Sering kita dengar di masyarakat bahwa ada sebagian kyai yang mengaku melihat Rasulullah Saw ketika membaca salawat bersama. Benarkah hal tersebut ataukah termasuk takhayul dan khurafat?
Kita tidak boleh menuduh takhayul atau khurafat terhadap kisah yang seolah tidak masuk akal, sebelum meninjaunya dengan dalil-dalil yang sahih. Dalam riwayat sahih, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ رَآنِى فِى الْمَنَامِ فَسَيَرَانِى فِى الْيَقَظَةِ وَلاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِى (رواه البخاري رقم 6995 ومسلم رقم 6057)
“Barangsiapa yang melihatku di dalam mimpi, maka akan melihatku dalam keadaan terjaga (nyata). Dan setan tidak bisa menyerupai dengan saya” (HR al-Bukhari No 6995 dan Muslim No 6057)
Dari hadis ini para ulama memang berbeda pendapat dalam menafsiri kandungan maksudnya. Namun al-Hafidz as-Suyuthi berkata: “Ada sekelompok ulama yang menafsiri bisa melihat Rasulullah Saw di dunia secara nyata dan bisa berdialog dengan beliau, hal ini adalah sebagai karamah bagi para wali Allah” (ad-Diibaj Syarah Muslim 5/285)
Ada banyak sosok sahabat yang pernah berjumpa dengan Rasulullah Saw setelah wafat, misalnya saat Khalifah Utsman didatangi oleh Rasulullah Saw menjelang wafatnya ketika dikepung oleh pemberontak:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ أَتَيْتُ عُثْمَانَ لأُسَلِّمَ عَلَيْهِ وَهُوَ مَحْصُوْرٌ فَدَخَلْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِأَخِي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ g اللَّيْلَةَ فِي هَذِهِ الْخَوْخَةِ قَالَ وَخَوْخَةٌ فِي الْبَيْتِ فَقَالَ يَا عُثْمَانُ حَصَرُوْكَ قُلْتَ نَعَمْ قَالَ عَطَشُوْكَ قُلْتَ نَعَمْ فَأَدْلَى دَلْوًا فِيْهِ مَاءٌ فَشَرِبْتُ حَتَّى رَوِيْتُ حَتَّى إِنِّي لاَجِدُ بُرْدَهُ بَيْنَ ثَدْيِي وَبَيْنَ كَتْفِي وَقَالَ لِي: إِنْ شِئْتَ نَصَرْتُ عَلَيْهِمْ وَإِنْ شِئْتَ أَفْطَرْتَ؟ فَاخْتَرْتُ أَنْ أُفْطِرَ عِنْدَهُ " فَقُتِلَ ذَلِكَ الْيَوْمَ (البداية والنهاية ج 7 / ص 182 وتاريخ دمشق - (ج 39 / ص 386)
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Salam: Saya mendatangi Utsman untuk menyelamatkannya saat ia terkepung. Saya masuk ke rumahnya, Utsman berkata: Selamat datang saudaraku. Semalam saya melihat Rasulullah di jendela rumah ini. Rasulullah berkata: Wahai Utsman, apakah mereka mengepungmu? Saya menjawab: Ya, wahai Rasulullah. Beliau berkata: Apakah mereka membuatmu haus? Saya menjawab: Ya. Kemudian Nabi membawakan timba yang berisi air, saya meminumnya hingga saya merasa segar dan saya rasakan dinginnya air itu di susu dan pundak saya. Nabi berkata: Jika kamu mau, saya menolongmu dari mereka. Jika kamu ingin berbuka (meninggal), maka berbukalah! Saya memilih berbuka (wafat) bersama Nabi. Kemudian Utsman terbunuh di hari itu” (al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidaayah wa an-Nihaayah 7/204 dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqy 39/386).
Begitu pula sahabat Dhamrah bin Tsa’labah (Diriwayatkan oleh Thabrani. Al-Hafidz al-Haitsami berkata ‘sanadnya hasan’) dan sahabat-sahabat yang lain. Bahkan secara khusus as-Suyuthi mengarang sebuah kitab ‘Tanwir al-Halak’ (dimuat dalam kitab beliau al-Haawii lil Fataawii) yang menjelaskan dimungkinkannya berjumpa dengan Nabi Saw yang disertai dalil dan kisah yang sahih. Pendapat ini juga didukung oleh fatwa ulama al-Azhar, Syaikh Athiyyah Shaqar.
No comments:
Post a Comment