Thursday, January 25, 2018

Syarat dan Adab bagi Mufassir (Ahli Tafsir)



A. Syarat Mufassir

Menafsirkan Al-Qur'an memang tidak mudah sebab dibutuhkan kapasitas keilmuan yang memadai yang tidak semua orang diberikan kemampuan tersebut. Selain penguasaan ilmu tafsir dan ilmu Al-Qur'an,  diantara beberapa kriteria persyaratan bagi orang yang berhak untuk menafsirkan Al-Qur'an diantaranya:

1. Akidah yang Benar.

Posisi akidah menduduki posisi yang sangat sentral karena akidah adalah batang tubuh dari agama Islam. Jika akidah lurus maka praktik ibadah dan akhlaknya akan terbentuk namun jika akidahnya menyimpang maka bisa dipastikan ibadah dan perilaku juga akan buruk dan menyimpang.

Akidah yang lurus adalah akidah yang sesuai dengan mayoritas umat Islam (sawadil a'dzham) yaitu akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) sebagaimana yang dikonsepkan kembali oleh dua teolog besar Sunni yakni Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Aswaja sebagai pengikut kelompok ini disebut dengan Asya'irah dan Al-Maturidiyah yaitu kelompok yang mewarisi dari akidah Rasulullah dan sahabat.

2. Menjauhkan diri dari fanatisme madzhab.

Penafsir Al-Qur'an harus jauh dari fanatisme madzhab dan aliran sehingga apa yang ditafsirkannya bermakna universal dan bukan karena agenda sektarian. Tidak menafsirkan Al-Qur'an untuk membela kelompok tertentu dengan menyalahkan kelompok yang lainnya.

Sekte yang menyimpang dari Aswaja diantaranya Qadariyah, Jabariyah, Rafidhah, Mu'tazilah, Mujassimah, Khawarij dan pendukung fanatik madzhab dan aliran lainnya.

Seorang penafsir harus bersikao moderat sehingga mampu menerima penafsiran kelompok lain dengan syarat tidak menyimpang dari kaidah tafsir dan akidah mayoritas umat Islam. Ayat Al-Qur'an bersifat multi tafsir sehingga seorang mufassir tidak punya hak untuk memutlakkan hasila penafsirannya.

3. Menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an.

Al-Qur'an ibarat sebuah bangunan yang kokoh dan tak terpisahkan sehingga ayat yang satu saling menafsirkan ayat yang lainnya. Penafsiran sebuah ayat memiliki jawaban dan penjelasannya ditempat ayat yang lain.

Ayat Al-Qur'an terkadang bersifat global (mujmal) sehingga perincian dan detailnya (tafshil) terdapat pada ayat yang berbeda. Agar penafsirkan ayat Al-Qur'an dapat bersifat komprehensif dan kompatibel serta tidak atomistik (parsial) maka perlu dikumpulkan semua ayat yang korelatif dan berkaitan untuk kemudian ditafsirkan dalam satu kesstuan secara utuh.

4. Menafsirkan Al-Qur'an dengan hadits atau sunnah

Fungsi hadits atau sunnah adalah penjelas Al-Qur'an yang masih global. Adakalanya ayat Al-Qur'an tidak dapat ditafsiri dengan ayat Al-Qur'an yang lain sehingga hadits dan sunnah menjadi referensi atau rujukan kedua.

Rasulullah adalah mufassir pertama sehingga perkataan, perbuatan dan ketetapannya mengandung sumber hukum. Ada kalanya beliau menjelaskan tafsir Al-Qur'an yang masih global yang tidak ada penjelasannya didalam Al-Qur'an.

Dengan demikian, Al-Qur'an dan sunnah/hadits tidak dapat dipisahkan. Keduanya adalah sumber pokok bagi umat Islam. Tidak akam dapat memahami ayat Al-Qur'an jika mengabaikan hadits dam sunnah. Memisahkan Al-Qur'an dan hadits atau sunnah ibarat orang yang berjalan dengan pincang atau orang yang berjalan dimalam hari tanpa penerang.

5. Mengakomodasi pendapat sahabat

Jika tidak ada penjelasan lengkapnya didalam Al-Qur'an dan sunnah tentang tafsiran suatu ayat maka dapat merujuk kepada pendapat sahabat. Sahabat adalah orang-orang yang dekat dengan Rasulullah sehingga kemungkinan besar akan mengetahui bagaimana historisitas ayat dan bagaimana keterangan yang mereka dapatkan dari Rasulullah.

Selain itu, mereka memiliki pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam. Para sahabat sangat berjasa besar kontribusinya terhadap Islam termasuk sumbangsihnya terhadap tafsir Al-Qur'an. Merekalah para pewaris ilmu nabi yaitu memahami secara mendalam ayat Al-Qur'an dan hadits.

6. Merujuk kepada tabi'in

Tabi'in juga besar kontribusinya terhadap Islam. Walau tidak sedekat sahabat, namun mereka juga mewarisi ilmu Al-Qur'an yang tidak sedikit dari Rasulullah melalui perantara sahabat. Sehingga jika tidak ada penjelasannya tentang suatu ayat didalam hadits, perkataan sahabat maka kita bisa merujuk kepada perkataan tabi'in.

7. Pengetahuan bahasa Arab yang mendalam

Karena bahasa Al-Qur'an adalah bahasa Arab maka sangat mustahil memahami isi Al-Qur'an dengan mengabaikan kaidah-kaidah bahasa Arab. Jika mengabaikannya maka sudah dapat dipastikan kesesatannya.

Selain itu juga diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang ilmu Al-Qur'an beserta cabang-cabangnya dan juga ilmu tafsir. Mengabaikan semua ilmu ini tentu bukan penafsiran yang didapat melainkan kerusakan dan penyesatan.

B. Adab bagi Mufassir

Berikut mengenai adab-adab atau perilaku yang baik yang perlu dimiliki para mufassir, diantaranya:

  1. Memiliki niat yang baik dan lurus serta memiliki tujuan yang benar. Mencari ridha Allah dan dalam rangka memberikan penjelasan kepada manusia melalui perantaraan Al-Qur'an.
  2. Memiliki akhlak yang baik. Al-Qur'an adalah ajaran akhlak maka tiada lain pedoman bagi mufassir kecuali hanya menjadikan Al-Qur'an sebagai cerminan akhlak.
  3. Takwa dan taat beramal. Meskipun ilmu tinggi tentu tiada guna jika tidak dijadikan sebagai jalan ketaatan dan kepatuhan kepada Allah.
  4. Jujur, amanah dan cermat dalam mengambil riwayat. Jika salah dalam menafsirkan dan mengambil riwayat maka pertanggungjawabannya adalah kepada umat.
  5. Tawadhu (rendah hati) dan berlaku lemah lembut. Setiap mufassir adalah simbol akhlak maka sudah seharusnya menyampaikan ajaran Al-Qur'an dengan penuh kelembutan.
  6. Memiliki jiwa yang mulia. Menghindarkan persoalan yang khilafiyah atau hal-hal yang remeh sehingga tidak terjebak kepada pemahaman yang sempit namun meluas sebagaimana Al-Qur'an.
  7. Berani dalam menyampaikan kebenaran Al-Qur'an. Tidak takut kepada penguasa dzalim sehingga berani mengajaknya kepada nilai-nilai Al-Qur'an.
  8. Menjadi teladan. Seorang mufassir pasti akan dijadikan objek teladan sehingga sangat diperlukan penampilan yang terhormat dan senantiasa menjaga kepribadiannya.
  9. Bersikap tenang, menebarkan perdamaian dan bersahaja. Seorang mufassir bertugas menyebarkan ajaran Al-Qur'an maka sikapnya pun harus menyamudera sebagaimana samudera Al-Qur'an yang tidak akan pernah kering ilmunya untuk digali.
  10. Bersikap humanis dan toleran. Senantiasa memuliakan orang, sederhana dalam setiap tindakan dan memiliki jiwa toleransi sehingga mudah dalam menerima perbedaan pendapat.
  11. Menyampaikan tafsir dengan bahasa sederhana sehingga mudah untuk dipahami oleh umat Islam.


No comments:

Post a Comment

Khutbah Jum'at: Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita

Bulan Muharram Sarana untuk Mengevaluasi Tradisi Kita Khutbah 1 اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ ...