Friday, November 23, 2018

Gus Dur dan Daya Magisnya di Panjalu


Oleh: Zaki Mubarak

Harus kita akui bahwa salah satu wisata ziarah yang paling fenomenal di wilayah Priangan Timur adalah Pamijahan dan Panjalu. Pamijahan terkenal tersebab karena ada waliyulloh Syekh Abdul Muhyi yang dipercaya sebagai wali kesepuluh bakda wali songo, Panjalu terkenal karena sejarah yang panjang integrasi pemerintahan dan Islam di Tatar Sunda dan Majapahit. Sejarahnya penuh dengan dimensi permusuhan Sunda-Jawa dengan perekat yang satu yaitu Islam.

Peninggalan tokoh pemerintahan dengan disertai penyebaran Islam di Pasundan wabil khusus untuk wilayah Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka dan Kuningan membuat Panjalu menjadi daerah yang memiliki point khusus dalam sejarah Pasundan. Ia menjadi daerah penting dari sebuah relasi negeri Pasundan yang di pimpin oleh Prabu Siliwangi dengan negeri Majapahit yang dirajai oleh Prabu Brawijaya. Tokoh-tokoh yang berkembang di sini sengaja di reproduksi untuk terus menerus diwariskan kepada generasi selanjutnya dengan mengalami penambahan dan pengurangan.

Tulisan ini akan mencoba menganalisis Daya Magis Gusdur dalam membangun persepsi masyarakat (muslim tradisional) untuk datang dan menziarahi makam di situ Panjalu. Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara kepada beberapa tokoh yang memiliki perhatian khusus kepada wisata ziarah ini. Data tidak begitu kaya, namun diupayakan dapat komprehensif dalam menganalisisnya. Buku utama yang menjadi sumber adalah buku yang berkembang di wisata ziarah tentang sejarah Panjalu.

Gusdur dan Panjalu

Pertemuan saya dengan seorang nenek pada tahun 2015 membuat saya sedikit banyak tahu tentang relasi Gusdur dan Situ Panjalu. Awalnya saya tidak menyangka bahwa Gusdur yang saat itu menjabat sebagai presiden bisa datang ke Panjalu. Dikisahkan pada saat Haul KH Mustaqim di Pesantren PETA Tulungagung, Gusdur menceritakan silsilah Mbah Mustaqim (sebutan KH Mustaqim) yang merupakan keturunan ke 19 dari Mbah Panjalu, seorang kyai Panjalu yang sebutannya adalah Sayyid Ali bin Muhammad bin Umar.

Kyai Panjalu, menurut Gusdur, memiliki peranan penting dalam meng-Islamkan Prabu Siliwangi. Dikisahkan, Prabu Siliwangi ditantang oleh Mbah Panjalu untuk mencabut sebuah tongkat yang ditancapkannya. Kesepakatan mereka berdua adalah bila tongkat itu bisa dicabut oleh Prabu Siliwangi, maka Panjalu akan rela masuk ke kepercayaan yang dianut oleh Prabu (Hindu), sedangkan bila tidak, maka Prabu Siliwangi harus masuk ke Islam.

Karena Prabu Siliwangi yang sangat berpengaruh di tatar Sunda itu tidak mampu mencabut tongkat yang ditancapkan oleh Mbah Panjalu, maka otomatis Prabu Siliwangi memeluk Islam setelahnya. Dan setelah Sang Prabu masuk Islam maka secara otomatis juga keluarga Padjajaran masuk Islam. Maka secara struktural, Islam pun dianut oleh masyarakat Sunda. Jadi, Mbah Panjalu sangat berjasa dalam peng-Islaman Masyarakat Sunda secara keseluruhan.

Gusdur menziarahi Panjalu pada 5 Juli tahun 2000. Tujuan pokok ziarahnya adalah Mbah Panjalu yang dimaksud yang dimakamkan di tengah situ Panjalu. Menurut buku sejarah yang beredar, makam yang berada di tengah adalah makam tiga tokoh; Prabu Hariang Kencana, Embah Dalem Cakranegara III, dan Demang Prajasasana. Saya pun melihat beberapa makam dan tiga makam yang mencolok terutama makam dibawah naungan gedung. Kemarin minggu (5 Nopemebr 2017) saya menziarahi makam tersebut dan saya bertemu dengan penjaga makamnya. Entah kenapa ia menyambut saya dengan baik dan menyebutkan bahwa makam ini bergelar Sayyi Ali bin Muhammad. Ia meminta saya untuk berwasilah atas nama itu. Dan saya pun menurutinya.

Awalnya sebelum tahun 2000 bertepatan kedatangan Gusdur, Situ panjalu tidak terkenal seperti saat ini dan tidak menjadi desa wisata. Makam yang sangat keramat pun tidak dikenal oleh masyarakat. Hanya masyarakat khusus saja yang mengenal kekeramatannya, terutama keluarga yang mengklaim keturunan Borosngora. Setelah Gusdur menziarahi, maka Situ panjalu jadi pusat perhatian muslim (tradisional). Sehingga saat ini, Panjalu menjadi destinasi wisata ziarah setelah Pamijahan di daerah Priangan Timur. Hal inipun diperkuat bahwa Panjalu menjadi desa Wisata yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi pada tangga 17 Maret 2014.

Ketika saya bertanya kepada para penziarah yang datang, baik itu pada tahun 2015, 2016 dan 2017, saya memastikan bahwa kedatangan mereka dipengaruhi oleh kedatangan Gusdur. Mereka beranggapan bahwa makam di pulau kecil situ Panjalu (lengkong) adalah makam yang keramat dan memiliki keberkahan layaknya makam lain yang selalu mereka kunjungi. Gusdur-lah yang membuat mereka tahu bahwa Panjalu memiliki sejarah “spiritual” dimana Islam mulai berkembang di tanah Pasund(a)an. Mereka datang dari jauh (mayoritas yang saya kunjungi adalah dari daerah Jawa Tengah dan Timur) dan sengaja untuk datang berziarah, baik itu ke Panjalu maupun Pamijahan.

Sepasang Maung: Reproduksi Simbol di Situ Panjalu

Dalam meningkatkan keunikan panjalu sebagai destinasi wisata, maka lahirlah cerita-cerita rakyat (fabel) yang bisa jadi menjadi ciri khas Panjalu sebagai sebuah daerah yang mudah diingat. Cerita itu didesain sedemikian rupa dan diwariskan turun temurun dan dibuatkan situsnya sebagai sebuah simbol. Simbol yang lahir di Panjalu adalah dua harimau, harimau pertama adalah berjenis kelamin jantan dan satunya betina. Keduanya disinyalir adalah adik-kaka dari keturunan Majapahit-Padjajaran.

Cerita Nenek yang saya cermati pada tahun 2015 adalah bahwa harimau yang dalam bahasa Sunda disebut “Maung” itu bisa hidup dan sangat berkharisma. Patung yang berada di gapura pintu masuk makam itu adalah mahluk yang bisa hidup sebagaimana maung biasa tetapi bisa berbicara. Di suatu malam, cerita nenek, patung itu berubah menjadi maung betulan sehingga semua hewan yang ada di pulau kecil ini sangat menghormatinya. Maung itu selalu menjaga para penziarah dari gangguan hewan dan katanya selalu memberkahi yang datang. Entahlah, apakah cerita ini benar atau tidak. Secara rasional, saya tidak bisa menerima cerita itu. Tapi karena saya meyakini adanya mahluk ghaib, maka saya pun “terpaksa” harus meyakininya.

Kedua cerita maung ini direproduksi oleh masyarakat sehingga memiliki versi yang beragam. Namun secara umum kedua maung ini adalah jelmaan dari keturunan prabu Siliwangi. Simbol yang dekat dengan Siliwangi adalah maung, karena dikisahkan Prabu Siliwangipun memiliki kesaktian menjadi harimau dan memiliki harimau piaraan. Entahlah.

Dikisahkan, pada suatu malam Prabu Brawijaya yang merupakan raja Majapahit di Jawa bagian Timur menatap ke langit untuk memikirkan kedamaian manusia. Ia berpikir bahwa peperangan antar kerajaan bukanlah solusi karena penuh dengan kebencian dan pertumpahan darah. Nah saat itulah dipikirkan untuk membuat kerjasama antara kerajaan Majapahit di timur dan Padjajaran di Barat. Maka dipikirkanlah salahsatu cara yang paling cepat. Dan cara itu adalah menikah.

Selang beberapa hari Raja Brawijaya, mengirimkan utusannya ke Prabu Siliwangi di Padjajaran dengan segala kultur saat itu berupa hadiah yang sangat banyak. Dan prabu Siliwangi menyetujui logika serta ajakan Prabu Brawijaya sehingga putri Prabu Siliwangi yang bernama putri Kencanalarang dikirimkan ke Majapahit sebagai hubungan perkawinan. Setelah sembilan bulan, Kencanalarang hamil dan ingin melahirkan di Padjajaran tanah pasundan.

Di suatu daerah dalam perjalanan Majapahit-Padjajaran, Kencanalarang tidak kuat untuk melahirkan sehingga banyak pohon ditumbangkan untuk mempersiapkan daerah melahirkan bayinya di daerah ini, hingga daerah ini disebut “Panumbangan”. Kemudian lahirlah dua anak Kencanalarang di sana dan Balinya (ari-arinya) disimpan dibawah pohon yang besar di derah ini berdekatan dengan danau yang sekarang kita kenal Gunung Syawal Situ Panjalu Panumbangan. Kedua anakn ini disambut kakeknya Prabu Siliwangi dan pengasuhannya dibawah binaan kakeknya. Kedua anak ini kembar non identik, laki-laki dan wanita. Yang lelaki di namai Bongbang Larang dan wanita dinamai Bongbang Kencana.

Kedua anak ini tumbuh besar bersama kakeknya hingga tidak mengetahui siapa ayah sebenarnya. Setiap pertanyaan tentang ayahnya yang muncul di kedua anak itu selalu disembunyikan hingga suatu saat Bongbang Larang memaksa abdi dalem untuk menceritakan sebenarnya. Lalu kemudian singkat cerita kedua anak ini mangkat dari Padjajaran untuk pergi ke Majapahit untuk menemui bapaknya. Di suatu daerah, di panumbangan dimana mereka dilahirkan, mereka kecapaian dan akhirnya berhenti. Kemudian mereka dibantu oleh seorang dukun sakti Aki Garahang. Ia membantunya dan mensaratkan untuk tidak masuk ke Cipangbuangan, yaitu sebuah danau yang airnya tenang dan menyegarkan.

Namun, kedua anak muda ini tidak kuat untuk menuruni air itu dan mandi didalamnya. Kaget bukan main ketika muncul di air, keduanya menjadi harimau. Mereka sedih dan kemudian minta bantuan Aki Garahang untuk mengembalikan keduanya. Tapi Aki Garahang tidak bisa mengabulkan karena itu merupakan keteledoran keduanya tidak mengindahkan nasihat orang tua. Kemudian dikenallah dua harimau ini adalah penunggu situ Panjalu. Kisahnya masih panjang, namun untuk kepentingan tulisan ini dicukupkan.

Cerita ini terus dikembangkan hingga menjadi cerita rakyat yang menguatkan Panjalu sebagai daerah yang “keramat”. Cerita ini menjadi kekhasan dan simbol yang terus menerus direproduksi oleh masyarakat sekitar untuk semua urusan Panjalu. Hal yang berbau Panjalu didesain dengn simbol dua harimau ini. Bahkan, gapura masuk ke makam pun ada situs dua harimau di kedua sisinya. Bila kita pun menyusuri sepanjang jalan situ Panjalu, maka banyak hadir baju-baju dan kreatifitas lainnya yang dicetak dengan simbol maung. Maung inilah yang menjadikan ciri khas panjalu dibanding dengan wisata ziarah lainnya.

Gusdur dan Kekuatan Magisnya

Tak bisa dipungkiri, Panjalu saat ini adalah Panjalu akibat dari kedatangan Gusdur. Reproduksi cerita yang diolah oleh masyarakat dikaitkan dengan Gusdur sebagai “wali” yang mengetahui alam-alam spiritual. Masayaraka percaya bahwa wawasan Gusdur bukan hanya wawasan intelektual yang empiris dan faktual, tetapi beliau sangat paham tentang sejarah yang bernuansa spiritual. Panjalu yang oleh Gusdur telah disebutkan sebagai daerah yang berjasa mengislamkan tatar Pasundan mengakibatkan kaum muslimin untuk menziarahinya. Melalui Gusdur inilah kaum muslim mengetahui Panjalu sebagai daerah yang memiliki sejarah panjang islam di tatar Sunda. Gusdur pulalah dengan kekuatannya menjadikan Panjalu sebagai salah satu destinasi ziarah yang mashur, baik kekuatan struktural kepemerintahan maupun kekuatan spiritual “keimanan”.

Di samping Gusdur, reproduksi cerita rakyat dan adanya situ (danau) yang airnya tenang dan tak pernah surut menjadikan wisata air yang sangat diminati oleh masyarakat. Setahu saya dalam beberapa kunjungan ke daerah ini, mayoritas yang datang adalah mereka yang ingin berziarah ke makam di pulau tengah situ itu, namun tak sedikit juga yang tidak berniat ziarah makam tetapi lebih kepada hiburan keluarga. Kebanyakan dari mereka adalah wisatawan domestik priangan Timur yang mungkin sudah beberapa kali datang ke daerah ini untuk menikmati wisata air yang menyejukan.

Kekuatan Gusdur dalam menyingkap sejarah ini berdampak kepada kemakmuran masyarakat sekitar. Layaknya desa wisata lainnya, masyarakat yang hadir di sekitar akan diuntungkan dalam hal ekonomi. Pasar sepanjang jalan menunju situ Panjalu dipenuhi dengan penjual dengan oleh-oleh khas Panjalu. Masyarakat juga bisa berusaha menjadi anak buah perahu yang harganya sangat mahal. Untuk keliling situ (danau) saja, tahun ini kami merogoh kocek Rp. 250.000 per perahu. Bila perahunya hanya untuk mengantarkan ke makam, maka harganya antara Rp.150.000 sampai 200.000. mahal bukan? Jaraknya tidaklah jauh tapi airnya sangat tenang dan membuat fresh. Untuk keliling situ kita membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Dalam konteks ini, Gusdur telah berhasil memakmurkan ummatnya. Melalui penyingkapan sejarah yang sangat “spiritual”, Gusdur mengajak muslimin untuk mengunjungi makam keramat hingga berdampak ekonomi yang luar biasa. Pantas saja, orang Panjalu sangat menghormati Gusdur seperti hormatnya orang Jombang hingga orang Papua kepadanya. Allohumagfirlahu warhamhu. Amien.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...