Thursday, January 25, 2018

Jilbab dalam Pandangan Syariah dan Tradisi


Jilbab menurut syariah telah jelas disebutkan didalam Al-Qur'an sebagai sebuah perintah (QS. 33: 59). Diceritakan dalam ayat ini bahwa nabi diperintahkan Allah agar isteri-isterinya, anak perempuannya dan isteri orang beriman untuk mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh yang berfungsi sebagai identitas pengenal dan menjauhkan dari gangguan orang yang hendak berbuat jahat.

Telah jelas ayat ini menjelaskan bahwa bagian jilbab (jamak: jalabib) adalah seluruh tubuh yang berfungsi sebagai penutup (hijab). Bagian jilbab antara lain kerudung (khimar) dan baju kurung (gamis).

Jilbab bukan sekedar khimar atau kerudung sebagaimana yang salah dipahami saat ini. Ada penyempitan makna antara jilbab yang semula menurut Al-Qur'an adalah penutup seluruh tubuh yang terdiri dari beberapa bagian sehingga menyempit pemahaman menurut sebagian umat Islam menjadi kerudung (Khimar). Tentu ini semua ini adalah bagian dari penafsiran masing-masing.

Selain jilbab sebagai hukum syariah yang sudah baku dan paten bagian dari perintah dalam ajaran Islam, jika kita menelisik sejarah, ternyata konsep jilbab telah ada sejak lama bahkan dalam tradisi atau agama manapun. Walaupun kita boleh saja menganggap bahwa konsep jilbab yang diakomodasi Islam adalah jilbab yang sudah sesuai dengan syariah. Itu berarti bahwa jika memang jilbab telah ada dan lahir dari tradisi agama-agama sebelum Islam sebagai risalah terakhir, berarti jilbab mengalami sebuah perkembangan hingga akhirnya disempurnakan oleh risalah Islam terakhir. Kita boleh percaya dengan sejarah ini ataupun tidak, tidak akan menjadi masalah karena yang jelas jilbab telah menjadi bagian dari syariah Islam.

Kita bisa mendapati bagaimana kehidupan wanita umat Kristen Ortodok Syiria yang juga tampil seperti muslimah yakni berjilbab. Kita tidak dapat buru-buru menuduh bahwa Kristen Ortodok Syiria menjiplak dari syariah Islam atau sedang berkamuflase (menyamar atau taqiyah) agar dianggap sebagai bagian atau dekat dari ajaran umat Islam.

Dalam tradisi leluhur nusantara juga kita temukan bagaimana penampilan para ratunya seperti mengenakan kerudung atau jilbab walau bisa saja kita katakan belum syar'i. Juga ratu-ratu dari kerajaan atau peradaban didunia juga terlihat khas mengenakan kerudung. Dan wanita muslimah nusantara dimasa-masa awal juga mengenakan jilbab atau kerudung sederhana yang tidak sama persis tertutupnya seperti para hijaber dan hijab lovers masa milenial kini. Ini sebuah gambaran bahwa kerudung atau jilbab adalah bagian dari pakaian kehormatan yang telah ada sejak lama.

Dengan memahami dua konteks diatas yakni jilbab sebagai sebuah hukum syariah dan jilbab sebagai hukum tradisi akan mengarahkan simpulan menganai bagaimana hakikat dan tujuan disyariatkannya jilbab.


Jilbab bukan hanya sekedar dipahami sebagai penutup kepala dan jilbab bukan pula hanya disimbolkan sebatas formalitas belaka. Jilbab sebagai pakaian kehormatan wanita-wanita mulia dizamannya dahulu dan wanita-wanita suci dari berbagai agama mengindikasikan bahwa jilbab adalah konsep yang sangat penting. Jika tidak memahami tujuan disyariatkannya jilbab maka yang terjadi adalah munculnya jilbab gaul, jilbab minimalis, jilbab seksi, jilbab you can see dan model-model jilbab zaman now.

Untuk dikatakan jilbab syar'i bukan berarti hanya dinilai dari jilbab besarnya namun juga dari kedalaman perilaku pembawanya. Harus ada konektivitas antara jilbab lahir dan jilbab batin sehingga terciptalah hijab (penutup) yakni menutupi yang lahir dan menutupi yang batin.

Jilbab sebagai hijab atau penutup dipahami sebagai konsep lahiriyah yakni menutupi aurat atau sesuatu yang tidak layak untuk diperlihatkan dan jika diperlihatkan akan merusak kesucian. Sebaliknya jika dipahami sebagai konsep batiniyah maka hendaknya jilbab dapat mencegah dari perilaku-perilaku yang buruk dan tercela.

Bagi yang memahami esensi jilbab maka akan berusaha untuk menyempurnakan kepribadiannya karena jilbab tak sebatas pakaian luar. Bagi yang tidak memahami apalagi jilbab hanya dianggap sebatas tudung kepala maka banyak para wanita yang pakai jilbab namun kepribadiannya buruk bahkan pakaiannya bertentangan dari esensi jilbab itu sendiri. Berjilbab atau berpakaian tapi telanjang yaitu berpakaian yang transparan, ketat dan terlihat lekuk tubuhnya sehingga mengumbat aurat yang disangkanya sudah syar'i.

Agar tidak gagal dalam memahaminya, selain jilbab diyakini sebagai sebuah hukum syar'i maka jilbab juga harus diyakini sebagai sistem hidup yakni sebagai tradisi luhur. Kita bisa lihat para wanita pejuang yang bisa dikatakan jilbabnya mungkin tak sesyar'i sebagaimana wanita zaman now bahkan ada yang tidak berjilbab namun kita juga bisa bangga kepada mereka karena keluhuran akhlaknya, keanggunan pesonanya yang jauh dari mengumbar aurat. Mereka memahami jilbab sebagai sebuah esensi bukan penampilan kosong sehingga yang tercipta adalah keindahan, keteduhan dan keanggunan. Apalah artinya berjilbab namun hanya kepalanya sedangkan yang lainnya terbuka dan diobral tidak karuan.

Pesan yang sangat agung sebagaimana disampaikan oleh kanjeng sunan Kalijaga tentang wanita yang tidak bisa menempatkan dirinya dengan istilah "yen wong wadon wes ilang wirange" yakni ketika wanita sudah tidak bisa menjaga kehormatan dirinya, tidak bisa menjaga lisan, tidak bisa menjaga sikap dan perbuatan.

Wanita adalah kunci sebuah peradaban. Baik atau buruknya sebuah negara dapat ditentukan oleh wanitanya. Wanita disebut perempuan yakni berasal dari kata "empu" berarti yang memiliki atau yang empunya. Berarti wanita atau perempuan adalah pencipta yakni pencipta kebaikan atau keburukan.

Dari itu semua, tiadalah manusia yang sempurna karena semua memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hendaknya tidak merasa lebih baik untuk mereka yang sudah berjilbab syar'i sehingga tidak merendahkan mereka yang sedang berproses. Semuanya memiliki hidayah masing-masing karena menjadi muslim atau muslimah sudah merupakan hidayah. Hidayah itu harus selalu dijaga dengan tetap memperbaiki diri secara terus menerus hingga kematian dan berlomba-lomba dalam kebaikan.


No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...