Thursday, August 22, 2019
Mewujudkan Masyarakat Inklusif dan Toleran
Oleh Suryono Zakka
Setiap agama punya simbol yang dianggap sakral. Masjid, Pura, Vihara, tasbih, garu, ka'bah, sorban, patung yesus hingga salib adalah contoh ragam simbol agama yang punya nilai sakralitas bagi setiap penganutnya.
Agama berkaitan erat dengan keyakinan atau keimanan. Simbol-simbol agama itu tidak memiliki arti apapun bagi kelompok diluar iman. Sebaliknya, bagi yang mengimaninya, simbol-simbol itu memilik arti yang sangat penting, memuat pesan Tuhan, sensitif sehingga wajib dijunjung tinggi.
Jika tidak, maka akan muncul problem dengan apa yang disebut penistaan. Bagi sesama pemeluk agama terlebih diluar agama, penistaan terhadap agama adalah perbuatan yang sangat keji. Sanksi yang berat baik di ranah hukum maupun ranah agama. Diranah hukum bisa saja dijerat dengan pasal sedangkan ranah agama akan menyalahi salah satu ayat yang berbunyi:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍ ؕ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
[QS. Al-An'am: Ayat 108]
Dalam konteks kebangsaan yang multi agama seperti NKRI, perlu dikembangkan sikap inklusifisme agama yakni membuka pengetahuan tentang agama lain sehingga bisa menumbuhkan sikap toleran agar tidak terjadi gesekan antar pemeluk agama. Setiap pemeluk agama hendaknya tidak terjebak pada sikap eksklusifisme yakni merasa paling unggul diantara pemeluk agama lain. Dengan sikap inklusif, diharapkan menumbuhkan sikap terbuka, tidak menaruh kebencian dan saling curiga.
Bagi muslim, salib itu bukan simbol yang sakral sama halnya bagi kaum nasrani, tasbih itu bukan sesuatu yang perlu dipakai untuk memuji Tuhan. Yang dapat menjelaskan dengan tuntas tentang sakralitas kedua benda tersebut tentunya hanya pemeluknya atau yang meyakininya.
Setiap pemeluk agama sah-sah saja memiliki sikap primordial yakni percaya bahwa agamanyalah yang membawa pada keselamatan dan kebahagiaan hakiki. Siapapun boleh mengklaim bahwa agamanyalah yang benar. Ketika seseorang memilih agama tertentu berarti dia yakin akan memperoleh kedamaian dan keselamatan dari agama yang dipilihnya.
Sikap primordial inilah yang disebut keimanan. Keimananan adalah hal yang unik. Bersifat asasi alias tidak bisa dipaksakan. Setiap pemeluk agama punya konsep keimanan, konsep ibadah dan nilai-nilai kebaikan masing-masing. Punya variasi dan beragam ekspresi untuk mewujudkan penyembahan sebagai bukti kepercayaannya kepada Tuhan. Jika sikap promordial ini saling dipaksakan maka yang muncul adalah genderang peperangan.
Jalan damai bagi setiap pemeluk agama tiada lain adalah mengekspresikan sikap primordial pada tempatnya, pada kalangannya. Berbeda iman bukan berarti musuh namun saudara dalam berbangsa dan berkemanusiaan. Dalam konteks keindonesiaan, kita sudah diajarkan oleh leluhur kita agar meyakini dengan sepenuh hati tentang apa yang kita anut dengan tidak memandang buruk penganut agama lain. Memandang agama lain dengan wajah cinta dan kasih sayang bukan wajah kebencian dan permusuhan. Benar atau salahnya, setiap pemeluk agama sudah paham konsekuensinya sehingga tidak perlu memvonis pada mereka yang berbeda. Setiap agama punya jalan kebenaran masing-masing.
Jika para pahlawan dan pendiri bangsa mengajarkan kita kebhinekaan sejak dulu, mengapa kita sebagai genarasi setelahnya mempertentangkan kebhinekaan itu? Jika warna pelangi itu indah, mengapa kita hanya memilih satu warna dan memadamkan warna yang lain? Terlalu mahal jika negeri ini harus terkoyak-koyak karena mempertentangkan simbol agama. Yang sudah telanjur retak mari eratkan kembali dan yang sudah bersatu padu maka jangan ceraikan lagi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita
Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...
-
Oleh M Abdullah Badri (Founder Komunitas Marka Bangsa) SEBAGAI objek, kalimat tauhid itu dasein (ditemukan dalam kondisi bebas atas di...
-
Gerakan Tarbiyah atau Usrah muncul sekitar tahun 80-an hingga 90-an yang muncul sebagai gerakan pendidikan agama (tarbiyah) dan kekeluarg...
-
Fanatik berarti kecintaan yang berlebihan. Fanatik dapat mengarah kepada dua hal yakni konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi po...
-
Dalam hal ini, terdapat dua perbedaan pendapat antaralain: Pertama, orang kafir diharamkan menyentuh mushaf. Ini adalah pendapat Abu ...
-
Oleh Rijalul Wathon Al-Madury Sayyid Kamal al-Haydari yg dengan nama lengkap Kamal bin Baqir bin Hassan al-Haydari (السيد كمال بن باقر ...
-
Oleh: Wildan Wahied NU lucu dan Muhammadiyah tidak lucu, itu sudah jadi pemahaman umum. Cak Nun sudah pernah mengatakannya, kalau tidak...
-
Soeharto Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921. Ia lahir dari keluarga petani yang menganut Kejawen. Keyakinan keluarga...
-
KH NACHROWI THOHIR - BUNGKUK SINGOSARI (1900 -1980): PENDIRI NU, PELOPOR LEMBAGA PENDIDIKAN MA'ARIF NU “Ketahuilah, bahwa kelak, su...
-
Kau pembela kaum tertindas Kau penyelamat kaum minoritas Kau penyejuk kegersangan spiritualitas Kau pendidik kaum yang rindu moralit...
-
Oleh Suryono Zakka Sungguh kemuliaan bagi orang yang dikaruniai Allah kemampuan menghafal Al-Qur'an. Mereka akan dimuliakan oleh ...
No comments:
Post a Comment