Tuesday, August 21, 2018

Bid'ah Wahabi yang Wajib Diwaspadai


Oleh Dedy Yanwar

Banyak orang yang menganggap wahabisme adalah representasi Islam yang paling puritan, bahkan dianggap juga menjadi akar teologi bagi Islam radikal.

Sebaliknya sekularisme dipandang sebagai representasi kaum yang "alergi" terhadap agama. Mereka menolak pengaruh agama masuk dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Singkatnya agama harus dipisahkan dari perkara dunia.

Keduanya akhirnya bertolak belakang dalam hal politik, wahabisme pro terhadap negara Islam sedangkan sekularisme mendukung bentuk negara yang sekular.

Tapi diluar itu semua, tahukah Anda bahwa keduanya punya kemiripan dalam ajarannya? Anggapan ini mungkin akan mengejutkan bagi kita, mengingat keduanya sangat jelas perbedaannya.

Wahabisme dan sekularisme yang beririsan ajarannya itu adalah seputar konsep bid'ah yang diyakini oleh kaum wahabi. Ya, percaya atau tidak ternyata ada paham sekular dalam konsep bid'ah versi wahabi.

Bid'ah secara bahasa adalah sesuatu yang baru. Lalu wahabi memisahkan bid'ah dalam dua perkara, perkara agama dan perkara dunia. Hal yang baru dalam perkara agama dianggap bid'ah (secara syari'at), sedangkan hal baru dalam perkara dunia dianggap bukan bid'ah atau hanya bid'ah secara bahasa saja.

Kalau Anda tidak percaya coba saja tanyakan saja kepada penganut wahabi, apakah menggunakan handphone yang tidak ada di zaman nabi adalah bid'ah atau tidak. Mereka biasanya akan menjawab bahwa handphone adalah perkara dunia dan bukan bid'ah.

Pemisahan perkara agama dan dunia dalam konsep bid'ah inilah yang terindikasi mengandung paham sekularisme. Inti dari sekularisme adalah memisahkan ajaran agama dari urusan dunia dan disadari atau tidak wahabi telah mengadaptasi paham sekularisme dalam konsep bid'ah-nya.

Konsep ini dapat dilacak dari pendapat ulama terkemuka wahabi, Syekh Utsaimin dalam tulisannya mengatakan “Hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah halal. Jadi, bid’ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya."

"Tetapi hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan agama adalah dilarang. Jadi, berbuat bid’ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid’ah, kecuali ada dalil dari al-Kitab dan Sunnah yang menunjukkan keberlakuannva.” (Al-Utsaimin, Syarh al-Aqidah al Wasithiyyah, hal. 639-640).

Kita juga bisa menyimak konsep bid'ah versi wahabi dari berbagai situs mereka seperti dalam link tulisan ini: muslim.or.id: bid'ah bukan dalam urusan dunia.

Padahal sejatinya Islam memiliki paham yang holistik atau syaamil (menyeluruh). Tidak ada satu urusan dunia pun yang terpisah dari Islam, baik itu aqidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. Termasuk hal-hal yang baru seperti handphone, mobil, berbusana semuanya bagian dari syari'at Islam.

Konsep Bid'ah yang Benar Menurut Ulama Ahlussunah wal Jamaah



Pembagian bid'ah yang betul bukan berdasarkan kategori agama atau dunia, atau ini syari'at atau bukan, tapi berdasarkan kandungan, tujuan dan manfaatnya. Oleh karena itu para ulama Ahlusunnah wal Jamaah (aswaja) yang asli tidak membagi bid'ah dalam urusan agama dan dunia.

Ulama Syafi'i terkemuka yakni Imam Izzuddin bin Abdussalam membagi bid'ah seperti dalam kaidah syari'at. Ada bid'ah wajib, bid'ah sunnah, bid'ah mubah, bid'ah makruh, dan bid'ah haram.

Contoh bid'ah wajib adalah yang dilakukan Khalifah Usman bin Affan ra. saat mengumpulkan ayat Qur'an dalam satu mushaf. Bid'ah yang haram misal mengada-ada dalam perkara yang qath'i seperti menambah rakaat dalam shalat fardhu.

Pendapat lain oleh ulama aswaja hanya membagi bid'ah dalam dua kategori saja, yaitu bid'ah hasanah (kebaikan) atau huda (petunjuk) dan bid'ah dhalalah (sesat). Yang berpendapat seperti ini adalah Al Imam Syafi'i, Imam Baihaqi, Imam Ghazali dan Ibnu Atsir.

Dalilnya dari hadits Rasulullah yang pernah bersabda: "Barang siapa memulai dalam agama Islam sunnah hasanah (perbuatan yang baik) maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka."

"Dan barang siapa memulai dalam Islam sunnah sayyiah (perbuatan yang buruk) maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no 1016)

Ijtihad Khalifah Umar bin Khattab yang mengumpulkan shalat tarawih dalam satu jama'ah adalah bid'ah hasanah atau mahmudah (terpuji), sedangkan meyakini shalat tarawih sebagai kewajiban adalah bid'ah dhalalah. Contoh lain menganggap ada nabi baru seperti Musalaimah dan Mirza Ghulam Ahmad adalah bid'ah dhalalah yang nyata.

Mendengarkan paparan di atas, jelaslah perbedaan konsep bid'ah versi wahabi yang mengandung sekularisme dengan konsep bid'ah menurut ulama aswaja.

Jika keberadaan hal-hal baru seperti internet, handphone, pengeras suara dianggap sebagai bagian dari perkara dunia (bid'ah secara bahasa), maka ulama aswaja memasukkannya dalam perkara agama, yakni bid'ah hasanah atau bid'ah mubah.

Di sisi lain ulama wahabi gemar membid'ahkan amalan seperti tahlilan dan maulid karena termasuk perkara agama yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasul Shalallahu 'alaihi wassalam. Maka ulama aswaja menggolongkannya sebagai bid'ah hasanah/mahmudah karena mengandung kebaikan yang banyak dan tidak bertentangan dengan Qur'an dan Sunnah.

Ulama tidak membedakan antara perbuatan membuat/memakai handphone dan amalan maulid nabi berdasarkan dunia atau agama. Semuanya adalah perkara agama dan termasuk amalan muamalah yang berimplikasi pada pahala. Jadi tidak ada namanya sekularisme dalam Islam, semua yang ada di dunia dihadapi dengan cara pandang Islam.

Baca selanjutnya: Bolehkah Vaksin Menggunakan Bahan Babi?

Entah kebetulan atau tidak, seringkali kaum sekular dan wahabi juga bertemu dalam satu kepentingan tertentu. Contoh terbaru demonstrasi dalam belakangan ini.

Wahabi melarang demonstrasi karena dianggap bid'ah dan mungkar, sedangkan orang sekuler membenci demonstrasi atas nama Islam karena menolak pengaruh agama dalam negara.

Contoh lainnya seperti dalam kejatuhan kekhilafahan Turki Utsmani yang tidak lepas dari rongrongan wahabi (Saudi) dan kaum sekuler Turki terhadap legitimasi khalifah. Satu tanda bertemunya mereka pada kepentingan yang sama.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...