Gerakan Tarbiyah atau Usrah di Indonesia merupakan gerakan internasionalisasi Islam yang berpusat di Mesir dengan nama Ikhwanul Muslimin (IM). Didirikan oleh Hassan Al-Banna dan tokoh ideologisnya bernama Sayyid Qutb.
Organisasi ini kemudian pecah melahirkan sempalannya bernama Hizbut Tahrir (Partai Pembebasan) yang dirintis oleh Taqiyudin An-Nabhani. Perbedaan pandangan antara Al-Banna dan Nabhani seputar boleh atau tidaknya mewujudkan Pan-Islamisme atau Daulah Islamiyah melalui demokrasi. Al-Banna lebih berikap lunak dengan menghalalkan demokrasi asalkan cita-cita Pan-Islamisme dapat terwujud sedangkan Nabhani tetap konsisten mengharamkan demokrasi untuk meraih cita-cita khilafah.
Dua bersaudara ini (karena sama-sama bercita-cita menumpas sistem demokrasi) masuk ke Indonesia saling mendukung dan menopang dengan berbagai cara. IM dengan ideologi tarbiyahnya yang kemudian menjelma menjadi partai berbasis Islam sedangkan HT tetap dengan pendiriannya, anti demokrasi sehingga tetap mengibarkan bendera khilafah yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai perlawanan terhadap kekuatan Barat. Karena lantang menyuarakan anti pemerintah dan anti demokrasi maka dengan cepat pemerintah membubarkan HTI dan menjadikannya sebagai partai terlarang sebagaimana PKI.
Gulung tikarnya HTI tidak serta merta pengasong khilafah padam dan mati. Disamping tokoh dan pendukungnya yang sangat fanatik dan militan dengan gerakan bawah tanah dan tersembunyi, ormas ini masih punya nyawa dinegeri ini karena faktanya pendukung dan tokohnya masih lantang berteriak dan koar-koar menghujat pemerintah sebagai penjelmaan Fir'aun. Pemerintah dituding menerapkan sistem kafir dengan model provokasi klasiknya yakni pemerintah anti ulama dan anti Islam. Walau suara HTI pasang surut ibarat orang yang tenggelam atau "kelelep" namun kekuatan mereka masih ada dan wajib untuk diwaspadai.
Padamnya HTI bukan berarti sirnanya pengasong khilafah. Karena saudaranya telah tenggelam maka simpatisan partai Tarbiyah semakin ganas dan beringas. Berbagai isu dan provokasi untuk menurunkan Jokowi kian lantang. Isu anti Islam, anti ulama dan sekarang santer isu PKI dengan modus penganiayaan terhadap kiai dan tokoh NU. Fokus utamanya adalah menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Ditambah celaan dan hinaan kepada Presiden dan ulama moderat diberbagai media tak pernah surut. Hal ini merupakan kejahatan dan kebiadaban yang sangat nyata.
Dengan upaya menurunkan wibawa pemerintah maka partai Islam pengasong khilafah diharapkan mendapat banyak simpati. Ketakutan rakyat terhadap PKI yang terus digoreng membangkitkan memori kejahatan PKI dimasa lalu. Walhasil, partai pengusung khilafah semakin solid dan memiliki kekuatan untuk menjadi pemenang dinegeri ini.
NU dan ormas moderat merupakan batu sandungan bagi mereka karena hanya NU dan ormas moderat yang sangat konsisten menjaga NKRI dengan sistem demokrasi Pancasilanya. Untuk mencari mangsa dari kalangan Nahdliyin, tidak lain kecuali penetrasi ideologi yaitu menjadi NU sementara atau mendadak NU agar agenda globalnya dapat berjalan mulus. Antek khilafah ikut yasinan, ikut maulidan dan mendadak simpati dengan NU ketika kiai atau tokoh NU dianiaya. Pola klasiknya yakni menipu masyarakat bahwa yang menganiaya adalah PKI.
Dalam kondisi darurat seperti ini, NU benar-benar diuji kesetiaannya terhadap NKRI. Tiada lain, NU harus kuat lahir batin dalam menghadang ideologi radikal ini. Paling tidak, tiga kekuatan besar berhimpun dalam barisan khilafah yakni ideologi Wahabi, HTI dan IM. Konspirasi tiga serangkai untuk menghancurkan NU dan NKRI.
Wahabi dengan provokasi bid'ah dan menggoyang amaliyah Aswaja, HTI dengan provokasi rezim kafir dan IM dengan partai Islamnya mencari kekuatan suara untuk menang dalam sistem pemerintahan. Saling bahu membahu untuk melumat NU dan NKRI.
Berhimpunnya kekuatan Wahabi-Saudi dan IM/HT-Mesir ditubuh partai Islam Tarbiyah merupakan model transplantasi ideologi (pencangkokan ideologi) yang sangat berbahaya. Jika wajah Wahabi sangat jelas anti bid'ahnya dan jika wajah IM/HT muncul dengan wajah Sunninya. Apapun dilakukan asalkan tujuan akhir tercapai yakni khilafah atau daulah islamiyah.
Sikap yang perlu dilakukan bagi warga NU dalam menghadapi kolaborasi beberapa kekuatan besar adalah:
- Istiqamah menjaga amaliyah Aswaja agar tidak lenyap ditumpas Wahabi. Berikan pencerahan dan hujjah Aswaja kepada masyarakat luas agar mampu melawan Wahabi. Tidak terkecoh dengan provokasi mereka.
- Jadilah warga NU yang kaffah yakni mengerti idelogi NU sehingga tidak tertarik dengan iming-iming khilafah baik dari simpatisan HTI, Wahabi maupun partai Tarbiyah.
- Jangan tertipu dengan taqiyah (kamuflase) simpatisan partai Tarbiyah yang ikut kultur NU atau ngaku-ngaku NU seperti ikut yasinan, tahlilan dan sebagainya karena hanya strategi untuk mencari mangsa masyarakat awam. Tujuan akhirnya adalah menegakkan khilafah atau daulah.
- Warga NU jangan tertipu dengan provokasi atau isu PKI dengan modus pembunuhan atau penganiayaan terhadap tokoh NU atau tokoh agama. Lempar batu sembunyi tangan, itulah provokasi simpatisan HTI dan partai Tarbiyah agar ketakutan masyarakat terhadap PKI bangkit kembali. Ketika kelompok radikal eksis maka selalu dan selalu memanfaatkan isu PKI.
- Warga NU harus selalu waspada dan solid dalam menjalin ukhuwah antar pondok pesantren terutama penjagaan ketat terhadap ulama dan kiainya. Dengan berkurangnya ulama atau kiai maka otomatis akan mudah untuk diserang amaliyahnya karena tidak ada lagi yang membentengi akidah warganya. Dengan begitu, Wahabi akan mudah memberantas amaliyah Aswaja dan simpatisan khilafah akan terus eksis mempromosikan politik khilafahnya.
- Warga NU boleh berpolitik namun pilihlah tokoh atau partai politik yang nasionalis dan Pancasilais baik partai yang bersimbol Islam maupun yang tidak bersimbol Islam. Jangan tertipu dengan merk partai Islam namun bercita-cita menggantikan ideologi Pancasila. Jika ada warga NU yang tergiur dengan partai anti Pancasila maka ke-NU-annya belum kaffah atau sekedar NU-NU-an sebab sepanjang sejarah hingga hari kiamat, Pancasila bagi NU adalah final dan NKRI harga mati yang tak dapat ditawar-tawar lagi.
No comments:
Post a Comment