Thursday, December 13, 2018

Gus Dur dan Semangat Toleransi


Oleh Suryono Zakka

Gus Dur memang telah tiada namun dia selalu hadir ditengah-tengah kita. Kisah Gus Dur tidak pernah habis untuk diceritakan. Ketokohannya sebagai manusia terpilih adalah anugerah dari Sang Pencipta yang tidak selalu tercipta dalam setiap zaman.

Gus Dur memang istimewa. Diceritakan dalam banyak buku, dalam setiap diskusi, dikeramaian hingga disudut-sudut kampung dan warung kopi. Gus Dur memang membawa berkah. Ketokohannya yang serba bisa, serba kocak dan tampil dengan sederhana sehingga dikagumi oleh semua kalangan.

Mulai dari tokoh ternama, tokoh dunia hingga kepala negara hormat kepada Gus Dur. Dari tokoh nasional, kaum santri hingga kaum abangan dan rakyat jelata tak ada yang tak kenal Gus Dur. Gus Dur mampu mengayomi dan mendamaikan semua makhluk ciptaan Tuhan. Kisah dan tulisan tak akan mampu menjelaskan secar utuh tentang universalitas Gus Dur.

Gus Dur adalah manusia multidimensi. Menyatu dalam dirinya intelektualitas dan spiritualitas. Cerdas namun tetap bersahaja. Jenius namun tetap rendah hati. Di cintai oleh manusia bukan hanya seagama namun lintas iman hingga lintas generasi. Kharismanya yang sangat populer mewarisi dari ayahnya yakni pahlawan nasional KH. Wahid Hasyim dan kakeknya Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy'ari pendiri Nahdlatul Ulama dan juga pahlawan nasional.

Tak berlebihan jika Gus Dur mendapat julukan dan nama gelar istimewa yang tak semua manusia bisa menyandangnya. Mulai ketokohannya sebagai waliyullah, pejuang kemanusiaan, pahlawan toleransi, penyandang doktor humoris causa karena kepiawaiannya menghadirkan humor-humor segar dan cerdas hingga Gus Dur dijuluki sebagai Abu Nawas modern.

Karena kelihaiannnya dalam berbagai bidang, Gus Dur memperoleh bintang penghargaan dan tanda jasa yang tak terhitung jumlahnya. Jabatan demi jawabatan diamanahkan kepada Gus Dur hingga posisi tertinggi pernah menjabat sebagai Presiden. Ada kebanggaan yang sangat luarbiasa bagi kalangan pesantren karena kaum santri pernah menjadi Presiden dinegeri ini.

Satu sisi tentang Gus Dur adalah tentang toleransi. Gus Dur sangat berjasa besar bagi penyemaian dan penanaman sikap toleransi dinegeri ini. Gus Dur adalah pejuang toleransi, pahlawan egaliterian, pembela kaum marginal dan kaum lemah. Siapapun yang dipinggirkan dan ditindas oleh kesewenang-wenangan akan selalu dibela oleh Gus Dur atas nama kesetaraan dan kesamaan derajat.

Bagi Gus Dur, semua setara dihadapan Tuhan. Agama yang berbeda bukanlah musuh namun kekayaan yang harus dijaga dengan sikap saling menghormati. Semua agama yang diakui negara, punya hak yang sama untuk hidup, menjaga, memiliki dan merawat negeri ini. Tidak ada lagi dominasi mayoritas dan tirani minoritas.

Dengan semangat toleransi, Gus Dur memperjuangankan Islam dengan wajah nusantara dengan apa yang disebutnya sebagai  "Pribumisasi Islam". "Pribumisasi Islam" maksud Gus Dur adalah membumikan nilai-nilai Islam sesuai dengan konteks dan cita rasa masyarakat nusantara. Menanamkan Islam kepada masyarakat sesuai dengan bahasa lokal yang sarat dengan heterogenitas. Bagi Gus Dur, Islamisasi bukanlah Arabisasi.

Menurut Gus Dur, Islam bukan hanya sebatas jargon-jargon atau sistem negara namun lebih pada tata nilai dan pesan-pesan hidup. Gus Dur sangat menolak formalisasi syariat Islam kedalam sebuah negara karena hanya akan merusak kebhinekaan, semangat toleransi dan semangat kebersamaan yang telah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Penolakannya kepada formalisasi syariah semacam negara khilafah, Gus Dur tuangkan dalam sebuah karyanya yang berjudul "Ilusi Negara Islam" terbitan The Wahid Institute, 2009. Kata-katanya yang sangat fenomenal dalam buku ini: "Jargon memperjuangkan Islam sebenarnya adalah memperjuangkan suatu agenda politik tertentu dengan menjadikan Islam sebagai kemasan dan senjata. Langkah ini sangat ampuh, karena siapapun yang melawan mereka akan dituduh melawan Islam".

Kehadiran Gus Dur, menggenapi wali songo sehingga Gus Dur adalah wali kesepuluh. Gus Dur punya nafas dakwah yang sama dengan wali songo yakni membumikan Islam dengan wajah moderat tanpa mengusik agama lain. Gus Dur adalah penerus wali songo dengan realitas masyarakat yang berbeda. Jika wali songo adalah peletak dasar dakwah sebagai cikal bakal Islam Nusantara dengan realitas masyarakat yang sangat sederhana sedangkan Gus Dur adalah penerus dakwah dengan realitas masyarakat yang kompleks dan plural.

Gus Dur mampu menyatukan beragam kepingan-kepingan heterogenitas negeri ini sehingga Gus Dur bukan hanya pahlawan bagi umat Islam moderat Indonesia namun pahlawan bagi semua umat. Gus Dur adalah anugerah bagi semua komunitas agama. Gus Dur adalah jalan tengah, peredam konflik bahkan juru damai bagi perdamaian dunia.

Bagi Gus Dur, kebenaran harus terus diperjuangkan apapun perkataan orang. Sak karepmu. Karena sikapnya yang percaya diri dalam memperjuangkan kebenaran, tak sepi jika Gus Dur dicap oleh pembencinya sebagai liberal, kafir, syiah hingga murtad. Biarkan apa kata orang. Kalau saya kafir atau murtad, tinggal syahadat lagi. Kan gampang! Begitu guyonnya.

Gus Dur memang telah lama meninggalkan kita namun kisah-kisahnya tak akan hilang dalam ingatan kita. Cita-citanya akan selalu diperjuangkan oleh pengagumnya, kaum Gusdurian. Walau telah tiada, Gus Dur akan selalu terlahir menjadi Gus Dur-Gus Dur muda yang tangguh, cerdas dan siap menjaga negeri ini dari kaum perusak dan intoleran.

Saatnya negeri ini memanggil Gus Dur-Gus Dur muda untuk tampil kedepan melawan tirani dan ketidakadilan. Melawan kaum radikal yang berbuat keji atas nama Tuhan. Menyelamatkan negeri ini dari dari cengkeraman radikalisme dan teror yang berupaya mengganti dasar negara Pancasila. Menjaga simbol-simbol kedaulatan negara, marwah ulama dan kehormatan Nahdlatul Ulama.

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...