Saturday, January 20, 2018
Hukum Menjadi Makmum dari Imam yang Masbuq
Hukum mengikuti imam yang merupakan seseorang yang tadinya makmum dari suatu shalat berjama’ah (masbuq), ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan sah sedangkan yang lain berpendapat bahwa ini tidak dibolehkan yakni tidak sah.
Kalangan yang melarang diantaranya yakni kalangan madzhab Hanafi dan Maliki. Kalangan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat, bahwa seseorang yang masbuq tidak sah dijadikan imam. Karena ia dipandang sebagai seorang makmum dalam shalatnya, maka tidak sah menjadi imam bagi yang lain. Diantara syarat-syarat menjadi imam adalah tidak sedang bermakmum kepada imam lain.
Orang yang masbuq menurut kedua mazhab ini adalah orang yang telah berniat menjadi makmum kepada seorang imam. Kemudian Karena suatu hal dalam hal ini karena tertinggal raka’at maka ia harus menyempurnakan shalatnya sehingga ia tetap berstatus sebagai makmum dan bukan sebagai orang yang shalat sendiri. Fath al Qadir (1/277), Syarh ash Shaghir (1/434)
Kalangan yang membolehkan diantaranya yaitu ulama dari kalangan mazhab Syafi’i dan Hanbali. Kedua madzhab ini berpendapat sahnya bermakmum kepada masbuq karena orang yang masbuq menurut kedua mazhab ini telah terlepas hubungannya dengan imam.
Kalangan Syafi’iyah mengatakan : Mengikuti imam akan terputus oleh sebab-sebab seperti hadats, imam telah salam dan sebab-sebab lainnya. sehingga orang yang masbuq adalah orang yang tidak memiliki lagi ikatan dengan imam sehingga setelah itu ia sah untuk mengikuti (menjadi makmum lagi) atau diikuti oleh orang lain. Mughni al Muhtaj (I/259).
Sedangkan kalangan Hanabilah menjelaskan : Situasi ini (yakni menjadikan masbuq sebagai imam) adalah perkara yang dibolehkan. Sebagaimana bolehnya melakukan pergantian imam dalam shalat. Dalam hadits diriwayatkan bahwa Abu Bakar yang sedang mengimami shalat pernah mundur kebelakang karena datangnnya Rasululah shalallahu’alaihi wassalam, kemudian Rasul menjadi imam menggantikan Abu Bakar (HR. Bukhari-Muslim). Al Mughni (2/77), Kasyaf al-Qina (1/276).
Untuk khusus shalat jum’at, ulama sepakat menyatakan tidak boleh bermakmum kepada masbuq shalat jum’at. Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (2/311).
Syaikh Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa pendapat yang rajih adalah pendapat yang membolehkan bermakmum kepada masbuq.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Banyak warganet yang bekomentar negatif atas informasi yang beredar luas melalui media sosial terkait Workshop Al-Qur’an Nusantara yang...
-
A. Secara Etimologis (Bahasa) 1. Menurut Al-Lihyani (w. 215 H) Kata Al-Qur'an berasal dari bentuk masdar dari kata kerja (fi...
-
Suku Chaniago adalah suku asal yang dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang yang merupakan salah satu suku induk di Minangkabau selain su...
-
Ini adalah sampul kitab berjudul “Risâlah Silsilah al-Tharîqatain al-Qâdiriyyah wa al-Naqsyabandiyyah” karangan Syaikh Abdul Karim Banten...
-
Beliau (Sofyan Tsauri) sampai berani bersumpah atas nama ALLAH bahkan berani Bermubahalah jika ada yang menuduh dia berdusta atas apa yan...
-
Syeikh Muhammad Mukhtar Atharid (Maha Guru Ulama Nusantara dari Bogor, ulama besar di Mesjidil Haram Mekkah pada masa Negara Saudi dibaw...
-
Oleh Rijalul Wathon Al-Madury Sayyid Kamal al-Haydari yg dengan nama lengkap Kamal bin Baqir bin Hassan al-Haydari (السيد كمال بن باقر ...
-
Info dari Ustadz Muafa (Syaikhul Pramukiyyin /Mantan Syabab HT), yaitu berkaitan dgn para senior/pembesar HT Pusat, khususnya yg ada di ...
-
Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyataka...
-
Risalah ‘Amman (رسالة عمّان) dimulai sebagai deklarasi yang di rilis pada 27 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan 9 November 2004 M oleh...
No comments:
Post a Comment