adalah kumpulan ulama melakukan penyimpangan.

Hadirnya kelompok GL bukan menyelasaikan masalah namun membawa permasalahan yang lebih besar. Mereka adalah persekutuan kelompok-kelompok radikal untuk menghancurkan NU. Membuat bingung bagi warga NU yang tidak paham dengan struktural NU.

Dengan hadirnya GL maka seluruh warga NU tanpa GL harus berhati-hati terhadap propaganda dan upaya penggembosan ditubuh NU. NU dianggap sebagai ganjalan dan penghalang bagi kelompok radikal untuk tumbuh dan melebarkan sayapnya di NKRI. Kelompok GL sejatinya bukanlah NU melainkan musuh NU yang menyamar memakai atribut NU dan yang menjadi target incaran adalah warga yang tidak memahami NU secara kaffah.

Dengan demikian, marilah kita bersama-sama berpegang teguh dengan NU yang asli yaitu NU yang moderat, toleran dan tidak suka teriak kafir secara serampangan sebagaimana yang telah diamanahkan oleh ulama pendiri NU. Tidak menjadi liberal dan tidak pula radikal. NU yang dari awal hingga akhir zaman yang tetap setia dengan NKRI dan tidak akan merusak NKRI dengan simbol dan ideologi apapun.


No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...