Tuesday, July 31, 2018

Aswaja Menjawab Wahabi tentang Keberadaan Allah


Jika wahhabi mengatakan: Allah berfirman:
﴿ءأَمَنِتْمُ منَّ فيِ السَّماَء أِنَ يخَّْسِفَ بكِمُُ الَأرضَْ فإَذِاَ هِيَ تمَوُرْ﴾ُ
Dan Allah berfirman:
﴿إلِيَهِْ يصَْعدَ اُلكلَمُِ الطَّيبُِّ واَلعمَلَُ الصَّالحُِ يرَفْعَهُ﴾ُ
Dan Allah berfirman:
﴿وهَُو اَلقاَهِر فُوَقَْ عِباَدهِ﴾ِ
Dan Allah berfirman:
﴿الرحَّْمنُٰ عَلىَ العرَشِْ استوَىَ﴾
Jawab:
Kita katakan kepada mereka:
Allah juga berfirman:
﴿وهَُو مَعَكَمُْ أيَنْمَاَ كنُتْمُ﴾
Allah juga berfirman:
﴿ألَاَ إنِهَّ بُكِلُِّ شَىء مٍحُِيطٌْ﴾
Allah juga berfirman:
﴿إنِيِّ ذاَهِبٌ إلِىَ ربَيِّ سَيهَدْيِنْ﴾
Allah juga berfirman:
﴿أنَْ طَهرِّاَ بيَتْيِ﴾
Jika wahhabi mengatakan: oh ayat ini harus ditakwil, ayat ﴾ وهَُو مَعَكَمُْ ﴿ artinya Allah Maha Mengetahui (bi al-ilmi ), kemudian ayat ﴾ ألَاَ إنِهَّ بُكِلُِّ شَىء مٍحُِيطٌْ ﴿ artinya muhithun bi al-ilmi (Maha Mengetahui), dan ayat ﴾ أنَْ طَهرِّاَ بيَتْيِ ﴿ artinya rumah yang dimuliakan Allah.
Jawab:
Kita katakan pada mereka: kalau di sini kalian metakwil, maka kalau demikian,berarti ayat ﴾ِ ءأَمَنِتْمُ منَّ فيِ السَّماَء ﴿ maknanya adalah Malaikat yang di langit, kemudian ayat ﴾ِ وهَُو اَلقاَهِر فُوَقَْ عِباَدهِ ﴿ maknanya Fauqiyatul Qahri (Allah Maha Menguasai hamba)
kemudian ayat ﴾ إلِيَهِْ يصَْعدَ اُلكلَمُِ الطَّيبُِّ ﴿ maknanyaَ " إلِىَ محََلِّ كرَمَاَتهِ وِهَُو
السَّماَء "ُ (yaitu al-Kalim ath-Thayib naik ke tempat yang dimuliakan Allah yaitu langit, dan
pengucapnya mendapat rahmat dari Allah, jadi bukan artinya Allah di atas lalu kalimat thoyibah naik di dekat Allah, karena ini tidak masuk akal sehat),
Dan ayat:﴾ ﴿الرحَّْمنُٰ عَلىَ العرَشِْ استوَىَ
Kalimat “ استوَىَ ” di sini maknanya Qahara, Hafidha dan Abqa (Allah yang Maha Menguasai Arsyi, Maha Menjaganya dan yang menjadikan Arsyi tidak jatuh menimpahi makhluk yang ada dibawahnya) Intinya jika wahhabi saja mentakwil ayat-ayat di atas, mengapa kemudian mereka menyesatkan kaum muslimin yang mentakwil ayat al-Istiwa ataupun yang lainnya. Jadi jelas,
bahwa yang mereka fatwa lontarkan ini adalah tahakkum (ucapan yang tidak berdalil/omong kosong).
Juga, kalau ayat-ayat yang secara dhohirnya seolah-olah menunjukkan Allah di bawah atau di semua tempat mereka takwil....lalu, mengapa mereka tidak mau mentakwil ayat-ayat
yang secara dhohirnya seolah-oleh menunjukkan Allah di atas...????, bukankah arah bawah dan arah atas adalah sama-sama mahkluk...???..bukankah bertempat, bak di bawah atau di
atas adalah sifat makhluk...???
Sungguh ini menunjukkan kepincangan akal mereka...menunjukkan bahwa mereka
beraqidah dengan mengikuti khayalan dan hawa nafsu serta bisikan setan...bukan mengikuti akal sehat yang menjadi pembukti kebenaran ajaran tauhid...SUNGGUH MEREKA
MENJADIKAN AYAT-AYAT AL-QURAN SALING BERTENTANGAN...NAUZDUBILLAH

Jika wahhabi mengatakan:
قاَلَ رسَُولُْ للهِ صَلىَّ للهُ عَليَهْ وِسََلمَّ للِجَْاريِةَ اِلسَّودْاَء:ِ "أيَنَْ للهُ؟"
قاَلتَْ: "فيِ السَّماَء"ِ، وفَيِ روِاَيةَ أٍخًْرىَ: "أشََارتَْ إلِىَ السَّماَء"ِ، قاَلَ: "منَْ
أنَاَ؟" قاَلتَْ: "أنَتَْ رسَُولُْ للهِ" قاَلَ: "أعَْتقِهْاَ فإَنِهَّاَ مؤُمْنِةَ"ٌ
Lalu mereka berkata: “hadits ini menunjukkan bahwa Allah berada di langit, karena kalau
tidak maka niscaya Rasulullah tidak akan mengatakan tentang hamba sahaya tersebut bahwa
ia mukminah”.
Jawab:
Hadits ini sanadnya mutharib (dlaif), kalaupun sebagian ulama menshahihkannya maka
maknanya bukanlah seperti dhahir hadits tersebut, akan tetapi ia ditakwil dengan makna
bertanya tentang derajat, jadi maknanya: “seberapa besar pengagunganmu kepada Allah?” ,
dan perkataan hamba sahaya: "ِ فيِ السَّماَء " artinya Allah Maha Tinggi Derajat-Nya.
Hal ini terbukti dengan digunakannya lafadh “ أيَنَْ ” dalam bahasa Arab untuk bertanya
tentang tempat dan untuk derajat, sebagaimana ahli bahasa sering mengungkapkan:
أيَنَْ الثرُّيَاَّ منَِ الثرَّىَ؟ وأَيَنَْ معُاَويِةَ مُنِْ عَليِ؟
Pertanyaan pertama digunakan untuk bertanya tentang tempat dan pertanyaan kedua
digunakan untuk bertanya tentang kedudukan (derajat).
Kemudian ketinggian tempat tidak musti menunjukkan ketinggian derajat, karena bisa jadi
rumah seorang raja berada di lereng gunung sedangkan rumah menterinya berada di puncak
gunung, hal ini bukan berarti bahwa derajat menteri lebih tinggi daripada derajat raja
Kemudian ketinggian tempat malaikat penyangga Arsy tidak menjadikan mereka lebih bulia
daripada Nabi Muhammad alaihishshalatu wassalam.
Jika wahhabi mengatakan: hadits ini tidak boleh ditakwil,akan tetapi harus diambil secara
makna dhahirnya, karena takwil adalah tathil.
Jawab:
Kalian sendiri dalam kesempatan lain tidak mau mengambil makna dhahir suatu hadits yang
padahal hadits tersebut lebih shahih daripada hadits al-Jariyah. Hadits tersebut adalah riwayat
al-Bukhari:
ارِبْعَوُاْ عَلىَ أنَفْسُِكمُ فإَنِكَّمُ لاَ تدَعُْونَْ أصََماًّ ولَاَ غَائبِاً إنِهَّ قُرَيِبٌْ
مجُِيبٌْ إنِهَّ أُقَرْبَُ إلِىَ أحََدكِمُ منِْ عُنقُِ راَحِلتَهِِ
Jika kalian mengambil makna hadits ini secara dhahirnya, tidak mentakwilnya sehingga
kalian mengatakan Allah berada antara hewan tunggangan dan penunggangnya, maka berarti
kalian telah membantah sendiri pernyataan kalian bahwa Allah di langit.
3
Dan jika kalian mentakwil hadits ini, maka sebagaimana di sini kalian mentakwil, kalian juga
harus mentakwil hadits al-Jariyah, karena kedua hadits ini tidak ada yang membedakannya
sehingga yang satu ditakwil dan yang satu tidak.
Jika wahhabi mengatakan: Rasulullah shallallahu alaihi wasallami bersabda:
kasihilah yang di)ِ ارِحَْموُا منَْ فيِ الَأرضِْيرَحَْمكْمُ منَّْ فيِ السَّماَء
(langit bumi maka niscaya kalian akan dikasihi oleh yang di
Mereka kemudian berkata: hadits ini menunjukkan bahwa Allah di langit.
Jawab:
Al-Hafidh al-Iraqi dalam kitabnya “Mushthalah al-Hadits”
وخََيرْ مُاَ فسََّرتْهَ بُاِلواَردِِ
Maknanya: “Sebaik-baik cara dalam menafsirkan hadits yang Warid (shahih) adalah
dengan hadits yang Warid juga” .
Dan Al-Hafidh al-Iraqi sendiri dalam kitabnya al-Amali meriwayatkan Hadits Shahih dalam
pembahasan yang sama dengan lafadh:
kasihilah penduduk bumi )ِ ارِحَْموُا أهَْلَ الَأرضِْ يرَحَْمكْمُْ أهَْلُ السَّماَء
(maka niscaya kalian akan dikasihi oleh penduduk langit
Jadi berdasarkan hadits ini kita fahami bahwa yang dimaksud dengan “Yang di langit ( منَّْ فيِ السَّماَءِ )” hadits pertama tersebut adalah Malaikat.

Bantahan Terhadap Wahhabi
Jika Wahhabi mengatakan:
 “Kamu ada dan bertempat, saya ada dan bertempat, maka tidak
pernah kita mengetahui bahwa sesuatu itu ada kecuali pasti ia bertempat, maka jika kalian
mengatakan “Allah ada tanpa tempat” berarti kalian menganggap Allah tidak ada” .
Jawab:
kita katakan kepada mereka: “bukankah Allah Ada tanpa tempat sebelum tempat diciptakan
Allah?”, maka secara naluri sehat mereka seharusnya akan mengatakan: “ya” .
Kita katakan lagi padanya: “sebagaimana akal menerima adanya Allah tanpa tempat
sebelum tempat diciptakan oleh Allah, maka demikian juga akal menerima bahwa setelah
tempat diciptakan Allah, Ia tetap ada tanpa tempat, dan hal ini tidak berarti menganggap
bahwa Allah tidak ada” .
Namun Jika wahhabi mengatakan: “tidak”, (artinya mereka mengatakan sebelum adanya
tempat Allah telah bertempat).
Jawab:
Kita katakan pada mereka: “perkataanmu ini memiliki dua konsekwensi, pertama bisa berarti
kalian menganggap bahwa tempat adalah azali bersama Allah, bukan makhluk ciptaan Allah,
maka ini berarti kalian telah mengingkari firman Allah: ﴾ٍ للهُ خَالقُِ كلُِّ شَىء ﴿ , atau
berarti kalian mengatakan bahwa Allah yang makhluk (memiliki permulaan/tidak Azali) maka ini
berarti kalian telah mendustakan firman Allah: ﴾ُ هُو اَلَأولَُّ واَلآخِر ﴿. inilah inti dari
keyakina al-musyabbihah al-hasyawiyah.
al-Hafidh Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan: “di antara makna “istawa” adalah “istawla”,
Allah Taala menguasai Arsyi dengan Sifat-Nya yang Azaliyah dan bukan sifat menguasai
yang baharu. Penafsiran ini lebih baik daripada penasiran “irtafaa”, karena “irtafaa” secara
dhahir menunjukkan seolah-oleh dahulunya Allah rendah derajat-Nya. Kemudian sesuatu
yang membungkuk maka dikatakan ia duduk,dan penafsiran “Istawa” dengan makna “istiila
(menguasai)” tidak menunjukkan kekurangan bagi Allah”.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...