Friday, March 30, 2018

Mewaspadai Kelompok Penista dan 'Pemerkosa' Ayat



Oleh Suryono Zakka

Ayat-ayat Tuhan memang akan senantiasa ditafsirkan oleh manusia sesuai dengan zaman, konteks dan masa dalam rangka untuk menyelesaikan berbagai problem dan persoalan.

Walau kitab suci perlu ditafsirkan, namun tidak semua orang punya hak dan kapasitas untuk menafsirkannya. Tugas menafsirkan kitab suci memerlukan ilmu yang mendalam yang dalam ajaran Islam tokoh penafsir kitab suci disebut mufassir atau ulama tafsir.

Disebut ayat suci atau kitab suci berarti kitab tersebut mengandung kesucian, sakral dan tidak mudah ditafsirkan oleh orang sembarangan yang hanya mengetahui terjemahan. Menafsirkan ayat suci namun bukan ahlinya maka bukan tafsir pencerahan yang didapat tapi penistaan.

Pesan nabi terhadap perkara yang dilakukan bukan ahlinya hanya akan membawa bencana dan petaka sebagaimana hadits:

إِذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kebinasaannya (HR. Bukhari)

Menafsirkan Al-Qur'an hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang suci hatinya dan terbebas dari hawa nafsu dan syahwat politik. Tafsir bukanlah produk kebencian apalagi dalam rangka menjatuhkan martabat manusia.

Tafsir bersifat universal dan solusi bagi kebuntuan. Bukan untuk mencela manusia hanya karena perbedaan pandangan politik atau idealisme. Terlalu kecil dan terlalu hina jika ayat Al-Qur'an hanya dikaitkan dengan urusan politik dalam rangka Pilkada, Pilpres atau Pilkades.

Menafsirkan Al-Qur'an harus dengan kebeningan hati. Bukan untuk memonopoli dan mengeksploitasi ayat untuk tujuan popularitas dan nama besar. Jika memaksakan ayat hanya untuk nafsu kekuasaan dan kebencian maka bukan tafsir melainkan 'pemerkosaan' ayat.

Peringatan nabi terhadap kelompok 'pemerkosa' ayat dengan ancaman neraka berbunyi:

وَمَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Siapa yang berkata tentang Al Qur’an dengan logika akalnya, maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka (HR. Tirmidzi)

Membawa ayat dalam rangka kepentingan politik kekuasaan dan kebencian hanya akan merusak keagungan ayat suci. Mengotori keluhuran dan kesucian kitab suci yang bersumber dari Tuhan.

Para pembual dan perusak ayat suci kini semakin merajalela. Orang yang tidak paham kitab suci, tidak paham ayat, tidak paham hadits namun gemar berbicara tentang halal-haram, kafir, musyrik, thaguth dan bid'ah.

Hal inilah yang disebut cocokologi, uthak athik mathuk dalam bahasa Jawa. Yang penting bisa terkenal, mendapat pengaruh dan kuasa serta disegani orang, apa saja dilakukan walau terpaksa 'memerkosa' ayat dan menistakan sunnah-sunnah nabi. Mengaku paling beragama namun sangat menistakan agama. Mengaku pelaku sunnah nabi namun kehilangan akhlak nabi.



No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...