Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu tentang penjagaan diri antara lain jimat/azimah, rajah, jizib, nusyrah dan wifiq (awfaq).
Ruqyah adalah bahasa Arab yang berarti suwuk, mantera atau jampi-jampi untuk menyembuhkan seseorang yang terkena gangguan makhluk ghaib. Tamimah atau jimat yaitu manik-manik dan semacamnya yang dikalungkan di leher anak kecil guna menolak penyakit. Selanjutnya ulama menggunakan kata tamimah atau jimat tersebut untuk menyebut kertas yang didalamnya dituliskan Al-Qur’an atau Asma Allah. Tiwalah adalah semacam pelet atau jimat pengasihan yang biasa digunakan untuk menarik simpatik lawan jenis dan ini mutlak keharamannya. Nusyrah yakni jimat untuk mengobati seseorang yang terkena gangguan jin. Wifiq (Awfaq) yaitu semacam rajah yang tersusun dari rumusan angka-angka.
Dikalangan ulama sepakat bahwa jika praktik atau amalan diatas menyebabkan kesyirikan atau memalingkan kepada selain Allah maka dihukumi syirik dan hukumnya haram namun jika tidak membawa kemusyrikan dan tetap meyakini bahwa semua kekuatan dan kemampuan hanya bersumber dari Allah maka terjadi perbedaan pendapat yakni sebagian mengatakan tetap terlarang dan dihukumi syirik dan sebagian lagi memperbolehkan dan tidak dihukumi sebagai kemusyrikan.
Untuk menjaga kehati-hatian agar tidak terjerumus kepada kemusyrikan, Rasuluah sudah memberikan peringatan dalam sabdanya:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah (pengobatan dengan doa), jimat dan tiwalah (sejenis susuk daya pikat) adalah perbuatan yang meyebabkan syirik” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan Abu Ya’la)
Hadits diatas hanya sekedar warning bahwa amalan diatas potensial akan membawa kepada kemusyrikan namun selama tidak mengandung unsur syirik hukumnya boleh sebagaimana sabda Rasulullah berikutnya:
كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّة، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْف تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Kami melakukan ruqyah saat kami di masa Jahiliyah. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang ruqyah? Rasulullah menjawab: Berikan ruqyah kalian padaku. Tidak apa-apa dengan ruqyah, selama tidak mengandung kesyirikan. (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Auf al-Asyja’i)
Meskipun ruqyah berasal dari bahasa Arab namun ruqyah juga dapat mengarah kepada syirik jika praktik ruqyah meyakini bahwa yang mendatangkan kemanfaatan dan kemudharatan bukan Allah melainkan mantra atau bacaan-bacaan do'a atau ayat Al-Qur'an tersebut. Jadi ruqyah dapat bersifat jahiliyah artinya mengandung syirik dan juga dapat bersifat islami atau syar'iyah jika tidak mengandung syirik.
Wifiq adalah semacam jimat yang cara penulisannya dikembalikan pada kesesuaian hitungan dan dalam bentuk tertentu. Wifiq ini dapat bermanfaat untuk segala hajat, termasuk keselamatan, keberkahan dalam usaha, penyembuhan penyakit, memudahkan orang yang melahirkan dan lain-lain.
Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatawi Haditsiyyah-nya menjawab: hukum menggunakan wifiq tersebut adalah boleh jika digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan syari’at dan jika digunakan untuk melakukan hal haram maka hukumnya haram. Dan dengan ini, kita dapat menjawab pendapat al-Qarafi (ulama Malikiyyah murid ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam) yang menegaskan bahwa wifiq adalah termasuk bagian dari sihir.
Di antara ulama Islam yang ahli dan berkecimpung secara langsung dengan pembuatan wifiq adalah Al-Ghazali. Bahkan sahabat Abdurrahman bin auf menulis huruf-huruf permulaan Al-Qur`an dengan tujuan mnjaga harta benda agar aman, Imam sufyan al tsauri menuliskan untuk wanita yang akan melahirkn dan digantung didada , ibnu taimiyah al harrani menulis QS Hud ayat 44 didahi orang yang mimisan.
Berikut khilafiyah dari para sahabat dalam masalah ini:
وَقَدْ اِخْتَلَفَ فِي ذَلِكَ أَهْلُ الْعِلْمِ. قَالَ السَّيِّدُ الشَّيْخُ أَبُو الطَّيِّبِ صِدِّيقُ بْنُ حَسَنٍ الْقَنُوجِيُّ فِي كِتَابِهِ الدِّينِ الْخَالِصِ: اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ فِي جَوَازِ تَعْلِيقِ التَّمَائِمِ الَّتِي مِنْ الْقُرْآنِ، وَأَسْمَاءِ اللهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ، فَقَالَتْ طَائِفَةٌ : يَجُوزُ ذَلِكَ، وَهُوَ قَوْلُ اِبْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، وَهُوَ ظَاهِرُ مَا رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ، وَبِهِ قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ الْبَاقِرُ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ، وَحَمَلُوا الْحَدِيثَ يَعْنِي حَدِيثَ اِبْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَمِعْت رَسُولَ اللهِ g يَقُولُ إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيحٌ، وَأَقَرَّهُ الذَّهَبِيُّ عَلَى التَّمَائِمِ الَّتِي فِيهَا شِرْكٌ. وَقَالَتْ طَائِفَةٌ: لَا يَجُوزُ ذَلِكَ وَبِهِ قَالَ اِبْنُ مَسْعُودٍ وَابْنُ عَبَّاسٍ وَهُوَ ظَاهِرُ قَوْلِ حُذَيْفَةَ وَعُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ وَابْنِ عُكَيْمٍ، وَبِهِ قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ التَّابِعِينَ مِنْهُمْ أَصْحَابُ اِبْنِ مَسْعُودٍ وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ اِخْتَارَهَا كَثِيرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ. وَجَزَمَ بِهِ الْمُتَأَخِّرُونَ وَاحْتَجُّوا بِهَذَا الْحَدِيْثِ وَمَا فِي مَعْنَاهُ (تحفة الأحوذي – ج 5 / ص 349)
Ulama berbeda pendapat dalam masalah jimat yang berupa ayat al-Qur'an, nama-nama Allah dan sifat-Nya, baik dari kalangan sahabat, tabi'in dan sebagainya. Sekelompok ulama berkata: Boleh, yaitu pendapat Abdullah bin Amr bin Ash, juga Aisyah, Abu Ja’far al-Baqir dan Ahmad dalam satu riwayat. Mereka menilai bahwa hadis tentang ruqyat, jimat dan daya pikat syirik, adalah jimat yang di dalamnya ada unsur kesyirikan. Sekelompok ulama yang lain berkata: Tidak boleh, yaitu pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Hudzaifah, Uqbah bin Amir, begitu pula sekelompok Tabiin dari murid-murid Ibnu Mas’ud, Ahmad yang dipilih oleh banyak muridnya. Begitu pula ditegaskan oleh ulama kalangan akhir dan mereka berhujjah dengan hadis tadi (hadits tentang larangan menggunakan jimat) (Syaikh al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi 5/349)
Berkenaan dengan anak kecil yang memakai kalung jimat untuk meminta perlindungan kepada Allah, adalah berdasarkan riwayat berikut:
عَنْ يُوْنُسَ بْنِ خَبَّابٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا جَعْفَرٍ عَنِ التَّعْوِيْذِ يُعَلَّقُ عَلَى الصِّبْيَانِ فَرَخَّصَ فِيْهِ
Dari Yunus bin Khabbab, ia berkata: Saya bertanya kepada Abu Ja’far tentang doa perlindungan yang dikalungkan kepada anak kecil. Ia memperbolehkannya. (Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, 5/44)
Beberapa dalil pandangan ulama madzhab mengenai ilmu gaib sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi membolehkan jimat yang digantung di leher yang berisi
ayat Al-Qur'an, doa atau dzikir. Al-Matrazi Al-Hanafi dalam kitab Al-Maghrib mengatakan:
قال القتبي: وبعضهم يتوهم أن المعاذات هي التمائم, وليس كذلك إنما التميمة هي الخرزة, ولا بأس بالمعاذات إذا كتب فيها القرآن أو أسماء الله عز وجل
Al-Qutbi mengatakan bahwa ma'adzat (pengobatan) adalah tamimah (jimat jahiliyah). Padahal bukan. Karena tamimah itu dibuat dari manik. Ma'adzah tidak apa-apa asalkan yang ditulis di dalamnya adalah Al-Qur'an atau nama-nama Allah.
2. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam At-Tamhid XVI/171 menyatakan:
وقد قال مالك رحمه الله : لا بأس بتعليق الكتب التي فيها أسماء الله عز وجل على أعناق المرضى على وجه التبرك بها إذا لم يرد معلقها بتعليقها مدافعة العين, وهذا معناه قبل أن ينزل به شيء من العين ولو نزل به شيء من العين جاز الرقي عند مالك وتعليق الكتب)
Malik berkata: Boleh menggantungkan kitab yang mengandung nama-nama Allah pada leher orang yang sakit untuk tabarruk (mendapat berkah) asal menggantungkannya tidak dimaksudkan untuk mencegah
bala/penyakit. Ini sebelum turunnya bala/penyakit. Apabila terjadi bala, maka boleh melakukan ruqyah dan menggantungkan tulisan di leher.
3. Madzhab Syafi'i
Madzhab Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarhul Muhadzab IX/77 menyatakan:
روى البيهقي بإسناد صحيح عن سعيد بن المسيب أنه كان يأمر بتعليق القرآن , وقال : لا بأس به , قال البيهقي: هذا كله راجع إلى ما قلنا: إنه إن رقى بما لا يعرف, أو على ما كانت عليه الجاهلية من إضافة العافية إلى الرقى لم يجز وإن
رقى بكتاب الله آو بما يعرف من ذكر الله تعالى متبركا به وهو يرى نزول الشفاء من الله تعالى لا بأس به والله تعالى أعلم
Baihaqi meriwayatkan hadits dengan sanad yang sahih dari Said bin Musayyab bahwa Said memerintahkan untuk menggantungkan ayat Al-Qur'an dan mengatakan tidak apa-apa. Baihaqi berkata: Ini semua kembali pada apa
yang kita katakan: Bahwasanya apabila ruqyah (pengobatan) dilakukan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau dengan cara jahiliyah maka tidak boleh. Apabila ruqyah dilakukan dengan memakai Al-Qur'an atau dengan sesuatu yang dikenal seperti dzikir pada Allah dengan mengharap berkahnya dzikir dan berkeyakinan bahwa penyembuhan berasal dari Allah maka tidak apa-apa.
4. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali (madzhab fiqh-nya kalangan Wahabi) berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan:
قال في آداب الرعاية : ويكره تعليق التمائم ونحوها, ويباح تعليق قلادة فيها قرآن أو ذكر غيره , نص عليه , وكذا التعاويذ , ويجوز أن يكتب القرآن أو ذكر غيره بالعربية , ويعلق على مريض , ( وحامل ) , وفي إناء ثم يسقيان منه
ويرقى من ذلك وغيره بما ورد من قرآن وذكر ودعاء
ويرقى من ذلك وغيره بما ورد من قرآن وذكر ودعاء
Dalam kitab Adabur Ri'ayah dikatakan: Hukumnya makruh menggantungkan tamimah dan semacamnya. Dan boleh menggantungkan/memakai kalung yang berisi ayat Quran, dzikir, dll. Begitu juga pengobatan. Juga boleh menulis ayat Al-Qur'an dan dzikir dengan bahasa Arab dan digantungkan di leher yang sakit atau wanita hamil. Dan (boleh dengan) diletakkan diwadah berisi air kemudian airnya diminum dan dibuat pengobatan (ruqyah) dengan sesuatu yang berasal dari Quran, dzikir atau do'a.
Dengan demikian, jimat dan semacamnya diperbolehkan dengan syarat:
- Berisi ayat-ayat Allah atau Asma Allah atau sesuatu yang mengandung do'a berbahasa Arab.
- Tidak berisi perkara yang tidak dapat dimengerti maksudnya.
- Tetap meyakini bahwa jimat-jimat/Ruqyah/Tamimah/Nusyrah tersebut hanyalah media Tabarruk dengan ayat-ayat Allah atau Asma Allah, sedang pemberi kesembuhan dan atau penolak bahaya hanyalah Allah tiada sekutu bagi-Nya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ
فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Dari Abdillah Ibn Amr Ibn ‘Ash, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabut dari (dada) para hamba-Nya, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para Ulama hingga tak tersisa seorang alimpun. (ketika itu) manusia akan mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin (panutan), ketika mereka ditanya maka mereka akan berfatwa tanpa ilmu, maka (akibatnya) mereka tersesat dan menyesatkan”. (HR. Al-Bukhari)
No comments:
Post a Comment