Friday, April 13, 2018

Lumajang sebagai Kerajaan Islam Tertua di Jawa



Dalam pelajaran sejarah di sekolah kita didoktrin untuk yakin bahwa kerajaan lslam tertua di Jawa adalah Demak, dengan Raden Patah sebagai raja pertama. Tidak cukup itu, kita didoktrin untuk yakin bahwa Raden Patah adalah anak durhaka karena menyerang kerajaan ayah kandungnya yang beda agama. Sejarah dengan latar konflik inilah yang secara sistematis diwariskan kolonial Belanda kepada anak2 bangsa lndonesia melalui sekolah.

Bertolak dari sisa2 artefak dan ideofak yg dapat dilacak, kita temukan fakta bhw kerajaan lslam yg awal di Jawa bukanlah Demak, melainkan Lumajang yg menunjuk kurun waktu abad 12 awal, yaitu saat Singasari di bawah Sri Kertanegara.

Sebagaimana disebut dalam prasasti Mula Malurung bhw kerajaan Lumajang yg merupakan bagian dari Singasari dirajai oleh Nararya Kirana, puteri Prabu Seminingrat Wisynuwarddhana. Saudara yg lain adalah Chakrawarddhana yg dirajakan di Madura. Sebagai putera mahkota adalah Kertanegara.

Pada saat Kertanegara menjadi Raja Singasari yg bercita-cita mempersatukan Nusantara, putera Nararya Kirana yg bernama Arya Wiraraja mengabdi sebagai Demung di Singasari. Bagaimana seorang pewaris tahta Lumajang mengabdi sebagai demung, yang merupakan salah satu pejabat panca tandha yang dekat dengan raja?

Arya Wiraraja oleh keturunannya -- klan Arya Pinatih di Bali yg beragama Hindu -- diyakini beragama lslam, yang terbukti dengan keberadaan makamnya yang setiap tahun diziarahi oleh keturunannya. Sebagian yang  berasumsi bahwa dengan keberadaan Arya Wiraraja sebagai  muslim, dapat dimaklumi jika tindakan Sri Kertanegara yg "kurang  adil" terhadap keponakannya yang dijadikan demung itu. Namun mengingat sangat pentingnya kedudukan demung (kepala rumah tangga raja), Sri Kertanegara jelas lebih mempercayakan keselamatan dirinya dan keluarganya kepada putera dari kakak kandungnya, Nararya Kirana, yaitu Arya Wiraraja.

Hubungan harmonis Kertanegara dengan Arya Wiraraja mulai tersulut sewaktu  Sri Kertanegara mulai  meluaskan wilayah kekuasaan dengan menyebarkan tidak saja kekuatan militer tetapi juga ajaran agama Tantrayana sekte tantra-bhirawa yg sejak awal sangat memusuhi lslam. Arya Wiraraja selaku seorang muslim memiliki kewajiban moral untuk mencegahnya.

Ketidak-setujuan Arya Wiraraja terhadap gagasan Sri Kertanegara mempersatukan Nusantara yang juga merupakan pengembangan ajaran agama Tantra-bhairawa itu tampaknya sudah menjadi prinsip bagi semua muslim untuk menolak Tantrayana. Historiografi Jawa mencatat, Sultan Al-Gabah dari Rum telah mengirim 20.000 keluarga muslim untuk tinggal di Jawa, tetapi hampir seluruhnya tewas dimangsa siluman, brekasakan, banaspati (sebutan untuk pengikut Tantrayana yang dalam upacara ritualnya minum darah dan makan daging manusia di Ksetra-pen).

Sultan Al-Gabah dikisahkan murka mendengar kabar tertumpasnya umat Islam di Jawa. Ia kemudian mengirim ulama yang sakti memiliki karomah untuk ikhtiar agar Jawa dapat dihuni umat lslam. Di antara ulama sakti itu, satu yg dikenal penduduk Jawa dengan nama Syekh Subakir, yg menanam tumbal di Gunung Tidar (Bahasa Kawi. Tidar = Mati). Sikap Arya Wiraraja yg tidak sepakat dengan konsep Nusantara itu membuat Kertanegara marah. Dengan tegas dia  mengangkat Arya Wiraraja sebagai Raja di Madura.

Kebijakan Kertanegara ini sangat memojokkan Arya Wiraraja, karena ia adalah keponakan sekaligus menantu Raja Madura, Nararya Chakrawarddhana. Dengan menjadi Raja Madura, Arya Wiraraja seolah-olah merampas hak Banyak Wide,  putera Nararya Chakrawarddhana. Arya Wiraraja sadar, konflik antara dia dengan Banyak Wide telah pecah karena ia maupun Banyak Wide  tidak berani menentang keputusan Sri Kertanegara.

Kebencian penganut Tantrayana sendiri terhadap lslam terlihat dari sikap kasar dan tindakan berlebihan yg dilakukan Sri Kertanegara terhadap Meng Ki, utusan kaisar Cina Khublai Khan yg muslim yang dengan ssangat menghina dilukai oleh Sri Kertanegara.
Untuk menjatuhkan Sri  Kertanegara, Arya Wiraraja meminta kepada suami bibinya, Jayakatwang, Raja Glangglang,  untuk merebut tahta Singasari yg saat itu tidak memiliki pasukan kuat karena pasukan utama sudah  dikirim ke Pamalayu.

Kisah penyerangan mendadak Jayakatwang ke Singasari berakhir dgn tewasnya Kertanegara. Sanggrama Wijaya, menantu Kertanegara  yg datang ke Madura dilindungi oleh Arya Wiraraja, karena hubungan mereka adalah saudara sepupu. Arya Wiraraja menghubungkan Wjaya dengan Jayakatwang yang menghadiahi tanah di Tarik.

Sejarah pun mencatat bagaimana Arya Wiraraja beserta dua orang puteranya -- Arya Nambi & Arya Menak Koncar -- beserta pasukan Madura membangun keraton yg kelak dinamai Wilwatikta -- Majapahit. Atas jasanya itu, Arya Wiraraja diangkat menjadi raja Lumajang. Arya Nambi diangkat menjadi patih (perdana menteri) Majapahit.

Lawe anak Banyak Wide tidak terima hanya diangkat sebagai Rangga di Tuban. Ia ingin diangkat menjadi patih. Itulah awal pecahnya pemberontakan Rangga bernama Lawe yg berakhir dengan tewasnya Lawe, dalam pertempuran di Tambak Beras.

Saat Sanggrama Wijaya mangkat digantikan Kalagemet yg bergelar Jayanegara, pecah aneka pemberontakan akibat hasutan Dyah Halayuddha Sang Mahapati (Nama Halayudha ditemukan sebagai salah seorang putera Jayakatwang). Arya Nambi yg pulang ke Lumajang untuk menjenguk ayahnya yg sakit, difitnah memberontak gara-gara  kembali ke ibukota terlambat untuk mengikuti pemakaman ayahandanya. Dengan pasukan besar yg dipimpin Mahapati, Arya Nambi beserta pengawalnya dihancurkan di benteng pertahanannya di Pejarakan yang terletak di utara Lumajang.

Arya Menak Koncar, adik Arya Nambi diam-diam  masuk ke ibukota menemui Jayanegara melaporkan bahwa kakaknya tidak pernah memberontak. Keterlambatan Nambi kembali ke ibukota semata-mata karena mengikuti upacara pemakaman ayahandanya. Para perwira Majapahit pun mempersaksikan bahwa semua fitnah kepada Arya Nambi adalah hasil kejahatan Mahapati. Itu sebabnya,  sekembali dari Lumajang menumpas Nambi, Mahapati tidak disambut sebagai pahlawan melainkan malah dibunuh oleh Jayanegara.

Dengan meninggalnya Arya Wiraraja dan Arya Nambi, praktis tahta Lumajang diduduki Arya Menak Koncar yg bergelar Sri Nararya Wangbang Menak Koncar. Tokoh ini digantikan puteranya, Arya Wangbang Pinatih, yg juga seorang  muslim.

Pada saat Mahapatih Gajah Mada menjalankan politik persatuan Nusantara, putera raja Lumajang ikut ekspedisi penaklukan ke Bali. Itulah, awal keturunan Arya Menak Koncar dari galur  Arya Wangbang Pinatih tinggal di Bali.
Arya Wangbang Pinatih sendiri sebagai pengganti Arya Menak Koncar sewaktu mangkat diganti Arya Wangbang Pinatih ll. Saat raja keempat ini  mangkat diganti Arya Menak Sumendi.  Raja ke-6 Lumajang,  Arya Tepasana tercatat  memiliki tiga putera dan tiga puteri.

Puterinya yg bernama Nyimas Ayu Tepasari diperisteri oleh Sunan Gunungjati, yang menurunkan Pangeran Pasareyan yang menurunkan  Pangeran Ratu yang menjadi leluhur sultan-sultan Cirebon. Puteri bungsunya, Nyimas Ayu Waruju diperisteri Raden Mahmud Pangeran Sapanjang putera Raden Ali Rahmat Sunan Ampel, menurunkan Nyai Wilis, di mana Nyai Wilis diperisteri oleh Raden Kusen Adipati Terung, menurunkan Pangeran Arya Suradireja Adipati Palembang, Arya Terung Adipati Sengguruh, Arya Balitar.

Makam Biting yg dikeramatkan oleh penduduk Lumajang  dan keluarga Pinatih di Bali adalah area pemakaman kuno  Arya Wiraraja yang di dalamnya terdapat makam puteranya, Arya Menak Koncar, yang menurut naskah Tedhak Poesponegaran, adalah leluhur dari para bupati trah Terung dan Ampel Denta dan Lumajang. Itu berarti, di area makam kuno itu terdapat makam Arya Pinatih, Arya Pinatih II, Menak Sumendi, Arya Tepasana,  Arya Adhikara, dan keturunannya seperti Arya Pinatih. Namun akibat lama tidak terurus, hanya makam Arya Wiraraja dan Arya Menak Koncar saja yang dikenal dan diziarahi oleh para putera wayah Lumajang. Area makam kuno itu sendiri  terletak di dusun Biting (benteng), Desa Kutorenon, Kec, Sukadana, Kab. Lumajang.

Sumber: Atlas Wali Songo
Karya: Agus Sunyoto

No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...