Oleh Rijalul Wathon Al-Madury
Menghujat dan mencaci maki seorang Ulama apalagi sudah sepuh yg juga keilmuannya tak perlu diragukan lagi bahkan mempunyai tetesan darah mulia dari Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi yg merupakan Guru di Guru Ulama2 Nusantara. Apakah hal itu dianggap membela Islam tentu tidak, apakah hal itu disebut meluruskan tentu tidak !!! Hanya gara-gara beliau memberikan anjuran utk memaafkan Bu S dan selain itu ada moment Bu S mencium tangan beliau. Sehingga beliau dianggap telah melakukan dosa sebesar-besar dosa yg tdk bisa diampuni. Astaghfirullah Astaghfirullah Astaghfirullah. Sebuah hal yg keterlaluan dan diluar batas2 kemanusiaan.
Imam Nawawi "RAUDHAH" (Raudhatul Tahalibin)
وَأَمَّا تَقْبِيلُ الْيَدِ ، فَإِنْ كَانَ لِزُهْدِ صَاحِبِ الْيَدِ وَصَلَاحِهِ ، أَوْ عِلْمِهِ أَوْ شَرَفِهِ وَصِيَانَتِهِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ ، فَمُسْتَحَبٌّ ، وَإِنْ كَانَ لِدُنْيَاهُ وَثَرْوَتِهِ وَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ ، فَمَكْرُوهٌ شَدِيدُ الْكَرَاهَةِ
Adapun mencium tangan, bila krn KEZUHUDAN dan KESOLEHAN orgnya, krn ilmunya, atau mulianya (baik nasab, derajat 'alim nya), atau krn dia MENJAGA perkara keagamaan,,, maka hukumnya MUSTAHAB (disunnahkan) Dan APABILA krn DUNIA NYA,,, HARTA NYA dan JABATAN (kekuasaan nya), maka HUKUM nya SANGAT MAKRUH
Al Qadhi Zainudin kitab Asnal Mathalib (Syarah Raudhah)
وَيُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ يَدِ الْحَيِّ لِصَلَاحٍ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ كَزُهْدٍ وَعِلْمٍ وَشَرَفٍ كما كانت الصَّحَابَةُ تَفْعَلُهُ مع النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم كما رَوَاهُ أبو دَاوُد وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ وَيُكْرَهُ ذلك لِغِنَاهُ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدُّنْيَوِيَّةِ كَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا لِخَبَرِ من تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ لِغِنَاهُ ذَهَبَ ثُلُثَا دِينِهِ
Dan disunahkan mencium tangan orang yang masih hidup karena kebaikannya dan sejenisnya yang tergolong kebaikan-kebaikan yang bersifat ‘diniyyah' (agama), kealimannya, kemuliaannya sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat pada baginda nabi Muhammad SAW dlm hadits riwayat Abu Daud dan lainnya dengan sanad hadits yang shahih.
Dan dimakruhkan mencium tangan seseorang karena kekayaannya atau lainnya yang bersifat duniawi seperti lantaran butuh dan hajatnya pada orang yang memiliki harta dunia berdasarkan hadits “Brg siapa merendahkan hati pada orang kaya karena kekayaannya hilanglah 2/3 agamanya”
وَيُسْتَحَبُّ تَصَافُحُ الرَّجُلَيْنِ وَالْمَرْأَتَيْنِ لِخَبَرِ ما من مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إلَّا غُفِرَ لَهُمَا قبل أَنْ يَتَفَرَّقَا رَوَاهُ أبو دَاوُد وَغَيْرُهُ نعم يُسْتَثْنَى الْأَمْرَدُ الْجَمِيلُ الْوَجْهُ فَيَحْرُمُ مُصَافَحَتُهُ وَمَنْ بِهِ عَاهَةٌ كَالْأَبْرَصِ وَالْأَجْذَمِ فَتُكْرَهُ مُصَافَحَتُهُ كما قَالَهُ الْعَبَّادِيُّ وَتُكْرَهُ الْمُعَانَقَةُ وَالتَّقْبِيلُ في الرَّأْسِ وَالْوَجْهِ وَلَوْ كان الْمُقَبِّلُ أو الْمُقَبَّلُ صَالِحًا
“Disunnahkan bagi dua orang laki-laki atau perempuan bersalaman ketika berjumpa berdasarkan hadits “Tidak dari dua orang muslim yang saat berjumpa kemudian saling bersalaman kecuali mereka diampuni dosanya sebelum keduanya berpisah“ (HR. Abu Daud dan lainnya), dikecualikan saat berjumpa amraad (pria tampan yang tidak berkumis) maka haram berjabat tangan dengannya, begitu juga orang orang yang sedang menyandang penyakit menular, seperti lepra dan kusta maka makruh bersalaman dengannya sebagaimana yang diterangkan oleh al Ubbaadiy. Dan makruh saling berangkulan dan mencium kepala serta wajah saat bertemu meskipun orang yang mencium/yang dicium adalah orang shalih“.
جاء في الأثر ؛
تعلموا العلم، وتعلموا للعلم السكينة والوقار، وتواضعوا لمن تتعلمون منه
“Pelajarilah ilmu, dan pelajarilah untuk ilmu itu ketenangan dan kewibawaan. Bertawadhulah kepada orang yang kamu belajar darinya.”
قال الإمام النووي رحمه الله ؛
ينبغي للمتعلم أن يتواضع لمتعلمه ويتأدب معه وإن كان أصغر منه سنا وأقل شهرة ونسبا وصلاحا، فبتواضعه يدرك العلم، وقد قالوا نظما
المنهاج السوي ٢١٧
“Seorang murid semestinya bersikap tawadhu’ dan beradab kepada gurunya meskipun gurunya tersebut lebih muda usianya, tidak terkenal, lebih rendah nasabnya, dan lebih sedikit kebaikannya. Maka dengan ke tawadhu’an dia akan memahami ilmu.
{Dikutip dari kitab Minhajussawiy, hal 217}
No comments:
Post a Comment