Friday, April 27, 2018

Benarkah Wahabi Pengikut Salaf?


Dengan modal pengakuan itu, ditambah dengan banyak menyebut rujukan kitab² atau perkataan para ulama salaf, mereka berhasil meyakinkan banyak kalangan awam bahwa mereka benar² "salafi" dan ajaran Islam yg mereka sampaikan adalah ajaran yg murni yg tidak terkontaminasi oleh bid'ah. Itu semua hanya sebatas pengakuan yg tidak sesuai dengan kenyataannya, tidak sejalan dengan para ulama salaf. Apa buktinya? Karena sekte Wahabi tidak menjadikan seluruh ajaran ulama salaf atau pendapat² mereka sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan beragama, tetapi yg mereka lakukan sebenarnya adalah memilih (mensortir/menyeleksi) pendapat para ulama salaf yg sejalan dengan faham Wahabi-nya. Hasil sortiran kemudian mereka kumpulkan dalam bentuk tulisan² yg menghiasi fatwa² mereka tentang bid'ah.
Kemasan seperti ini berhasil menipu banyak orang, padahal fatwa atau sikap beragama mereka banyak yg bertentangan dengan para ulama salaf.

- Sekte Wahabi yg mengaku beribadah selalu berasarkan sunnah Rasulullah. sepertinya tidak suka memakai 'imamah (sorban yang dililit di kepala), padahal itu adalah sunnah Rasulullah yg dikerjakan oleh para ulama salaf, seperti Imam Malik bin Anas.

-Sekte wahabi menganggap bahwa membaca al Qur'an di kuburan adalah bid'ah dan haram hukumnya, sementara ulama salaf Imam Syafi'I & Ahmad menyatakan boleh dan bermanfaat bagi si mayit. Bahkan Ibnu Qayyim (rujukan wahabi) menyatakan bahwa sejumlah ulama salaf berwasiat untuk dibacakan al-Qur'an di kuburan mereka
(ar Ruh, Ibnul Qayyim Jauziyah)

- Sekte Wahabi berpendapat bahwa bertawassul dengan orang yg sudah meninggal seperti Rasulullah atau para wali adalah bid'ah yg di diharamkan, padahal para ulama salaf (Sufyan bin 'Uyainah, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Thabrani, dan lain-lainnya) bukan cuma membolehkannya, bahkan mereka juga melakukannya dan menganjurkannya.

- Sekte Wahabi tidak mau menerima pembagian bid'ah menjadi dua (sayyi'ah/madzmumah & hasanah/mahmudah) karena menurut mereka setiap bid'ah adalah kesesatan, padahal Imam Syafi'i (ulama salaf) telah menyatakan pembagian itu dengan jelas, dan pendapatnya ini disetujui oleh mayoritas ulama setelah beliau.

- Sekte Wahabi seperti sangat alergi dengan hadis² dha'if (lemah), apalagi yg dijadikan dasar untuk mengamalkan suatu amalan yg mereka anggap bid'ah, padahal ulama salaf seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Mahdi menganggap hadis dha'if sebagai hujjah dalam hukum. Sedangkan para ulama hadist telah menyetujui penggunaan hadist dha'if untuk kepentingan fadha'il a'mal (keutamaan amal). Mereka sama sekali tidak faham bahwa hadist doif + dhoif  = derajatnya naik menjadi hasan lighoirihi dngan jalan periwayatan yg berbeda. Imam at Tirmidzi sebagai ulama salaf telah menjelaskannya dalam kitab Sunan-nya.

-Para ulama salaf tidak pernah mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw atau yg lainnya sebagaimana yg difatwakan sekte wahabi sebagai bid'ah tanpa dalil terperinci.

-Para ulama salaf tidak pernah memandang sinis orang yg tidak sependapat dengan mereka, dan mereka juga tidak mudah memvonis orang lain sebagai ahli bid'ah, apalagi hanya karena perbedaan pendapat di dalam masalah furu' (cabang). Imam Ahmad yg tidak membaca do'a qunut pada shalat shubuh tidak pernah menuding Imam Syafi'i yg melakukannya setiap shubuh sebagai pelaku bid'ah.

Masih banyak hal² lain yg bila ditelusuri maka akan tampak jelas bahwa antara pemahaman sekte Wahabi dengan para ulama salaf tentang dalil² agama sungguh jauh berbeda. Jadi, sebenarnya sekte Wahabi ini mengikuti ajaran siapa?
Sekte ini (Wahabi) tampil meyakinkan sebagai "penyalur resmi" ajaran ulama salaf, dan mereka berhasil meyakinkan banyak orang bahwa ajaran ulama salaf yg murni adalah seperti apa yg mereka sampaikan dalam fatwa² anti bid'ah mereka. Pada akhirnya orang² yg percaya tipu daya ini mencukupkan diri untuk memahami ajaran ulama salaf hanya melalui mereka. Padahal, si "penyalur gadungan" ini sebenarnya hanya mengumpulkan pendapat ulama salaf yg sejalan dengan "hawa nafsu" / tendensi pemikirannya sendiri, lalu menyajikannya atas nama mazhab ulama salaf. Jadi, yg mereka sampaikan sebenarnya bukan ajaran ulama salaf, melainkan hasil seleksi, dan kesimpulan mereka terhadap ajaran ulama salaf.

perbedaan arti kata Salafi yg sering membingungkan ummat:
- Salafi : atau Salafiyah adalah sebutan untuk kelompok atau paham keagamaan pengikut Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (661 H - 728 H). Mereka menyebut dirinya bermanhaj Salaf tapi sangat bertentangan dengan Ulama Salaf (ulama terdahulu). Seperti pada penjelasan di atas.
- "salafi" : ajaran, petunjuk, warisan ilmu ulama pendahulu atau ulama salaf, yaitu ulama yang hidup sampai abad ke-3 Hijriyah (300 H). Pada pengertian yg seperti ini, seorang Aswaja pun adalah seorang salafi.

Jadi pada saat mereka (Wahabi) mengucapkan kembali pada ajaran Salafi, itu maksudnya adalah kembali pada ajaran Ibnu Taimiyah yg "menafsirkan" ajaran ulama salaf, bukan kembali pada ajaran dan warisan ilmu para ulama pendahulu atau ulama salaf. Di bagian inilah banyak ummat yg tertipu, mereka mengira bahwa dengan menjadi salafi wahabi, mereka telah mengikuti ulama salaf, padahal "tanpa sadar" yg mereka ikuti adalah Ibnu Taimiyah & Muhammad bin Abdul Wahab. ketahuilah bahwa yg sesuai dengan manhaj salaf, yg mewarisi ilmu ulama salaf, serta yg mengikuti petunjuk dan ajaran para salafus shalihin tiada lain adalah Ahlussunah Wal Jama'ah.

ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺍﻟﺪﻣﺸﻘﻲ . ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻟﻮﻟﻴﺪ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ . ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﻌﺎﺫ ﺑﻦ ﺭﻓﺎﻋﺔﺍﻟﺴﻼﻣﻲ . ﺣﺪﺛﻨﻲ ﺃﺑﻮ ﺧﻠﻒ ﺍﻷﻋﻤﻰ ﻗﺎﻝ ﺳﻤﻌﺖ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻳﻘﻮﻝ ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ : ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﺃﻣﺘﻲ ﻻ ﺗﺠﺘﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﺿﻼﻟﺔ . ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻢ
ﺍﺧﺘﻼﻓﺎ ﻓﻌﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻟﺴﻮﺍﺩ ﺍﻷﻋﻈﻢ

"Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as sawad al a’zham).” (Hr Ibnu Majjah).

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...