Tuesday, February 20, 2018

Profil Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur Yogyakarta

Masa Awal
Image result for foto pesantren An Nur Yogyakarta

Kemajuan dan perkembangan dalam segala hal selalu bergerak secara dinamis dan cepat. Di satu sisis, hal tersebut berdampak positif bagi kemajuan umat, tetapi di sisi yang lain juga menjadi ajang merebaknya segala pengaruh dan budaya yang tidak sesuai dengan moralitas Bangsa Indonesia sehingga pada akhirnya banyaklah penyimpangan yang terjadi dimasyarakat. Dengan alas an inilah KH. Nawawi Abdul Aziz yang merupakan salah satu tokoh yang disegani bidang hafidzul Qur’an dan Qiro’ah As Sab’ah berusaha membangun tembok untuk membentengi masyarakat dari segala bentuk dampak negative yang telah menjamur agar masyarakat dapat senantiasa berada dijalan yang kurus sehingga selamat dunia akhirat. Secara singkat, pondok Pesantren An-Nur melewati beberapa periode:

1. Periode perintisan (1966-1978)

Periode ini dimulai pada tahun 1960 ketika KH. Nawawi Abdul Aziz dipercay a menjabat ketua pengadilan agama KAb. Bantul. Sejak saat itu beliau mengetahui kehidupan keagamaan di Bantul, dimana kondisinya masih memprihatinkan. Beliau meras sudah saatnya lah mengajarkan ilmu yang didapat dari pesantren. Untuk itu, pada tahun 1964 dengan tekad bulat dan mantap didampingi istri beliau (Nyai Walidah Munawwir) dan putra pertamanya ‘Ashim Nawawi, beliau pindah ke dusun Ngrukem Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta. Disana mulai dirintis pengajian-pengajian baik yang bersifat umum, sorogan, bandongan maupun klasikal. Pengajian umum dislenggarakan setiap senin malam dan dikenal dengan sebutan malam selasaan dan setiap jumat pagi. Sedangkan tiap subuh diadakan pengajian sisitem sorogan dan klasikal dengan materi Al Qur’an. Selain itu, pada malam hari berlangsug kegiatan madrsah Diniyah yang dulu bernama Madrasah Lailiyah Salafiah An Nur yang sejak tahun 1976 pengelolaanya diserahkan kepada Bapak KH. Khudlori Abdul Aziz, santri beliau yang putra asli ngrukem.

Pada masa perintisan ini, hanya ada 7 santri luar yang bermukim di Ngrukem: 6 santri asal kutoarjo yaitu KH. Maftuh yang saat ini menjadi pengasuh pondok pesantren Lirboyo Kediri, Mahasin, Sholihah, Maringah dan Siti Ummi Kulstum serta 1 santri, Nurhalimah, dari banyuwangi.

2. Periode pertumbuhan

Berhubung kebanyakan santri yang dating adalah putrid maka yang pertama dibangun adalah asrama putrid. Pada ahad pon 18 April 1976 diadakan rapt antara Bapak KH. Nawawi Abdul Aziz dan paa sesepuh untuk memebahas pembangunan tersebut dilanjutkan pada hari ahad tanggal 12 September 1976 yang bertepatan dengan 17 Romadlon 1396 H dimulailah pembangunan tersebut dan selesai bulan April 1978. Sejak saat itu secara resmi Pondok Pesantren An Nur berdiri. Selang beberapa waktu, jumlah santri putra brtambah banyak sehingga dibangun dua kamar untuk santri putra ini.

3. Periode perkembangan

Semakin lama pondok pesantren ini semakin dikenal dimasyarakat sehingga dalam waktu tiga tahun, santri yang belajar telah mencapai 300 orang yang 70 % adalah penghafal Al Qur’an. Pada tahun tersebut juga dibangun asrama santri putra berlantai tiga dengan 18 kamar yang dilengkapi dengan Musholla, dapur, sumur kamar mandi dan WC, perpustakaan serta aula.

Keadaan tersebut terus maju dengan dinamis dan berkesinambingan. Hal tersebut sangatlah mendukung bagi tercapainya tujuan utama Pondok Pesantren An Nur yaitu: mencetak generasi Huffadzul Qur’an yang mampu menjunjung tinggi warisan nabi serta mengamalkannya, membangun santri yang berjiwa IMTAQ, berwawasan IPTEK, berakhlaqul karimah, betaqwa, bermental kuat dan bertanggung jawab.

Profile Kyai/Pengasuh

Pada tahun 1925 lahirlah seorang laki-laki yang diberi nama Nawawi. Ia merupakan putra ke-2 Bapak KH. Abdul Aziz, seorang petani yang tinggal dipelosok desa di daerah Kawedanan yang erkenal yaitu Kutoarjo tepatnya desa Tulusrejo Grabag Kutoarjo Purworejo Jawa Tengah. Karir intelektual beliau dirintis sejak berumur tujuh tahun, dimana hari-hari beliau selalu dihiasi dengan berbagai kegatan Tholabul ‘ilmi. Pagi hari belajr disekolah Dasar (SR), sorenya mengikuti Madrasah Diniyah Al Islam Jono, sedangkan malam hari mengaji Al Qur’an kepada sang ayah dan juga beberapa disiplin ilmu Fiqh dan Ushuluddin.

Pada usia 13 tahun, beliau meneruskan pengembaraannya ke pondok pesantren Lirap untuk mengsji ilmu Alat (nahwu & shorof hingga Balaghoh) kepada Al Maghfurlah KH. Anshori selama 4 tahun. Setelah dirasa cukup, beliau pindah bersama kakaknya ke pondok pesantren Tugung Banyuwangi di bawah asuhan Al Maghfurlah KH. Abbas.

Setelah beberapa tahun, beliau merasa ingin sekali pulang ke kampong halaman sekedar melepas rasa rindu kepada keluarga. Untuk itulah, dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI, beliau pulang ke kutoarjo. Tetapi, “untung tak dapat diraih, malang tak dapat itolak”, sebelum sempat kembali kepondok, srdadu Belanda dengan membonceng tentara inggris mendarat disurabya dan menjarah jawa timur. Maka pupuslah harapan untuk kembali kepondok dan seluruh kitab yang dimiliki beliau tertinggal di banyuwangi. Tetapi beliau makin bersemangat dalam menuntut ilmu yang diwujudkan dengan kembali mondok untuk menghafal Qur’an ke sebuah pondok pesantren di Yogyakarta tepatnya di Pondok Krapyak yang didirikan oleh Al Maghfurlah KH. Ahmad Munawwir yang saat itu diasuh oleh Al Maghfurlah KH R Abdul Qodir Munawwir. Nasehat, tausiah dan irsyad dari Al Maghfurlah KH. R Abdul Qodir Munawwir beliau ikuti dan patuhi dengan ikhlas dan tekun, sehingga dalam waktu tiga bulan, beliau berhasil menghafal tujuh juz setengah dengan hafalan yang sangat baik. Di saat beliau sedang menikmati dan melatih keistiqomahan diri dalam menghafal dan menjaga Al Qur’an, dengan tanpa diduga sedikitpun terdengar berondongan peluru mitraliur yang menghujani langit Yogyakarta yang disertai dengan diterjunkan pasukan Belanda di lapangan terbang Maguwo(kini Adisucipto) sebagai tanda dimulainya class kedua. Hari itu pula beliau dan ketujuh temannya pulang kekampung halaman (kutoarjo) dengan berjalan kaki. Di rumah, beliau tetap menjaga hafalan Al Qur’an yang telah didapat dan menambah hafalan walaupun harus kut serts membntu gerilyawan.

Setelah Yogyakarta aman kembali (sekitar enam bulan), beliau kembali kekrapyak untuk melanjutkan tekadnya. Dengan berkat rahmat dari Allah SWT disertai dengan anugerah keistiqomahan yang dimiliki, beliau mampu menyelesaikan hafalan dalam waktu 18 bulan dengn hasil yang sangat memuaskan sehingga wajar saja jika guru beliau sangat menyayanginya. Bahkan sebagai puncak dari kasih _aying tersebut, beliau dimita untuk menikahi adik sang guru (KH. R Abdul Qodir Munawwir) yang bernama Hj. Walidah Munawwir yang juga telah hafal Al Qur’an.

Setelah mendapt restu dai sang guru sekaligus kakak, pada hari ke-70 dari hari kelahiran putra pertamanya, beliau berangkat ke pondok pesantren Yanba’ul ‘Ulum Kudus untuk mengaji Al Qur’an dengan Qiro’ah Sab’ah kepada Al Maghfurlah KH. Arwani Amin. Pada tahun 1955 M beliau berhaasil menyelesaikan pelajaran dengan baik dengan menerima syahadah/ijazah khatam mengaji qiro’ah as sab’ah secara hafalan kepada Syaikh Al Maghfurlah KH. Arwani Amin Kudus.

Setelah belajar di kudus, bliau memutuskan kembali ke kutoarjo untuk mengajarkan ilmu dan juga membntu orang tua yang telah menapaki usia senja. Di sana beliau membuka pengajian Al Qur’an dan madrasah ibtida’iyah kelas I yang hanya dibantu oleh seorang tenaga pengajar yang meragkap sebagai pengurusnya. Keterbatasan pengajar tidak menjadi halangan bagi untuk berjuang dalam menebarkan ilmu agama. Beliau mengkader semua siswa sehingga siswa-siswi yang dududk di kelas IV sudah mampu untuk mengajar adik-adik kelas satu dan dua.

KH.R Abdul Qodir Munawwir, pemegang tampuk kepemimpinan pondok krapyak wafat, yang kemudian digantikan oleh KH.R Abdullah Affandi Munawwir. Pada saat itulah beliau (KH. Nawawi Abdul Aziz) dipanggil untuk membantu mengajarkan Al Qur’an di Pondok Pesantren Krapyak, bersama dengan bapak KH. Mufid Mas’ud (pengasuh pondok pesantren sunan Pandanaran) serta Al Maghfurlah KH. Ali Ma’sum. Pembagian tugas dilakukan oleh KH. Abdullah Afandi M sbagai pengasuh utama, KH. Ali Ma’sum yang bertanggung jawab atas pengajran kitab sedangkan beliau dan KH. Mufid Mas’ud memegang pengajaran Al Quran.

Setelah dua tahun tingal di Krapyak, timbullah keinginan untuk pindah ke Dusun Ngrukem guna lebih mendekati tempat beliau bekerja yang saat itu menjabat sebagai ketua hakim pengadilan agama bantul dan juga didorong oleh keinginan untuk mendirikan Pondok Pesantren sendiri, dan berkat Ridho Allah SWT, beliau mampu mewujudkan cita-cita beliau untuk membsngun pondok pesantren yang sampai saat ini masih eksis berdiri. Sekarang umur beliau telah mencapai 80 tahun dan telah dikaruniai 11 putra/putrid dan 47 cucu serta buyut. Wqalaupun demikian Allah SWTbmasih memberikan nikmat sehat yang begitu besar sehinggan di usianya yang senja.

Kondisi Sosial Lingkungan pondok pesantren An Nur

Pondok Pesantren An Nur dibangun di atas tanah seluas 2 hektar di dususn Ngrukem Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta. Daerah ini termasuk daeah yang sangat subur karena tergolong tanah vulkanik dan juga didukung dengan curah hujan yang cukup.

Dengan umurnya yang sudah hampir mencapai 30 tahun, Pondok Pesantren An Nur sudah sangat akrab dengan kehidupan masyarakat sekitar yang 90 persen adalah petani ekonomi menengah. Dalam waktu yang cukup lama pula masyarakat telah sangat banyak mengalami peningkatan terutama dalam hal kehidupan beragam, salah satunya berkat perjuangan dan upaya yang dilakukan oleh pndok pesantren An Nuur.

Model Kepemilikan/ Pengelolaan

Dalam pengelolaannya, pondok pesantren An Nur yang merupakan salah satu pondok pesantren yang bernafaskan Nahdlotul ‘Ulama(NU) pada awal berdirinya adalah milik keluarga. Kemudian setelah mengalami perkembangan yang sangat pesat, maka berubah menjadi yayasan dengan dibentuknya Yayasan Al Ma’had An Nur yang langsung dipimpin juga oleh Bapak KH. Nawawi Abdul Aziz.

Sebagai sebuah lembaga yang telah memiliki banyak santri, pesantren ini juga melengkapi dirinya dengan beberapa lembaga yang bernaung dibawah Yayasan Al Ma’had An Nur, antara lain TPQ An Nur, Madrasah Tsanawiah, Madrasah ‘Aliyah Umum dan Keagamaan Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an dan Madrasah Diniyah Al Furqon.

Model Pendididkan

Dalam perjalannanya, pondok pesantren An Nur memiliki beberapa model pendidikan tergantung pada masing-masing lembaga yang ada di pondok pesantren ini, yaiu:

a. Marhalah Bi an-nadazri

Tingkatan ini diperuntukan bagi santri-santri yang tidak menghafal Al Qur’an, dengan penekanan pada pematangan tajwid tartil dan juga makhorijul huruf dan pendalaman kitab-kitab kuning. Setiap harinya para santri yang tidak menghafal Al Qur’an, menyetorkan bacaan Al Qur’an secara nadzri kepada para khotim bil hifdzi yang masih bermukim di pondok pesantren.

b. Mahalah Tahfidz

Kelompok ini khusus bagi santri yang berminat menghafalkan Al Qur’an 30 juz, dimana saat ini tidak kurang dari 600 santri putra dan putrid yang belajar untuk menghfalkan Al Qur’an di pesantren ini. Dalam proses penghafalan para santri diasuh langsung oleh KH. Nawawi Abdul Aziz dengan metode bimbingan tahfidz. Disamping itu untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan hafalan para santri, maka setiap 6 bulan sekali diadakan Tes Peringkat Tahfidzul Qur’an dan Musabaqoh Hifdzil Qur’an (MHQ).

c. Marhalah Qiro’ah Sab’ah

Marhalah ini diperuntukan bagi para khotimin-khotimat (yang telah hafal Al Qur’an) yaitu mempelajari berbagai bentuk bacaan qiro’ah tujuh, sebagai program lanjutan bagi para santri telah hafal Al Qur’an, marhalah ini ini ditangani langsung pengasuh (KH. Nawawi Abdul Aziz). Madzhab yang dipakai dalam Qiro’ah As Sab’ah adalah madzhab hizril amani yang beliau terima dari Syaikh KH. Arwani Amin Kudus.

d. Madrasah Diniyah

Secara garis besar, Madrasah Diniyah terbagi menjadi menjadi dua cabang yaitu, Madrasah Diniyah yang diperuntukan bagi santri-santri Tahfidz (yang menghafal Al Qur’an) dan bagi santri-santri yang non-tahfidz. Tingkatan kelas Madrasah Diniyah ini pada dasarnya sama seperti Madrasah Diniyah pada umumnya yaitu tingkat ‘Ula dengan jenjang waktu 4 tahun, Wustho selama 2 tahun dan ‘Ulya dengan masa pendidikan selama 2 tahun.

e. Madrasah Formal

Pondok Pesantren An Nur telah memiliki Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Dengan fasilitas seadanya, para pengelola madrsah tetap berjuang dalam proses untuk mencapai tujuan dasar Pondok Pesantren An Nur. Dengan izin Allah SWT, Madrasah yang kami miliki mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan diluar dan dalam kurun waktu 6 tahun, Madrash ini mampu mengantongi nilai tertinggi se Yogyakrta sebanyak tiga kali pada Ujian Akhir nasional dan semua siswanya lulus dengan nilai yang lumayan.

f. Sekolah Tinggi

Pondok Pesantren An Nur juga mampu mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an (STIQ) yang resmi dibuka pada tahun 2002 oleh menteri agama RI. Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an membuka 2 prodi: Tafsir Hadist (Ushuluddin) dan PAI (Tarbiyah). Kemudian tahun 2004 dibuka program Ekstensi dan program Diploma (DI dan D2).

Selain itu, pondok pesantren juga memiliki kegiatan ekstrakurikuler, antara lain:

1. Jami’iyaah

2. Khitobah empat bahasa

3. Seni baca Al Qur’an

4. Dzibaiyyah Al Barzanji

5. Seni Hadrah dan Qasidah

6. Olahraga/senam

7. Pelatihan & seminar ilmiah

8. Karya ilmiah santri

9. Mujhadah malam jum’at

10. Mujahadah & majlis ta’lim ahad pon

Ustadz, Santri dan Alumni

Yayasan Al Ma’had An Nur memiliki 151 tenaga ustadz dan dosen, dengan perincian khusus mengajar di pondok, 29 ustadz dan ustadzah madrash diniyah, 38 ustad dan astadzah yang mengajar di Madrasah formal, 15 ustadz dan ustadzah TPQ serta 45 orang dosen yang mengajar di STIQ. Dari jumlah tersebut, hanya 45 ustad dan ustadzah yang bermukim di pondok pesantren An Nur tanpa adanya honor dari pondok atau pemerintah.

Sedangkan santrinya berjumlah sekitar 73 santri yang datang dari berbagai penjuru Indonesia mulai dari pulau Sumatra, Sulawesi, Bali, dan NTB. Adapun santri yang bermikim di Pondok Pesantren An Nur sekarang berjumlah sekitar 635 orang santri dan selebihnya adalah santri non mukim atau dikenal dengan sebutan santri kalong.

Pondok Pesantren An Nur Ngrukem telah mampu menelorkan banyak alumni yang berkualitas yang tersebar dimana-mana. Ada yang mendirikan pondok pesantren sendiri, ada juga yang ikut berkiprah dalam kancah perpolitikan Indonesia. Disamping itu, Pondok Pesantren An Nur telah mampu mencetak sebanyak 303 orang hafidz dan hafidzoh.

Sarana dan Prasarana

Selama lebih dari 28 tahu berdiri, Pondok Pesantren An Nur selalu mengalami peningkatan dalam segala hal termasuk sarana dan prasarana yang dimiliki. Hingga saat ini pondok ini telah memiliki fasilitas belajar antarra lain:

1. Asrama santri

2. Kamar mandi dan mck

3. Ruang Kantor (putra dan putrid)

4. Musholla (putra dan putrid)

5. Ruang belajar

6. Aula (gedung serba guna)

7. Ruang tamu (putra dan putrid)

8. Gedung perpstakaan

9. Mini market dan wartel

10. Kantin dan koperasi

11. Rental computer

12. Ruang menjahit

Program Pengembangan

a. Mulai tahun 2004, pondok pesatren membangun musholla putri berlantai tiga dan baru selesai 85%. Untuk itu, tahun 2006 ini telah direncanakan penyelesain kekurangan tersebut. Selain itu, pondok pesantren akan membangun gedung berlantai tiga yang terdiri dari kamar mandi, wc, tempat tidur serta ruang belajar bagi santri putra.

b. Adanya STIQ An Nur, diimana 70% mahasiswanya adalah para Hafidz (hafal Al Qur’an dan sedang menghafalkannya), yang saat ini baru membuka 2 prodi sehingga selain memaksimalkan prodi yang sudah ada juga perlu dibuka prodi yang lain yang jauh lebih bisa menjawab tantangan kemajuan zaman.

c. Program bidang ekonomi yaitu dengan meningkatkan yang dikelola Pondok Pesantren: mini market, jasa telekomunikasi, rental computer.

Sumber Dana dan Usaha Ekonomi

Dana yang digunakan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan Pondok Pesantren An Nur diperoleh dari berbagai pihak seperti iuran santri, bantuan donatur, instansi pemerintah dan dari berbagai usaha yang tidak mengikat seperti mini market dan wartel serta koperasi.

Program-program Unggulan

Secara garis besar, pondok pesantren An Nur memiliki program-program unggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, bakat dan seni serta keterampilan. Adapun program unggulan dibidang pendidikan Diniyah yang dimiliki oleh Pondok Pesantren An Nur, antara lain:

1. Tahfidzul Qur’an

2. Qiroah As Sab’ah yang memakai madzhab Hizril Amani

3. Fiqh dan Usul fiqh

4. Ilmu alat

5. Akhlaq

Sedangkan yang bergerak di bidang seni yaitu: seni membaca Al Qur’an, Seni Hadroh bagi santri putra dan seni qosidah modern bagi santri putri.


No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...