Tuesday, March 27, 2018
Benarkah Para Pahlawan Sangat Fanatik terhadap Agama?
Oleh Suryono Zakka
Jika fanatik berkonotasi positif dalam arti istiqamah dan memegang teguh keyakinannya tentu mereka sangat fanatik. Fanatik terhadap agama yang melahirkan kecintaan terhadap bangsa. Dengan keyakinan agama mereka masing-masing, berjuang dan berkorban untuk memerdekakan bangsa dari penjajahan.
Jika kalam ulama Islam ada konsep hubbul wathan minal iman sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy'ari sang pendiri NU, maka dalam konsep agama manapun juga punya semangat untuk mencintai tanah airnya. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan kebencian kepada negaranya dan rela hidup dalam alam penindasan.
Agama manapun punya nafas dan signal kecintaan terhadap tanah air. Rasulullah dan komunitas non muslim mendirikan negara Madinah atas dasar kecintaan terhadap negeri mereka, Madinah. Untuk mewujudkan rasa senasib dan sepenanggungan sama-sama mencintai negara Madinah, maka Rasulullah mendeklarasikan Piagam Madinah yang isinya menyatukan segala elemen masyarakat Madinah yang sarat dengan pluralitas untuk saling tolong menolong dan mempertshankan negeri Madinah dari rongrongan pihak luar. Peristiwa ini menjadi bukti bahwa agama manapun, bukan hanya muslim, punya semangat untuk mencintai tanah air.
Jika fanatik dikonotasikan negatif dalam arti merasa paling benar, radikal dan ekstrim tentu para pahlawan tidak memiliki sikap yang demikian. Mereka adalah para pahlawan yang moderat dan memiliki semangat toleransi. Jika mereka adalah kelompok radikal yang gemar menjadikan ayat agama untuk merusak dan memerangi pihak lain yang berbeda tentu para pahlawan yang berbeda latar belakang agama tersebut sangat sulit untuk dipersatukan. Dengan dipersatukannya perjuangan mereka kedalam wadah NKRI menjadi bukti bahwa mereka bukanlah penganut ideologi ekstrim.
Sikap patriotisme yang mereka munculkan semata-mata karena rasa cinta tanah air yang diilhami oleh pesan-pesan agama bukan kebencian antar umat beragama. Pejuang muslim dan non muslim sama-sama memiliki NKRI dan berhak hidup dengan derajat yang sama untuk memiliki NKRI.
Benar bahwa pejuang muslim mayoritas berjasa untuk NKRI namun minoritas umat non muslim yang juga berjuang tetap patut untuk dihargai bukan untuk dikebiri bahkan dianggap sebagai musuh bagi umat Islam. Semua rakyat Indonesia memiliki hak dan perlakuan yang sama didepan hukum. Tidak ada diskriminasi atas nama ras maupun agama.
Andaikan saja para pahlawan bangsa memiliki sikap fanatik yang menjurus kepada radikalisme agama dan ekstrimisme, tentu mereka tidak akan mau dipersatukan dalam naungan kebhinnekaan. Pejuang muslim hanya ingin memperjuangkan identitas keislamannya, pahlawan kristen hanya ingin membela identitas kekristenannya dan seterusnya. Walau mereka teguh dalam beragama, walau mereka penganut agama yang istiqamah namun mereka bersedia melebur dalam identitas kebhinnekaan. Membuang jauh-jauh simbolisme dan fanatisme keagamaannya dan rela memakai atribut kebesaran yang bernama keindonesiaan. Dengan atribut ini, semua umat beragama punya rasa, cita dan karsa untuk mencintai NKRI.
Jika para pahlawan lebih mengutamakan sentimental agama dan fanatis sektarian, tentu mereka akan menjadikan nusantara sesuai identitas keagamaannya. Pahlawan muslim ingin menjadikan nusantara entah sebagai negeri syariah, negeri khilafah, daulah atau simbol negara teologis lainnya pun demikian pahlawan non muslim bercita-cita membentuk negara teologi sesuai agama mereka.
Pahlawan pejuang bukanlah berideologi radikal dan bukan pula penebar teror. Jika pahlawan muslim berideologi radikal tentu mereka akan memusnahkan penganut agama lainnya. Sama halnya jika walisongo sebagai pelopor dakwah nusantara berideologi radikal tentu mereka akan memusnahkan budaya lokal yang tidak ada nashnya dalam syariah. Akan mendakwahkan Islam dengan jalan peperangan dan pedang.
Jika semua pahlawan berideologi ektrim tentu mereka akan berperang satu sama lain antar agama. Namun hal ini tidak terjadi. Seluruh pahlawan pejuang apapun simbol agamanya berjuang secara bersama-sama mulai perjuangan bersifat kedaerahan (fisik) hingga perjuangan diplomasi-modern (non fisik). Ini menandakan bahwa yang mereka lakukan bukan sekedar membela satu agama namun membela keutuhan nusantara yang pluralistik.
Semangat nasionalismelah yang mendasari perjuangan para pahlawan. Semangat nasionalisme yang diinspirasi dan mendapat spirit dari agama. Jadi, unsur agama adalah spirit nasionalisme bukan untuk membela agama itu sendiri dengan menyerang agama lain.
Keteguhan mereka memperjuangkan kemerdekaan dengan melawan kolonial bukan karena kebencian mereka atas agama tertentu. Pahlawan muslim bukan berarti membenci agama kristen sebagai agama kolonial. Motivasinya adalah memperjuangkan ketidakadilan, melawan tirani dan penindasan. Pejuang non muslim juga ikut andil dalam melawan penjajah belanda yang sama-sama memiliki identitas non muslim. Peperangan demi peperangan, pertempuran demi pertempuran bukan karena perang antar agama seperti Islam-Kristen, Islam-Hindu dan sebagainya.
Saatnya kita gali kembali jiwa dan semangat nasionalisme kita selaku generasi baru dan generasi mendatang. Jangan ada perpecahan diantara kita walau memiliki identitas berbeda. Tetap merekatkan semangat persatuan dan kesatuan sebagaimana yang telah diajarkan oleh para pahlawan kita. Kitalah yang akan mewarisi semangat mereka dalam menjaga nusantara.
Jangan ada sikap ektrimisme, kebencian dan radikalisme diantara kita untuk berperang. Hendaknya sikap fanatisme diarahkan kepada hal yang positif yaitu memperteguh ajaran agama masing-masing dan memperteguh kecintaan kepada bangsa. Bukan fanatisme untuk saling membenci, saling mencaci dan saling berseteru sesama anak bangsa hanya kerena perbedaan identitas suku dan agama.
Tumbuhkanlah sikap fanatisme positif yakni kecintaan kepada bangsa dengan tidak merendahkan bangsa yang lain. Status kemuliaan buka karena identitas kesukuan, kebangsaan dan keagamaan namun bagaimana kita bisa banyak berbuat baik untuk manusia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya dan bangsa yang agung adalah bangsa yang beradab, santun dan berbudaya. Tidak merasa lebih unggul, lebih terhormat dan lebih mulia dari bangsa lainnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyataka...
-
Jika Asma Allah diucapkan sekali saja dengan lisan, itu disebut dzikir (mengingat) lisan, namun jika Nama Allah diingat dengan hati, maka...
-
﷽لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ........ ••" Diantara khasiat dua ayat ini maksudnya LAQAD JAA`AKUM s/d akhir surat, b...
-
Hasil Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jateng di kab Sragen. Pembangunan Masjid Di Lahan Tanah Yang Tidak Diwakafkan Deskripsi Masalah. ...
-
Oleh Suryono Zakka Walau telah sekian lama NKRI berdiri, Walau sudah sekian lama kita merdeka, namun upaya-upaya untuk merongrong kedaulatan...
-
أَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً يَكْثُرُ بِهَا مَالِيْ وَيَسْتَقِيْمُ بِهَا حَالِيْ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَل...
-
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Infithaar (Terbelah). Surah Makkiyyah; Surah ke 82: 19 ayat “BismillaaHir rahmaanir rahiim. 1. apabila lang...
-
Islam Nusantara muncul digagas oleh tim Bahtsul Masail untuk menyikapi gerak wahabisasi yang marak. Sekelompok tim ini mengkonsep dan men...
-
Oleh Suryono Zakka Ada sebagian kelompok menganggap bahwa Islam agama perang yakni agama yang mengajak pada pertumpahan darah. Pemahaman ...
-
Hizbut Tahrir memiliki dua bendera, berwarna putih yang disebut Liwa' dan warga hitam yang disebut Rayah. Mereka mengklaim 2 bendera ...
No comments:
Post a Comment